MENGAPA SURAT AL-TAUBAH TIDAK DIAWALI DENGAN BASMALAH.?



MENGAPA SURAT AL-TAUBAH TIDAK DIAWALI DENGAN BASMALAH.?

Dalam susunan mushaf  ustmani, surat al-Taubah terletak pada urutan ke-9 setelah surat al-Anfal. Surat al-Taubah memiliki nama, yaitu : al-Bara’ah, al-Fadhihah, al-Buhuts, al-Mub’atsirah, dan al-Muqashqasyah. Berbeda dengan surat-surat lainnya, surat al-Taubah tidak diawali dengan basmalah. Dalam pesoalan ini para ulama’ mengemukakan alasan yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut :
Pertama, peniadaan basmalah pada surat al-Taubah merujuk pada tradisi orang-orang arab. Apabila terkait perjanjian dengan satu kelompok, lalu hendak membatalkannya mereka mengirim surat yang tidak diawali dengan basmalah. Tatkala turun surat al-Taubah yang berisi pembatalan ikatan perjanjian antara Nabi Muhammad Saw dengan orang-orang kafir Mekkah, Nabi menyuruh Imam Ali bin Abi Thalib untuk membacakan surat itu di hadapan mereka tanpa didahului basmalah untuk menyesuaikan kebiasaan orang-orang Arab. (pendapat ini dikemukakan oleh al-Mubarrad dan yang lainnya).
Kedua, peniadaan basmalah pada surat al-Taubah merujuk pada jawaban Imam Ali bin Abi Thalib. Ketika ditanya alasannya tidak mencatumkan basmalah kepada surat al-Taubah, ia menjawab : “Basmalah merupakan isyarat keamanan dan kedamaian sedangkan surat al-Bara’ah (al-Taubah) diturunkan dalam suasana perang”. (pendapat ini dikemukakan oleh Abu al-Syaikh dan Ibnu Mardawih dari Sahabat Ibnu ‘Abbas [Abdullah bin Abbas]).
Ketiga, peniadaan basmalah pada surat al-Taubah merujuk pada dialog antara Sahabat Abdullah bin Abbas dengan Ustman bin ‘Affan. Ibnu Abbas bertanya kepada Usman : “anda mengategorikan surat al-Anfal sebagai kelompok al-Matsani dan al-Bara’ah sebagai kelompok al-Mi’un. Anda menggandengkan keduanya..?”. Ustman menjawan : “ketika beberapa ayat turun, Nabi Muhammad memanggil sebagian penulis wahyu dan memerintahkan kepada mereka untuk meletakkan ayat-ayat itu pada surat yang di dalamnya terdapat ayat... dan ayat... Surat al-Anfal merupakan salah satu surat yang turun pertama kali di Madinah, sedangkan al-Bara’ah (al-Taubah) merupakan surat yang paling terakhir turun. Kisah-kisah yang terdapat pada kedua surat itu saling bermiripan sehingga saya (baca: Ustman) menduga bahwa surat al-Taubah termasuk bagian surat al-Anfal. Oleh karena itu, saya menggandengkan antara keduanya dan tidak mencantumkan basmalah antara keduanya”. (riwayat ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, dari Sahabat Abdullah bin Abbas dengan jalur sanad Shahih).
Keempat, tim penulis Mushaf pada masa Sahabat Ustman bin Affan berselisih pendapat tentang eksistensi surat al-Anfal dan al-Bara’ah, “apakah merupakan dua surat atau satu surat”.  Sebagai jalan tengahnya, kedua surat tetap dipisahkan untuk menghormati pendapat bahwa keduanya merupakan dua surat, dan keduanya tidak ditulis basmalah untuk menghormati pendapat bahwa keduanya merupakan satu surat. (riwayat ini disampaikan oleh Kharijah, Abu Ashmah). [1]
Kelima, Malaikat Jibril menurunkan surat al-Taubah tanpa menyebutkan basmalah di awalnya. (pendapat ini dikemukakan oleh Al-Qusyairi).[2]

Kritik dan saran bisa anda kirim di E-mail Kami : Ababilkrejengan@gmail.com




[1] Shihabuddin al-Alusi, Tafsir al-Ruh al-Ma’ani, Juz 3, hal. 333
[2] Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an, Cet-1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2009), hal. 51-21.