Home » » MAKKIYAH MADÂNIYAH (Ababil Krejengan)

MAKKIYAH MADÂNIYAH (Ababil Krejengan)


MAKKIYAH MADÂNIYAH


Salah satu syarat diantara syarat-syarat dan kriteria yang lain untuk memahami kajian al-Qur’ân secara benar, tentu tidak akan lepas dari satu kajian yang disebut Mabâhits al-Makkiyah wa al-Madâniyah (suatu kajian tentang ayat dan surat yang turun di Kota Mekkah al-Mukarramah dan di Kota Madînah al-Munawwarah), dengan mengetahui ilmu tersebut dapat membantu dalam menafsirkan al-Qur’ân  dengan benar. Ada beberapa sekelompok ulama’ yang membahas secara khusus tentang kajian Makkiyah dan Madâniyah ini, tiga di antara sekian banyak ulama’ yang membahasnya, antara lain Abû Muhammad Makkî al-Muqri’ (w.437 H) salah satu ulama’ kelahiran Qairawan dan kemudian tinggal di Cordova[1], Syekh ‘Izz al-Dîn al-Dairânî/al-Damîrî al-Syafi’î (w.694 H) ulama’ kelahiran Mesir.[2]  dan Bahr al-‘Ilm al-Imâm Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî/al-Aşyûthî al-Syafi’i, ia pernah berkata “Sesungguhnya saya telah merasa cukup kenyang membahas tentang masalah dan bentuk-bentuk ilmu ini. Karena, saya telah memilah-milah dan membedakan diantara ilmu tersebut dalam bagian dan macamnya secara tersendiri.”[3]

A.    Definisi Makkiyah, Madâniyah dan Bukan Termasuk dalam Surah Keduanya
Penting untuk diketahui, bahwa di kalangan para ulama’ berbeda pendapat mengenai interpretasi Makkiyah[4] dan Madâniyah[5] ini, setidaknya terdapat tiga pendapat, yaitu ;
1.         Makkiyah adalah wahyu yang dituturunkan sebelum hijrahnya Nabi Saw ke Kota Madînah, dan yang disebut Madâniyah adalah wahyu yang turun setelah hijrahnya Nabi Saw, meskipun turunnya itu di Kota Mekkah maupun di Kota Madînah, apakah itu pada tahun penaklukan Kota Mekkah atau pada tahun haji Wada’ atau ketika beliau sedang dalam salah satu perjalanan dari sekian banyak perjalanan beliau, atau tidak sedang dalam perjalanan.[6]
2.         Makkiyah adalah wahyu yang turun di Kota Mekkah[7] meskipun turunnya itu setelah Hijrah ke Kota Madînah,  sedangkan Madâniyah[8] adalah wahyu yang turun di Kota Madînah.[9]
Atas dasar inilah terdapat suatu kesimpulan dan ketetapan yang seimbang dan bijaksana bahwasannya ; “Wahyu yang turun ketika Nabi Muhammad Saw sedang dalam perjalanan atau bepergian, tidaklah termasuk dalam kategori Makkiyah ataupun Madâniyah.” [10]
3.         Makkiyah adalah wahyu yang khusus diturunkan untuk penduduk Kota Mekkah dan sekitarnya. Adapun Madâniyah adalah wahyu yang secara khusus diturunkan untuk penduduk Kota Madînah.[11]

Difinisi di atas merupakan suatu pemikiran yang mencul dari benak beberapa ulama’ sebagai pemahaman dari ucapan Sahabat ‘Abdullâh  bin Mas’ûd r.a.

وَقَدْ أَخْرَجَ الْبُخَارِيُّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قَالَ: "وَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ مَا نَزَلَتْ آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى إِلَّا وَأَنَا أَعْلَمُ فِيمَنْ نَزَلَتْ وَأَيْنَ نَزَلَتْ ".

Diriwayatkan bahwasannya telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafs telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami al-A’Masy telah menceritakan kepada kami Muslim dari Masruq ia berkata ; berkata Abdullâh bin Mas’ûd r.a : “Demi Allah tidak ada Dzat selain-Nya, tidaklah ada sesuatu ayat dari al-Qur’ân  yang diturunkan kecuali saya tahu dimana dan mengapa diturunkan…”[12]
HR. Imam al-Bukhari. No. 5002

B.     Macam-macam dan Pembagian Surah Makkiyah dan Madâniyah
Secara universal para ulama’ membagi macam-macamnya surah al-Qur’ân  menjadi dua kelompok, yaitu surah makkiyah dan surah Madâniyah. Hanya saja mereka berselisih dalam menetapkan jumlah ayat-ayat al-Qur’ân  tersebut. Sebagian mereka mengatakan, bahwa jumlah keseluruhan surah makkiyah ada 95 surah. Sedangkan surah al-Madâniyah ada 20 surah. Sebagian yang lain mengtakan, bahwa jumlah surah makkiyah ada 84 surah, sedangkan surah Madâniyah berjumlah 30 surah.[13]
Syekh Dr. ‘Abd Allâh Mahmûd Syahâtah mengatakan bahwa “Surah al-Qur’ân  yang disepakati  oleh para ulama’ sebagai surah Makkiyah terdapat 82 surah, dan yang disepakati sebagai surah Madâniyah terdapat 20 surah. Sedangkan yang 12 surah lagi masih diperselisihkan status surah makkiyah atau Madâniyah.”[14] Surah dalam al-Qur’ân  keseluruhan terdapat 114 surah. menurut standar Mesir,  surah makkiyah sebanyak 86 surah, sedangkan 28 surah lainnya tergolong Madâniyah. Sebuah surah, di anggap berasal dari mekkah (makkiyah) jika ayat-ayat awalnya diturunkan di Kota Mekkah, begitupun sebaliknya.[15] Perbedaan pendapat ini disebabkan karena adanya surah makkiyah atau Madâniyah, tatapi di dalamnya yang boleh jadi berisi sedikit ayat yang tidak termasuk kategori makkiyah atau Madâniyah itu sendiri.
Dalam menetapkan mana ayat-ayat al-Qur’ân  yang termasuk kategori makkiyah dan Madâniyah ini, para ilama’ membagi menjadi empat macam, yaitu :
1.          Surah-surah Makkiyah Murni (مَكّيَّة كلّها)
Yaitu surah-surah makkiyah yng seluruh ayat-ayatnya juga berstatus makkiyah semua, tidak ada satu pun yang Madâniyah. Surah-surah yang berstatus makkiyah murni ini keseluruhannya terdapat 58 surah, yang berisi 2.074 ayat.  Contaonya seperti surah al-Hijr, al-Fatihah, surah Yunus, al-Anbiya’ dan lainnya.
2.          Surah-surah Madâniyah Murni (مَدَانيَّة كلّها)
Yaitu surah-surah Madâniyah yang seluruh ayat-ayatnya pun Madâniyah semua, tidak ada satu ayat pun yang Makkiyah. surah-surah yang berstatus Madâniyah murni ini keseluruhannya ada 18 surah, yang terdiri dari 737 ayat. Contohnya seperti surah Ali Imran, al-Nisâ’, al-Nûr, al-Zalzalah dan lainnya.
3.          Surah-surah Makkiyah yang berisi ayat Madâniyah (مَكيّةٌ فِيهَا مَدنِية)
Yaitu surah-surah yang sebetulnya kebanyakan ayatnya adalah Makkiyah, sehingga berstatus Makkiyah, tetapi di dalamnya terdapat sedikit ayatnya yang berstatus Madâniyah. Surah-surah yang demikian ini dalam al-Qur’ân  ada 32 surah, yang terdiri dari 2699 ayat. Contohnya antara lain surah al-An’âm, al-A’râf, Yusuf dan lainnya.
4.          Surah-surah Madâniyah yang berisi ayat Makkiyah (مَدنِيّة فِيها مكّيّة)
Yaitu surah-surah yang kebanyakan ayat-ayatnya berstatus Madâniyah. Surah-surah yang demikian ini dalam al-Qur’ân  hanya terdapat 6 surah, yang terdiri dari 726 ayat, yaitu surah al-Baqarah, al-Ma’idah, al-Anfâl, al-Taubah, al-Hajj dan Surah Muhammad.[16]
_________________
Catatan Penulis : penyebutan ayat dan surah yang termasuk Makkiyah dan Madâniyah dalam al-Qur’ân  ini melalui dua cara, yaitu Sima’i dan Qiyasi, yang kerenanya para sarjana muslim (para ulama’ dan cendekiawan) dan sebagian di kalangan orientalis menyebabkan perbedaan pendapat dalam kajian studi al-Qur’ân .

C.     Cara dan Ciri-ciri Mengetahui Surah Makkiyah dan Madâniyah
Imâm al-Qadhî Abî Bakar al-Baqillânî, mengatakan bahwa “Nabi Muhammad Saw tidak menjelaskan kepada para sahabat-sahabatnya mana ayat Makkiyah dan mana ayat Madâniyah. Para sahabat juga tidak membutuhkan kejelasan tentang itu, mengetahui Makkiyah dan Madâniyah juga bukan merupakan sebuah kewajiban yang harus diketahui oleh setiap orang Islam dan Nabi Saw pun tidak diperintahkan untuk menjelaskannya.”

Cara untuk mengetahui Makkiyah dan Madâniyah dapat diketahui dengan dua cara yaitu :
1.         Jalur Riwâyah (Periwayatan /Transmisi)
Cara ini menggunakan periwayatan yang shâhih (valid) dari sahabat yang betul-betul mengatahui dan menyaksikan situasi dan kondisi turunnya wahyu. Selain periwatan dari sahabat, riwayat dari tabi’in yang bersumber dari sahabat juga sudah mencukupi untuk dijadikan tendensi dalam mengetahui dan menenentukan Makkiyah dan Madâniyah.
2.         Jalur Qiyâs (Penyamaan/Analog)
Melalui metode qiyâs (penyamaan) seperti menggunakan kaidah-kaidah yang telah dijelaskan (ijtihad) oleh para ulama’, semisal adanya tanda dalam menentukan surah Makkiyah terdapat lafadz كَلاَّ , ayat sajadah dan sebagainya.[17]
Mengetahui ayat atau surah makkiyah dan Madâniyah tidak terlepas dari ijtihad para ulama’. Tidaklah cukup riwayat yang berasal dari sahabat untuk mengategorikan semua ayat-ayat al-Qur’ân  dalam Makkiyah dan Madâniyah.

Selain menggunakan kedua cara di atas, ciri-ciri spesifik para ulama’ memberikan kaidah-kaidah (rumus) tertentu dalam menentukan Makkiyah dan Madâniyah, yaitu :
1.         Makkiyah
a.         Di dalamnya terdapat ayat-ayat sajadah.[18] Dalam al-Qur’ân  ayat-ayat sajadah tersebut sebanyak 15 surah, Yaitu ; QS.07:206. QS.13:15. QS.16:50. QS.17:109. QS.19:58. QS.22:18. QS.22:77. QS.25:60. QS.27:26. QS.32:15. QS.38:24. QS.41:38. QS.53:62. QS.84:21. QS.96:19
b.    Ayat-ayatnya dimulai dengan kata  كَلاّ(kallâ) yang semunya terulang sebanyak 33 kali dalam al-Qur’ân .
c.    Dimulai dengan ungkapan يَاايهالناسُ kecuali dalam Surah al-Hajj ayat 77 karena di penghujung surah itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan ياايهالذين
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kalian, sujudlah kalian, sembahlah Tuhan kalian dan perbuatlah kebajikan, supaya kalian mendapat kemenangan. QS.22:77

d.   Ayat-ayatnya mengandung tema kisah Nabi Adam a.s dan Iblis, kecuali surah al-Baqarah. Kisah Nabi Adam a.s dengan Iblis disebutkan sebanyak ± 7 surah, yaitu QS. 02:34-38. QS. 18:50. QS.17:61. QS. 07:11-24. QS.15:29-40. QS. 38:71-83. QS.20:120-123.[19]
e.    Ayat-ayatnya mengandung Qishshâh al-Anbiyâ’ (Kisah-kisah para Nabi) dan umat-umat terdahulu.
f.     Ayat-ayatnya dimulai dengan Hurf al-Tahajjî atau Fawâtih al-Suwâr (huruf-huruf terpotong-potong).
1)        Surah yang dimulai dengan satu huruf, hal ini terdiri dari 3 surah yaitu, QS.50:01. 68:01. 38:01 kecuali Surah al-Baqarah ayat pertama dan Surah Ali Imrân ayat pertama.
2)        Surah yang dimulai dengan dua huruf, hal ini berjumlah 10 surah yaitu,
QS. 20:01. 27:01. 36:01. 40:01. 41:01. 42:01. 43:01. 44:01. 45:01. 46:01.
3)        Surah yang dimulai dengan tiga huruf, hal ini berjumlah 13 surah yaitu,
QS. 02:01. 03:01. 29:01. 30:01. 31:01. 32:01. 10:01. 11:01. 12:01. 14:01. 15:01. 26:01. 28:01.
4)        Surah yang dimulai dengan empat huruf, hal ini berjumlah 2 surah yaitu, 
QS. 07:01. 13:01.
5)        Surah yang dimulai dengan lima huruf, yaitu QS. Maryam ayat pertama.[20]

2.         Madâniyah
a.       Mengandung ketentuan-ketentuan farâid (kewajiban-kewajiban) dan had (hukuman).
b.      Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munâfik, kecuali surah al-Ankabut.
c.       Mengandung uraian tentang perdebatan dengan Ahl al-Kitâbîn.[21]

Al-Imâm Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî al-Syafi’i memberikan catatan penting mengenai pembahasan Makkiyah dan Madâniyah ini yang perlu diperhatikan, yaitu :
1)      Ayat yang turun di Kota Mekkah tetapi hukumnya Madînah adalah QS.49:13 ayat ini turun di Kota Mekkah, tetapi ia adalah ayat Madâniyah karena diturunkan setelah Hijrah. Ayat yang hampir sama adalah QS. 05:3, 04:58.
2)      Ayat yang turun di Kota Madînah tetapi hukumya Makkiyah adalah QS. 09:16, 16:41, 09:01, 60:01 ayat ini diturunkan di Kota Madînah, tetapi ditujukan kepada penduduk Kota Mekkah.
3)      Ayat yang turunnya seperti bentuk ayat Madani tetapi ia terdapat dalam surah Makkiyah adalah 53:32.
4)      Ayat yang menyerupai ayat Makkiyah tetapi terdapat dalam surah Madâniyah adalah 08:32, 100:1-11.
5)      Surah yang dibawa dari Kota Mekkah ke Kota Madînah adalah surah Yusuf dan surah al-Ikhlâsh dan surah al-A’la.
6)      Surah yang dibawa dari Kota Madînah ke Kota Mekkah adalah QS.02:217. 04:97.
7)      Ayat yang dibawa ke Habasyah (Ethiopia) adalah QS.03:64. Pendapat lain mengatakan bahwa ayat ini dibawa ke Romawi.
D.    Urgensi Mengetahui Surah Makkiyah dan Madâniyah
1.        Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun belakangan dari kitab suci al-Qur’ân  
2.        Mudah diketahui mana ayat-ayat al-Qur’ân  yang hukum atau bacaan telah dinasakh dan dimana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila ada dua ayat yang menerangkan hukum sesuatu masalah, tetapi ketetapan hukumnya bertentangan yang satu dengan yang lainnya.
3.        Mengetahui dan mengerti sejarah pensyariatan hukum-hukum Islam (tarikh al-tasyri’) yang amat bijaksana dalam menetapkan peraturan-peraturan.
4.        Mengetahui hikmah disyariatkannya sesuatu hukum (hikmah al-tasyri’) dan bisa menambah kepercayaan orang terhadap kewahyuaan al-Qur’ân .
5.         Menungkatkan keyakinan orang terhadap kesucian, kemurnian, dan keaslian al-Qur’ân .
6.        Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah Islâmiyah.
7.        Mengerti perbedaan bentuk-bentuk bahasa  al-Qur’ân  yang dalam kedua surah tersebut terdapat perbedaan.
8.        Mengetahui kondisi masyarakat Kota Mekkah dan Kota Madînah, khususnya pada waktu ayat-ayat al-Qur’ân  diturunkan.



Muhammad Ababil
30 Januari 2019


[1] Nama lengkapnya adalah Makkî bin Abi Thâlib Hamusyî bin Muhammad bin Mukhtâr al-Qaisy al-Muqri’ di juluki dengan Abû Muhammad. Banyak sekali karya-karya yang ditulisnya tentang kajian Ulûm al-Qur’ân , ia mempunyai satu karya yang terkenal yaitu “Kitab Nasakh wa al-Mansukh.” Beliau dua kali pindah ke Mesir untuk menuntut ilmu.
[2] Nama lengkapnya adalah Abû Muhammad Abd al-‘Azîz Ahmad bin Sa’id al-Mishri al-Syafi’i. karyanya antara lain “al-Misbah al-Munir Fi Ilmi al-Tafsir”, “al-Taisir Fi Ilmi Tafsir/Mandhumah.”
[3] Jalâl al-Dîn  Abdurrahmân al-Suyûthi, Al-Itqân Fi Ulûm al-Qur’ân , (Riyadh, Saudi : al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Su’ûdiyah, Tanpa Tahun), Juz 1, hal. 44
[4] Penyebutan lafadz “Makkah” dalam al-Qur’ân  disebutkan dua kali QS.48:24, “Bakkah (Mekkah)” QS.03:96, term yang tidak menyebutkan secara langsung sebanyak 16 kali. QS.02:126. 03:96. 04:75,97. 06:92. 68:26. 13:31. 14:35. 17:76. 27:91. 26:07. 43:31. 48:24. 90:1,2, dan 3. 
[5] Lafadz Madînah (al) disebutkan sebanyak 14 kali, lafadz Qaryah (al) sebanyak 33 kali lafadz Balada 8 kali, Baladan 1 kali QS.02:126, al-Bilâd 5 kali, dan Baldah 5 kali dan lafadz Yatsrib 1 kali pada surah al-Ahzab ayat 33. Muhammad Fuâd Abd al-Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fâdz al-Qur’ân  al-Karîm bi Hâsyiyah al-Mushaf al-Syarîf, (Kairo : Dâr al-Hadîts, 2007M/1428 H). Cet-1.
[6] Abdullâh bin Yusûf al-Judai’, al-Muqaddimât al-Asâsiyah Fi Ulûm al-Qur’ân , (Libanon : Muassasah al-Rayyân, 2001), Juz 1, hal. 57
[7] Imam al-Suyûthi berkata : wahyu yang diturunkan di pelosok-pelosok atau sudut-sudut Kota Mekkah seperti Mina, ‘Arafah dan Hudaibiyah.
[8] Sedangkan wilayah sekitar sudut Kota Madinah adalah wahyu yang diturunkan di Badar, Uhud dan lainnya.
[9] Nashr Hamid Abû Zaid, Mafhûm al-Nash Dirâsah Fî Ulûm al-Qur’ân , Cet-1, (al-Maghrabi : al-Markaz al-Tsaqâfi, 2014), hal. 76
 [10]وَقَدْ أَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ مِنْ طَرِيقِ الْوَلِيدِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ عُفَيْرِ بْنِ مَعْدَانَ عَنِ ابْنِ عَامِرٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُنْزِلَ الْقُرْآنُ فِي ثَلَاثَةِ أَمْكِنَةٍ: مَكَّةَ وَالْمَدِينَةَ وَالشَّامَ " قَالَ الْوَلِيدُ: يَعْنِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ. وَقَالَ الشَّيْخُ عِمَادُ الدِّينِ بْنُ كَثِيرٍ: بَلْ تَفْسِيرُهُ بِتَبُوكٍ أَحْسَنُ.
Dikemukakan oleh Imam al-Thabarânî (Abu Qâsim al-Syâmi al-Hâfidh Sulaimân bin Ahmad bin Ayyûd al-Thabrânî)  dalam kitabnya “Al-Kabîr” dari jalan al-Walîd bin Muslim dari ‘Ufair bin Ma’dan dari Ibnu ‘Amir dari Abi Umamah ia berkata : Rasûlullâh Saw bersabda : “Al-Qur’ân  itu diturunkan pada tiga tempat ; Kota Mekkah, Kota Madînah dan Kota Syâm” al-Walîd berkomentar : yang dimaksud “Syâm” pada hadits tersebut adalah “Baitul Muqaddas”. Ibnu Katsîr berkomentar penafsiran “Syâm” yang lebih baik dalam hadits tersebut adalah “Tabuk.”

Riwayat yang lain dikemukakan oleh Abû Ayyûb, ia berkata :
وَقَالَ أَيُّوبٌ: سَأَلَ رَجُلٌ عكرمة عَنْ آيَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ فَقَالَ: "نَزَلَتْ فِي سَفْحِ ذَلِكَ الْجَبَلِ "- وَأَشَارَ إِلَى سَلْعٍ. أَخْرَجَهُ أَبُو نُعَيْمٍ فِي الْحِلْيَةِ.
“Ada seseorang yang bertanya kepada Sahabat Ikrimah, tentang sebuah ayat dari al-Qur’ân , maka Ikrimah pun menjawab : “Ayat ini turun di lereng gunung itu (sambil menunjuk kea rah Gunung Sala’).” HR. Abu Nu’aîm (nama lengkapnya adalah al-Hafidh Ahmad bin ‘Abdullâh bin Ahmad al-Asfihânî penulis kitab al-Mustakhraj ‘Ala Shahihain dan Tarikh al-Asbahan).

[11] Abdullâh Mahmûd Syahâtah, ‘Ulûm al-Qur’ân , (Kairo : Dar al-Gharib, 2002), Juz 1, hal. 46. Jalâl al-Dîn  al-Suyûthi, Al-Itqân Fi Ulûm al-Qur’ân …hal. 43-45 Dr. Nur al-Dîn Itr, ‘Ulûm al-Qur’ân  al-Karim, (Damaskus : Dâr al-Shabâh, 1993), hal. 55-56.
[12] Al-Hafidz Ahmad bin ‘Alî Ibnu Hajar al-Asqalânî (w. 856 H), Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhâri, Tahqîq : Syekh ‘Abd al-Rahmân bin Nâshir al-Barrâk, Cet-1, (Riyâdh, Saudi : Dâr al-Thayyibah, 2005), Juz 11, hal. 223 Hadits No. 5002, hadits yang semisal No. 3810, 3996, 5004.
[13] Abdul Djalal H.A, Ulûm al-Qur’ân  Edisi Lengkap, (Surabaya : Dunia Ilmu, 2013), hal. 99-100
[14] Abdullâh Mahmûd Syahâtah, ‘Ulûm al-Qur’ân …hal. 46-47. Abdul Djalal H.A, Ulûm al-Qur’ân …hal. 100
[15] Rosihon Anwar, Pengantar ‘Ulûmul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hal. 62
[16] Abdul Djalal H.A, Ulûm al-Qur’ân …hal. 100. Ahmad Zuhdi Dh, et.al, Studi al-Qur’ân , (Surabaya : UIN Sunan Ampel, 2017), hal. 137-174.
[17] Tim Forum Karya Ilmiah Raden, Al-Qur’ân  Kita : Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah, (Kediri : Lirboyo Press, 2013), hal.144.
[18] Ayat sajadah adalah ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’ân  yang bila dibaca disunnahkan bagi yang membaca dan mendengarnya untuk melakukan sujud tilawah
[19] Kisah Nabi Adam a.s dengan Iblis diceritakan sebanyak ± 7 kali, dengan beberapa lafadz yang bermiripan.
al-Ustâdz  Dr. ‘Abd Allâh bin Muhammad bin Ahmad al-Thayyâr, al-Âyah al-Mutasyâbihât : al-Tasyâbuh al-Lafdhî li al-Âyât Hikam wa Asrâr Fawâid wa Ahkâm, Cet-1, (Riyâdh : Dâr al-Tadmurayyah, 2009), hal.73-75
[20] Kadar M. Yusuf, Studi al-Qur’ân , (Jakarta : Amzah, 2010), hal. 56-57
[21] Rosihon Anwar, ‘Ulûm al-Qur’ân , (Bandung : Pustaka Setia, 2013), hal.106-107

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar