Hakikat Nur Nabi Muhammad SAW




Dari hakikat Nabi SAW itulah terpancar hakikat-hakikat ruh. Nabi SAW adalah jenis tertinggi dari segala bentuk jenis dan abul akbar (ayah utama) dari segala bentuk wujud yang diciptakan Allah SWT. 

 Syaikh Yusuf bin Isma‘il An-Nabhani

Al-Anwar al-Muhammadiyyah min al-Mawahib al-Laduniyyah


Yang diciptakan Allah SWT. Ketika menghendaki pen-ciptaan makhluk-Nya, Allah SWT menciptakan hakikat Nabi Muham¬mad SAW sebelum menciptakan segala sesuatu dari nur-Nya. Dari hakikat itu lalu Allah menciptakan alam seluruhnya, baik alam rendah maupun alam tinggi. Kemudian Allah SWT memberitakan ke¬pada Nabi SAW ihwal kenabiannya, se¬mentara Adam AS, tidak lain, sebagai¬mana disabdakan oleh beliau SAW, “Ma¬sih antara ruh dan jasad.” Dari hakikat Nabi SAW itulah terpan¬car hakikat-hakikat ruh. Nabi SAW ada¬lah jenis tertinggi dari segala bentuk jenis dan abul akbar (ayah utama) dari segala bentuk wujud yang diciptakan Allah SWT. Setelah berlalunya masa bagi haki¬kat bathin Nabi SAW kepada zaman wu¬jud nyata jasad dan ruh yang menempel padanya, bergantilah hukum zaman bathin itu kepada hukum zaman lahir dengan munculnya Nabi SAW secara totalitas, jasmani dan ruhani, ke alam dunia. Di dalam Shahih Muslim, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT menuliskan takdir-takdir sekalian makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi sejarak lima puluh ribu tahun dan adalah arsy-Nya di atas air. Dan di antara ungkapan yang tertulis pada adz-dzikr, dia adalah ummul kitab, ‘Sesungguhnya Muhammad adalah penutup sekalian para nabi’.” Diriwayatkan dari Maisarah Adh-Dhabbi, ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wa¬hai Rasulullah, kapan engkau menjadi nabi?’ Beliau SAW menjawab, ‘Ketika Adam antara ruh dan jasad’.” Dari Syaikh Taqiyuddin As-Subki, telah datang riwayat yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah SWT men¬cip¬ta¬¬kan arwah sebelum jasad. Dari da¬sar ini, makna sabda Nabi SAW “Aku men¬jadi nabi” tertuju kepada ruh beliau SAW yang mulia atau kepada hakikat beliau. Dan segala hakikat itu tidaklah mampu akal kita untuk mengetahuinya. Yang dapat mengetahuinya hanyalah Penciptanya dan hamba-hamba-Nya yang dianugerahi nur Ilahiyah.


Muhammad Ababil Al-Ubaidillah