MENGAPA SURAT AL-TAUBAH TIDAK DIAWALI DENGAN BASMALAH.?



MENGAPA SURAT AL-TAUBAH TIDAK DIAWALI DENGAN BASMALAH.?

Dalam susunan mushaf  ustmani, surat al-Taubah terletak pada urutan ke-9 setelah surat al-Anfal. Surat al-Taubah memiliki nama, yaitu : al-Bara’ah, al-Fadhihah, al-Buhuts, al-Mub’atsirah, dan al-Muqashqasyah. Berbeda dengan surat-surat lainnya, surat al-Taubah tidak diawali dengan basmalah. Dalam pesoalan ini para ulama’ mengemukakan alasan yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut :
Pertama, peniadaan basmalah pada surat al-Taubah merujuk pada tradisi orang-orang arab. Apabila terkait perjanjian dengan satu kelompok, lalu hendak membatalkannya mereka mengirim surat yang tidak diawali dengan basmalah. Tatkala turun surat al-Taubah yang berisi pembatalan ikatan perjanjian antara Nabi Muhammad Saw dengan orang-orang kafir Mekkah, Nabi menyuruh Imam Ali bin Abi Thalib untuk membacakan surat itu di hadapan mereka tanpa didahului basmalah untuk menyesuaikan kebiasaan orang-orang Arab. (pendapat ini dikemukakan oleh al-Mubarrad dan yang lainnya).
Kedua, peniadaan basmalah pada surat al-Taubah merujuk pada jawaban Imam Ali bin Abi Thalib. Ketika ditanya alasannya tidak mencatumkan basmalah kepada surat al-Taubah, ia menjawab : “Basmalah merupakan isyarat keamanan dan kedamaian sedangkan surat al-Bara’ah (al-Taubah) diturunkan dalam suasana perang”. (pendapat ini dikemukakan oleh Abu al-Syaikh dan Ibnu Mardawih dari Sahabat Ibnu ‘Abbas [Abdullah bin Abbas]).
Ketiga, peniadaan basmalah pada surat al-Taubah merujuk pada dialog antara Sahabat Abdullah bin Abbas dengan Ustman bin ‘Affan. Ibnu Abbas bertanya kepada Usman : “anda mengategorikan surat al-Anfal sebagai kelompok al-Matsani dan al-Bara’ah sebagai kelompok al-Mi’un. Anda menggandengkan keduanya..?”. Ustman menjawan : “ketika beberapa ayat turun, Nabi Muhammad memanggil sebagian penulis wahyu dan memerintahkan kepada mereka untuk meletakkan ayat-ayat itu pada surat yang di dalamnya terdapat ayat... dan ayat... Surat al-Anfal merupakan salah satu surat yang turun pertama kali di Madinah, sedangkan al-Bara’ah (al-Taubah) merupakan surat yang paling terakhir turun. Kisah-kisah yang terdapat pada kedua surat itu saling bermiripan sehingga saya (baca: Ustman) menduga bahwa surat al-Taubah termasuk bagian surat al-Anfal. Oleh karena itu, saya menggandengkan antara keduanya dan tidak mencantumkan basmalah antara keduanya”. (riwayat ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, dari Sahabat Abdullah bin Abbas dengan jalur sanad Shahih).
Keempat, tim penulis Mushaf pada masa Sahabat Ustman bin Affan berselisih pendapat tentang eksistensi surat al-Anfal dan al-Bara’ah, “apakah merupakan dua surat atau satu surat”.  Sebagai jalan tengahnya, kedua surat tetap dipisahkan untuk menghormati pendapat bahwa keduanya merupakan dua surat, dan keduanya tidak ditulis basmalah untuk menghormati pendapat bahwa keduanya merupakan satu surat. (riwayat ini disampaikan oleh Kharijah, Abu Ashmah). [1]
Kelima, Malaikat Jibril menurunkan surat al-Taubah tanpa menyebutkan basmalah di awalnya. (pendapat ini dikemukakan oleh Al-Qusyairi).[2]

Kritik dan saran bisa anda kirim di E-mail Kami : Ababilkrejengan@gmail.com




[1] Shihabuddin al-Alusi, Tafsir al-Ruh al-Ma’ani, Juz 3, hal. 333
[2] Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an, Cet-1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2009), hal. 51-21.

Makalah Ulum Al-Qur'an Lengkap by Ababil Krejengan


Makalah Ulum Al-Qur'an
Definisi Al-Qur'an, Ulum Al-Qur'an, Ruang lingkup dan pokok bahasan



KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada kita semua dan shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan kehadirat Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabat serta para pengikutnya yang senantiasa pada sunnahnya pada akhir zaman. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
            Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia yang di dalamnya menjelaskan tentang segala sesuatu sebagai pedoman bagi kehidupan sehari-hari. Maka seyogyanya setiap orang islam harus senantiasa mempelajari dan mengkaji apa-apa yang ada didalamnya, karena semakin banyak kita mengkaji Al-Qur’an maka akan semakin banyak kita menemukan khazhanah keilmuan yang ada didalamnya serta hikmah-hikmah yang belum kita dapat sebelumnya. Diantara hikmah dan fungsi Al-Qur’an itu adalah Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk, pedoman hidup dan obat.
            Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :
1.        Ibu dan Bapak yang senantiasa mengiringi langkah kami dengan do’a dan dukungannya.
2.        Al Ust. Imam Muttaqin, Lc, M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Study Ulum Al-Qur’an.
3.        Rekan-rekan sesama mahasiswa Jurusan PAI Fakultas Tarbiah Institut Zainul Hasan Genggong Kraksaan Probolinggo.
4.        Semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah membantu terwujudnya makalah ini.
Pemakalah menyadari, makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa terbuka menerima masukan untuk perbaikan makalah ini. Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat membantu kelancaran kuliah kami khususnya, dan perkuliahan Study Ulum Al-Qur’an umumnya. Amin!
Kraksaan,   ...............
Penyusun,

Kelompok 1


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. 1
DAFTAR ISI.............................................................................................. 2
BAB I   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ............................................................................... 3    
B.     Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C.     Manfaat .......................................................................................... 4      
D.    Tujuan ............................................................................................ 4        
BAB II PEMBAHASAN
  1. Pengertian Al-Qur’an ........................................................... 5
a)      Pengertian Al-Qur’an secara Etimologi ....................... 5
b)      Pengertian Al-Qur’an secara Terminologi ................... 8
  1. Pengertian Ulum Al-Qur’an ................................................. 10
a)      Pengertian Ulum Al-Qur’an secara Etimologi ............. 10
b)      Pengertian Ulum Al-Qur’an secara Terminologi ......... 11
  1. Ruang lingkup Pembahasan Ulum Al-Qur’an......................... 11
  2. Cabang-cabang Pokok Pembahasan Ulum Al-Qur’an.............. 14

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ..............................................................................
B.     Kritik dan Saran .......
           
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Pada Umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci Al-Quran sebagai landasan dalam hidup, untuk itu, pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar dimengerti. Selain merupakan sumber utama bagi ajaran islam, Al-qur’an  juga sebagai pedoman, sumber rujukan bagi umat islam yang universal, baik meyangkut kehidupan dunia maupun akhirat.
Syekh Abdullah Darraz, dalam kitabnya Al Naba’ Al ‘Adzim, menulis tentang Al-Qur’an :
“Apabila anda membaca Al-Qur’an, maknanya akan jelas di hadapan anda. Tetapi bila anda membacanya sekali lagi, akan anda temukan pula makna-makna lain yang berbeda dengan makna-makna sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai-sampai anda (dapat) menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam, semuanya benar atau mungkin benar. (Ayat-ayat Al-Qur’an) bagaikan Intan : setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil,  jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang anda lihat. [1]
Para ulama’ telah berbeda pendapat di dalam menjelaskan kata dan definisi Al-Qur’an, cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian.[2]
Ulum Al-Qur’an atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan atau berkaitan dengan Al-Qur’an, dan pembahsan itu menyangkut materi-materi pokok-pokok pembahasan Ulum Al-Qur’an di antaranya ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu asbabul nuzul, ilmu nasakh mansukh dan ilmu-ilmu yang lainnya   yang berkolerasi dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari pembahasan Ulumul Qur’an.
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang ke otentikannya di jamin oleh Allah SWT, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara, hal ini sesuai dengan fiemannya ”Inna Nahnu Nazzalnazd Dzikra’ wa Inna Lahu Lahafidhun..” (sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya ), (Qs. Al Hijr : 09) Ayat ini memberikan tentang kesucian dan kemurnian Al-Qur’an selama-lamanya.
Demikianlah Allah SWT menjamin keotentikan Al-Qur’an, jaminan yang diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama umat manusia. Dengan jaminan ayat diatas, setiap musim percaya bahwa apa yang dibaca dan di dengarnya sebagai Al-Qur’an tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah di baca oleh Rasulullah SAW., dan didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi SAW.[3]
Mengingat banyaknya ilmu yang ada kaitan dengan pembahasan Al-Qur’an, ruang lingkup pembahasan Ulum Al-Qur’an itu jumlahnya sangat banyak. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al-Qur’an itu mencapai 77.450. Hitungan ini diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Qur’an dengan empat, karena masing-masing kalimat mempunyai makna zhahir, bathin, had, dan mutlak.[4]  Demikian dengan pembahasan cabang-cabang pokok pembahasan UlumAl-Qur’an.
B.            Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut;
1.    Apa definisi kata dan pengertian Al-Qur’an secara etimologi dan terminology.?
2.    Apa definisi kata dan pengertian Ulum Al-Qur’an secara etimologi dan terminology.?
3.    Apa saja ruang lingkup pembahasan Ulum Al-Qur’an.?
4.    Apa saja cabang-cabang pokok pembahasan Ulum Al-Qur’an.?

C.           Manfaat
Untuk mengetahui definisi kata dan pengertian Al-Qur’an, Ulum Al-Qur’an secara etimologi dan terminology, serta apa saja ruang lingkupdan dan cabang-cabang pokok pembahasan Ulum Al-Qur’an.
D.           Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini penulis bertujuan untuk memenuhi mata kuliah Studi Ulum Al-Qur’an dan memberikan penjelasan-penjelasan yang konfrehensif berdasarkan referensi buku-buku ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Al-Qur’an
  1. Pengertian Al-Qur’an secara Etimologi
Para ulama’ telah berbeda pendapat di dalam menjelaskan kata dan definisi Al-Qur’an secara etimologi, cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian.[5]
Paling tidak, ada lima pendapat para ulama’ yang menerangkan pengertian Al-Qur’an menurut etimologi ini, yakni :
a)      Al-Lihyani, (w.355 H)
Kebanyakan ulama’ mengatakan bahwa kata Al-Qur’an  itu adalah lafadz masdar yang semakna dengan lafadz Qiraa’atan, mengikuti wazan Fu’lana yang di ambil dari lafadz qara’a-yaqra’it-qiraa’atan dan seperti lafal ; syakara-syukraana dan ghafara-ghufraana debgab arti kumpul atau menjadi satu.
Maksutnya, huruf-huruf dan lafal-lafal ada kalimat-kalimat Al-Qur’an yang terkumpul menjadi satu mushhaf.  Dengan demikian, kata Qur’an berupa mahmuz yang “hamzah” nya asli dan “nun” nya zaidah (tambahan). Contoh seperti dalam Qs. Al-Qiyamah : 17-18
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ   #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ  
Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. (Qs. Al-Qiyamah : 17-18)
b)      Az-Zujaj, (w.311 H)
Lafal Al-Qur’an itu berupa isim sifat, ikut wazan fu’lan yang di ambil dari kata: Al-Qar’u yang berarti kumpul pula.
Maksutnya, semua ayat, surah, hukum-hukum dan kisah-kisah Al-Qur’an itu berkumpul menjadi satu. Al-Qur’an mengumpulkan intisari semua kitab-kitab suci dan seluruh ilmu pengetahuan.
 Contoh dalam Qs. An-Nahl : 89 dan Qs. Al-An’am : 38
 $uZø9¨tRur šøn=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« Yèdur ZpyJômuur 3uŽô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
Artinya : “Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.(Qs. An-Nahl :89)
$¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u šcrçŽ|³øtä ÇÌÑÈ  
Artinya :”Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab* kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”(Qs. Al-An’am : 38)
____________
*Sebagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.

Dengan demikian, kata Al-Qur’an itu berupa isim mahmuz yang hamzah nya asli dan nun nya tambahan (zaidah).
c)      Abu Musa Al-Asy’ari, (w.324 H)
Lafal Al-Qur’an itu adalah isim musytaq ikut wazan fu’lan, yang di ambil dari kata Al-Qarnu seperti dari kalimat : Qarantu Asy-Sya’ia bis Sya’I, yang berarti : “saya mengumpulkan sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
Maksutnya, kitab Al-Qur’an  dinamakan demikian, karena ayat-ayat, surah-surah, dan huruf-huruf berkumpul menjadi satu dalam mushhaf Al-Qur’an itu. Jadi, menurut pendapat ini (Abu Musa Al-Asy’ari), lafal Qur’an  itu bukan isim mahmuz, sehingga “nun” nya asli dan “hamzah” nya zaidah.
d)     Al-Farra’, (w.207 H)
Lafal Al-Qur’an itu berupa isim musytaq ikut wazan fu’lan, di ambil dari lafal Al-Qara’in, bentuk jama’ dari kata Qarinah yang berarti bukti.
Maksutnya, kitab Al-Qur’an  dinamakan demikian, karena sebagiannya membuktikan kebenaran sebagian yang lain. Jadi menurut pendapat ini (Al-Farra’), lafal Qur’an juga bukan isim mahmuz, sehingga “hamzah” nya zaidah dan “nun” nya asli.
e)      Asy-Syafi’I, (w.204 H)
Lafal Al-Qur’an bukan isim musytaq yang diambil dari kata yang lain, melainkan isim murtajal (isim yang sejak awal diciptakannya sudah berupa isim alam/nama), yakni nama dari kitab Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan selalu di sertai dengan Alif, Lam,atau Al.

            Dari lima pendapat tersebut, pendapat pertamalah yang lebih tepat. Sebab, pendapat pertama tersebut relevan dengan kaidah-kaidah Bahasa Arab dan ilmu sharraf. Sedangkan empat pendapat yang lain tersebut lepas dari kaidah-kaidah nahwu-sharraf serta tidak relevan dengan ungkapan Bahasa Arab.[6]

Namun berbeda dengan pendapat dikalangan Orientalis,
Menurut Kalangan Orientalis[7] (Schawally, Welhausen, dan Horafitz, Bergtrasser, Jeffery, Mingana, Pretzl, Tisdal) dan lainnya..
Kalangan orientalis berpendapat bahwa, Kata Al-Qur’an adalah pinjaman dari kata Kiryana. Kiryana dalam bahasa IBRANI atau SURYANI yang berarti bacaan atau yang dibaca. Mereka dengan tegas menjelaskan bahwa kata Qira’at dengan arti membaca TIDAK berasal dari kata Bahasa Arab Asli.[8]


  1. Pengertian Al-Qur’an secara Terminologi
Demikian pula dikalangan para ulama’ juga berselisih dalam memberi definisi Al-Qur’an secara terminology (istilah), di antaranya :

a)   Dr. Subhi Al Salih (Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an):
القُرأن هو الكتابُ المُـعجزُ المنـزَّلُ على النّبيُّ صلى الله عليه وسلم المكتوبُ في المَصاحِف المنقولُ عليه بالتَّواتُر المُتعبَّدُ بتلاوتِه ـ
Artinya : “Al-Qur’an adalah firman Allah yang bersifat atau berfungsi mukjizat ( sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang dinukil atau diriwayatkan dengan jalan mutawatir, dan yang dipandang beribadah membacanya”.[9]
b)   Syekh Manna’ Al-Qaththan (Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an) :
كلام الله المُنزَّلُ على محمّد صلّى الله عليه سلم المُتعبّدُ بتلاَوتهِ ـ
Artinya : “Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan membacanya memperoleh pahala”.[10]
c)    Syekh Al-Jurjani (At-Ta’rifat) :
هوالمُنزَّلُ على الرّسولِ المكتُوبُ في المَصاحِف المنقولُ عنهُ نَـقْلاً مُتواترًا بلاَشُبْهةٍ ـ
Artinya : “yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, yang ditulis di dalam mushaf dan yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan”[11] 

d)   Syekh Muhammad Abu Syahbah (Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim) :
هوكتابُ الله عزّوجلَّ المُنزَّل على خاتَـمِ أنبيائهِ محمّد صلّى الله عليه سلم بلفظهِ ومعناهُ ، المنْقولُ بالتَّواتُر المفيدُ للقطْع و اليقينِ المكتُوبُ في المَصاحِف من أوّلِ سورةِ الفاتحةِ إلى أخرسورَةِ الـنَّاسِ ـ   
Artinya: “ Kitab Allah yang diturunkan –baik lafal maupun maknanya- kepada Nabi terakhir Muhammad SAW, yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni penuh dengan kepastian dan keyakinan (akan kesesuaiannya dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad), yang ditulis pada mushaf mulai dari awal surah Al-Fatihah sampai akhir surah An-Nas “.[12]  
e)    Kalangan Pakar Ushul Fiqh, Fiqh, dan Bahasa Arab ( Ulum Al-Qur’an 2013):
كلام الله المُنزَّلُ على نبيّهِ محمّد صلّى الله عليه سلم المُـعجزُ بتلاوتِه المنقُولُ بالتَّواتُر, المكتُوبُ في المَصاحِف من أوّلِ سورةِ الفاتحةِ الى أخرسورَةِ الـنَّاسِ ـ
Artinya : “Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad yang lafal-lafalnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari awal surah Al-Fatihah sampai akhir surah An-Nas”.

  1. Pengertian Ulum Al-Qur’an
1.        Pengertian Ulum Al-Qur’an secara Etimologi
Secara etimologi, ‘Ulum Al-Qur’an terdiri dari dua kata, yakni ‘Ulum  dan Al-Qur’an. ‘Ulum  adalah jama’ dari Al-‘Ilim yang berarti membaca atau mengumpulkan.[13]
Para filsafat mendefinisikan kata “Ilmu” sebagai suatu gambaran tentang sesuatu yang terdapat pada akal. [14]
Para teologi mendefinisikan kata “Ilmu” adalah suatu sifat yang dengan sifat itu orang yang mempunyainya akan menjadi jelaslah baginya sesuatu urusan.[15]
Menurut Abu Musa Al-‘Asy’ari (w.324 H), “Ilmu” itu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu membedakan dengan panca indranya, sehingga tidak mungkin mengakibatkan berlawanan.[16]
Imam Al-Ghazali, secara umum arti “Ilmu” dalam istilah syarak adalah ma’rifat terhadap Allah SWT, terhadap tanda-tanda kekuasaan-Nya, terhadap perbuatan-perbuatan-Nya, pada hamba-hamba-Nya, dan mahkluk-Nya.[17]
Syekh Ad-Damanhuri di dalam kitabnya Idhahul Mubham fi Ma’anis Sullah, mengatakan :
إِدْرَكُ مُفْرَدٍ بِتَصَوُّرِعلْمٍ   وَدَرْكُ نِسْبَةٍ بِتَصْدِيقِ وُسِمَ
“Menemukan makna kata tunggal disebut Ilmu Tashawwur, dan menemukan hubungan makna antara kata-kata tunggal itu dusebut Ilmu Tashdiq”
            Syekh Ad-Damanhuri membagi Ilmu itu ada dua macam, yaitu:
a)      Ilmu Tashawwur, yaitu ilmu yang menjelaskan sesuatu kesatuan.
b)      Ilmu Tashdiq, yaitu ilmu yang menjelaskan hubungan sesuatu itu dengan yang lain.[18]

Kesimpulannya kata “Ulum”  dalam Ulum Al-Qur’an;  Ilmu ialah mengetahui masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin pengetahuan yang terdapat dalam akal pikiran, sehingga mengharuskan pemiliknya mampu membedakan sesuatu dari yang lain, setelah jelas baginya sesuatu tersebut.
Adapun kata “Al-Qur’an”  telah kami jelaskan dibagian sebelumnya, baik secara etimologi maupun terminologi. WaAllahu A’lam.   

2.        Pengertian Ulum Al-Qur’an secara Terminologi
a)      Syekh Jalaluddin bin Kamaluddin As Suyuthi (Itmamud Dirayah) :
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ أَحْوَالِ الْكِتَابِ الْعَزِيْزِ مِنْ جِهَّةِ نُزُوْلِهِ وَسَنَدِهِ وَأَدَبِهِ وَأَلْفَاظِهِ وَمَعَانِيْهِ المْـُتَعَلِّقَةِ بِالْأَحْكَامِ وَغَيْرِ ذَالِكَ ـ
Ulum Al-Qur’an adalah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan al-qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya”
b)    Syekh Manna’ Al-Qaththan  (Mabahits fii Ulum Al-Qur’an):
اَلعلمُ الّذي يتناوَلُ الأَبْحــَاثَ المُتعاِّقةَ بالقرأن من حيثُ معرفةٍ أسباب النزولِ وجمعِ القرأن وترتيبهِ ومعرفةِ المَكِّيِّ والمدانيِّ والنّاسخِ والمَنسُخِ والمُحكمِ والمتشابهِ إلى غيرذالك مِـمّالهُ صِلةٌ بالقرأنِ ـ
“Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dari sisi informasi tentang asbabun nuzul, kodifikasi dan tertib penulisan Al-Qur’an, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah (makkiyah), dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah (madaniyah), dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Al-Qur’an”[19]
c)      Syekh ‘Abdul ‘Adzim Al-Zarqani (Manahil Al-‘Irfan ):
مَباحث تتعلَّقُ بالقرأنِ الكريمِ من ناحيةِ نُزولهِ وتَرتيبهِ وجَـمعهِ وكتابتِه وقِراءَته وتفسيرهِ وإعجـازهِ وناسخِه ومنسوخِهِ ودفعِ الشُّبَهِ عنهُ و نحوِ ذلكَ ـ
“Beberapa pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an, dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh, mansukh, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal-hal yang lain”.[20]
d)     Syekh  Muhammad Abu Syahbah (Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim):
علمٌ ذُومَباحثَ تتعلَّقُ بالقرأنِ الكريمِ مِن حيثُ نزولهِ وتَرتيبهِ وكتابتِه وجَمعهِ وقِراءَته وتفسيرهِ وإعجازهِ وناسخِه ومنسوخِهِ ومُـحْكامهِ ومُتشابـِههِ إلى غيرِ ذَلكَ من الْمَـبَاحثِ الَّتيْ تُذْكـرُ فيْ هذَا العِلم ـ
“Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain”[21]

C.           Ruang Lingkup Pembahasan Ulum Al-Qur’an
Definisi di atas menggambarkan bahwa Ulum Al-Qur’an mencakup bahasan yang sangat luas, antara lain ilmu nuzulul qur’an, asbabun nuzul, qiro’ah, nasakh dan mansukh dan fawatihus suwar dan masih banyak yang lainnya.  Ibnu ‘Arobi (w.544H), seperti yang dikutip oleh Syekh Badruddin  Muhammad Az-Zarkasyi dalam kitabnya Al-Burhan fii ‘Ulumil Qur’an Juz 1 hal,17, mmenyebutkan, ulumul qur’an mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan bilangan kata-katanya.[22] Hal itu sesuai dengan pendapat sebagian kaum salaf, yang melihat bahwa setiap kata dalam Al-Qur’an mempunyai makna lahir dan batin, serta hubungan hubungan dan susunannya.
Prof. Dr. Hasbie Ash-Shiddieqy, berpendapat bahwa Ruang Lingkup Pembahasan Ulum Al-Qur’an terdiri dari enam hal pokok sebagai berikut:
Pertama, Persoalan Turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu (a) waktu dan tempat turunnya Al Qur’an, (b) sebab-sebab turunnya Al Quran, (c) dan sejarah turunnya Al quran. 
Kedua, Persoalan Sanad (Rangkaian Para Periwayat).
Persoalan ini menyangkut enam hal; (a)  Riwayat mutawatir, (b) Riwayat ahad, (c) Riwayat  syaz, (d) Riwayat qiraat Nabi, (e) Para periwayatnya dan para penghafal Al-Quran, (f) Cara tahammul (penerimaan/penyebaran riwayat).
Ketiga, Persoalan Qira’at (cara membaca al quran)
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut, (a) Waqof (cara berhenti), (b) Ibtida’ (cara memulai), (c) Imalah, (d) Madd (bacaan yang dipanjangkan), (e) Takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah), (f) Idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, Persoalan Kata-kata Al-Qur’an
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut, (a) Ghorib (kata-kata yang asing), (b) Mu’rob (menerima perubahan akhir kata), (c) Majaz (metafora), (d) Musytarak (lafal yang mengandung lebih dari satu makna), (e) Murodif (sinonim), (f) Tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna-makna al quran yang berhubungan dengan Hukum,
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut, (a) Makna bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, (b) ‘Amm (umum) yang dimaksud khusus, (c) ‘Amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah,(d) Nash, (e) Makna dzahir, (f) Makna mujmal (bersifat global), (g)  Makna Mufassal (dirinci), (h) yang mantuq (makna yang berdasarkan kontek pembicaraan), (i) Makna mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), (j) mutlaq (tidak terbatas),(k)  yang muqoyyad (terbatas), (L) yang muhkam (kukuh, jelas) (m) mutashabih (samar), (n) yang muskhil (maknanya pelik), (o) yang nasikh (menghapus), dan (p) mansukh (dihapus), (q) muqaddam (didahulukan), (r) muakhor ( dikemudiankan), (s) ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan (t) yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, Persoalan Makna-makna Al-Qur’an yang Berpautan dengan Kata-kata Al-Qur’an,
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut, (a) Fasl (pisah), (b) Washl (berhubungan), (c) I’jaz (singkat), (d) Ithnab (panjang),  (e) Musawah (sama/seimbang) dan (f) Qashr (pendek).[23]

D.           Cabang-Cabang (Pokok Pembahasan) ‘Ulum Al-Qur’an
Diantara cabang-cabang (pokok pembahasan) ‘Ulum Al-Qur’an adalah sebagai berikut;
  1. Ilmu Adabut Tilawah (ilmu-ilmu yang menerangkan aturan-aturan dalam pembacaan Al-Qur’an).
  2. Ilmu Tajwid (ilmu-ilmu yang menerangkan cara-cara membaca Al-Qur’an, tempat memulai (Ibda’) atau tempat berhenti (waqof)).
  3. Ilmu Mawathin An-Nuzul (ilmu yang menerangkan tempat-tempat, musim, awal, dan akhir turunnya ayat).
  4. Ilmu Tawarikh An-Nuzul (ilmu yang menerangkan masa dan urutan turunnya ayat, satu demi satu dari awal hingga akhir turunnya).
  5. Ilmu Asbab An-Nuzul (ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya Ayat Al-Qur’an).
  6. Ilmu Qira’at (ilmu yang menerangkan ragam bacaan Al-Qur’an yang telah diterima oleh Rasulullah saw, Qira’at ini apabila dikumpulkan terdiri atas 10 macam, ada yang shahih da nada pula yang tidak shahih.
  7. Ilmu Gharib Al-Qur’an (ilmu yang menerangkan kata makna-makna yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab Konvensional (percakapan sehari-hari), ilmu ini menerangkan kata-kata yang halus, tinggi, dan asing.
  8. Ilmu ‘I’rab Al-Qur’an (ilmu yang menerangkan harkat Al-Qur’an dan kedudukan sebuah kata dalam kalimat).
  9. Ilmu Wujuh wa An-Nazha’ir (ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna lebih dari satu).
  10. Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam wa Al-Mutasyabih (ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas) dan dipandang mutasyabih (samar-samar)).
  11. Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh (ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang mansukh oleh sebagian mufassir).
  12. Ilmu Badi’u Al-Qur’an (ilmu yang menerangkan tentang Etestika (keindahan) susunan bahasa Al-Qur’an).
  13.  Ilmu ‘I’jaz Al-Qur’an (ilmu yang menerangkan segi-segi kekuatan Al-Qur’an sehingga dipandang sebagai suatu mukjizat dan dapat melemahkan penentang-penentangnya).
  14. Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an (ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya).
  15. Ilmu Aqsam Al-Qur’an (ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Allah swt, yang terdapat di dalam Al-Qur’an).
  16. Ilmu Amtsal Al-Qur’an (ilmu yang menerangkan perumpamaan-perumpamaan Al-Qur’an yang dikemukakan didalamnya).
  17. Ilmu Jadal Al-Qur’an (ilmu yang menerangkan macam-macam perdebatan yang telah dihadapkan Al-Qur’an kepada segenap kaum musyrikin dan kelompok lainnya).[24]

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulan;
Al-Qur’an adalah Firman Allah yang Mu’jiz  yang  diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir  (Muhammad saw,) dengan perantara Malaikat Jibril as. yang ditulis dalam mushaf disampaikan kepada kita secara mutawatir dan  dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas, dan membacanya memperoleh pahala.
Ulum Al-Qur’an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an, dan pembahasan tersebut sangatlah luas di antaranya, menyangkut materi-materi Nuzul Al-Qur’an, Asbab an-Nuzul, Nasikh-Mansukh, I’jaz Al-Qur’an dan lain-lain yang telah disebutkan di atas.
Ruang Lingkup Pembahasan Ulum Al-Qur’an meliputi  pembahasan (a) Persoalan Turunnya Al-Qur’an dan perinciannya, (b) Persoalan Sanad dan perinciannya, (c) Persoalan Qira’at dan perinciannya, (d) Persoalan Kata-kata Al-Qur’an dan perinciannya, (e) Persoalan Makna-makna Al-qur’an yang berkaitan dengan hukum dan perinciannya, (f) Persoalan Makna-makna Al-Qur’an yang berpautan dengan Kata-kata Al-Qur’an dan perinciannya.
Cabang-cabang Pokok Pembahsan Ulum Al-Qur’an meliputi di antaranya tentang; (a) ilmu adabut tilawah, (b) ilmu tajwid, (c) ilmu mawathin nuzul, (d) ilmu asbab an-nuzul, (e) ilmu qira’at, (f) ilmu tawarikh an-nuzul, (g) ilmu gharib Al-Qur’an, (h) ilmu I’rab Al-Qur’an (i) ilmu wujuh wa an-nazhair, (j) ilmu ma’rifat al-muhkam wa  al-mutasyabih, (k)  ilmu nasikh wa al-mansukh, (l) ilmu badai’u Al-Qur’an, (m) ilmu I’jaz Al-Qur’an, (n) ilmu tanasub ayat Al-Qur’an, (o) ilmu aqsam Al-Qur’an, (p) ilmu amtsal Al-Qur’an, (q) ilmu jadal Al-Qur’an dan perinciannya yang telah kami jelaskan di Bab II (pembahasan).
B.            Kritik dan Saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang penulisan pasti tidak lepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat. Dan kami sebagai penyusun Makalah ini menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan para pembaca, khususnya pembimbing mata kuliah Studi Ulum Al-Qur’an . Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif, agar dapat dibuat acuan dalam terselesainya makalah kami yang berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA



[1] Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Cet-XXXVIII, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 16
[2] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Cet-IV (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hal. 31
[3] Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an.... Ibid, 21
[4] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an,... Ibid, 14
[5] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an,... Ibid,31
[6] H. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, Cet-XI, (Surabaya:  CV Dunia Ilmu, 2013), hal. 4-6
[7] Orientalis berasal dari Bahasa Inggris dari kata orientalist yang artinya ketimuran. Orientalis yang  mengandung pengertian orang yang mempelajari seni, agama, budaya, geografi, sejarah, kesusastraan, bahasa, dan lain-lain yang berkenaan dengan Negara-negara timur atau ketimuran.
Dr. Edward Said membagi empat fase tentang orientalisme, ;
1)       Fase pertama, Orientalis adalah suatu cara untuk memahami dunia timur, berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pengalaman manusia Barat Eropa.
2)       Fase kedua, Orientalis adalah suatu gaya berfikir yang berdasar pada perbedaan ontologis (pembahasan tentang yang ada), dan epistimologi (pembahasan tentang teori pengetahuan yang benar) yang di buat antara timur dan barat.
3)       Fase ketiga, Orientalis adalah suatu yang di definisikan lebih historis dan material dari kedua arti yang telah diterangkan sebelumnya. Hal ini di mulai pada abad ke-18 M.
4)       Fase keempat, yaitu sekitar abad ke-19 sampai abad ke-20, telah dibuat asumsi bahwa dunia timur dengan segala isinya, jika bukan secara paten inferior (bermutu rendah) terhadap barat, maka ia memerlukan kajian korektif (pembenaran/koreksi) oleh barat. Lihat ; www.moh-ababil.blogspot.com
[8] Liliek Chana Aw, Ulum Al-Qur’an, Cet- V, (Surabaya: Kopertais IV, 2013), hal. 06.
[9] Mashuri Sirojuddin Iqbal, Pengantar Ilmu Tafsir Edisi Revisi,(Bandung: Angkasa, 2009), 02 Lihat pula : Masyfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), hal. 02
[10] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an,... hal. 33,   Lihat pula : Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, hal. 21
[11] Rasihon Anwar, Ibid : 33,  Lihat pula : Al-Jurjani, Ta’rifat, (Jeddah: Ath-Thaba’ah wa An-Nasyr wa Tauzi’ tt), hal. 174
[12] Rasihon Anwar, Ulum Al-Qur’an.... Ibid : 33  Lihat pula : Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, Mabahits fii Ulum Al-Qur’an, (tp: Masyurat Al-‘Ashr Al-Hadits, 1973), hal.07
[13] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an,Cet-2, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 01.
[14] H. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,... hal. 02
[15] Ibid... hal, 02
[16] Ibid... hal. 02
[17] Ibid... hal. 02
[18] Ibid... hal. 03
[19] Rasihon Anwar, Ulum Al-Qur’an....12,  Lihat pula; Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, hal.15-16
[20] Muhammad Abdul ‘Adzim Al-Zarqani, Manahi Al-‘Irfan, (Beirut; Dar Al-Fikr, tt), hal. 27. Lihat pula; Rasihon Anwar, Ulum Al-Quran,... hal. 12
[21] Rasihon Anwar, Ulum Al-Qur’an... hal. 13
[22] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2010), hal, 2-3. Lihat pula; Badruddin Muhammad Az-Zarkasyi bin Abdullah, Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Juz-1, (Beirut: Dar Al-Jill, 1988), hal. 17
[23] T.M. Hasbie Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta; Bulan Bintang, 1994), hal. 100-102, Lihat pula; Rasihon Anwar, Ulum Al-Qur’an....,  hal. 14-16.
[24] Rasihon Anwar, Ulum Al-Qur’an... hal. 16-17.