HADIAH
NON MUSLIM
Nabi Daud, As. Bersabda yang
dikutip oleh al-Ghazali : “Hentikan bangsamu mencaci maki para pemimpin
negeri asing, mereka telah memakmurkan dunia dan menyediakan tempat bagi
hamba-hambaku.”
(Imam
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali)
Dinamika
demokrasi di negeri kita dewasa ini melahirkan kontestasi politik yang semakin
eskalatif dan keras. Setiap kelompok berusaha mengalahkan lawannya dengan
berbagai cara, sebagian menggunakan Isu-isu agama. Hal ini merupakan strategi
palik efektif, tetapi juga dapat menyesatkan dan membahayakan. Salah satu isu
kerap muncul dalam hal ini adalah soal bantuan dana dari non-Muslim, khususnya
dari negara-negara Barat yang non-Muslim. Para pengusung isu anti-Barat
mengharamkan secara mutlak bantuan dari donor asing non-Muslim tersebut. Mereka
berfikir bahwa dengan menerima sumbangan atau funding negara asing yang
non-Muslim, secara pasti akan mengikat para menerima dana dan ikut menyebarkan
faham dan kepentingan sang donor dan ini akan menghancurkan Islam.
Masalah
ini telah lama diperdebatkan para
ulama’. Ini menjadi isu kontroversial di kalangan Muslim seluruh dunia sampai
hari ini. Sebagia para ulama’ mengharamkan secara mutlak. Sebagian yang lain
membolehkannya untuk keadaan darurat, misalnya ketika berkecamuk perang dan
kaum Muslimin terdesak dan sebagian lagi membolehkannya manakala diperlukan.
Sungguh aneh dan sangat tidak realistis bila isu ini masih harus muncul dalam
dunia yang telah menjadi global seperti sekarang ini.
Pada
masa Nabi Muhammad Saw, hubungan kerja sama saling membantu antara Muslim dan
non-Muslim, Yahudi, Nasrani, dan Kaum Musyrik, berlangsung tanpa ada masalah.
Nabi Muhammad Saw, sendiri dalam banyak peristiwa menerima banyak hadiah-hadiah
dari orang-orang non-Muslim (Yahudi, Nasrani dan lainnya). Nabi dan mereka juga saling berinteraksi, saling
membantu, dan bekerjasama di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik
sebagaimana tertulis dalam Deklarasi Madinah. Interaksi dan pergaulan tersebut
tidak lantas membuat kaum Muslimin terpengaruh oleh Agama dan keYakinan mereka.
Karena kukuhnya keyakinan agama mereka, bantuan orang-orang non-Muslim itu tak
serta merta menjadikan mereka keluar dari agamanya, Lakum Dinukum
Waliyadiin.
Sahabat
Ali bin Abi Thalib mengatakan : “Kisra (Gelar Raja Persia) memberi
hadiah untuk Nabi dan Beliau menerimanya. Kaisar (Gelar Raja Romawi)
menghadiahi Nabi dan Beliau menerimanya. Para Raja (al-Mulk) memberi
Nabi hadiah dan beliau menerimanya.” (al-Haitsami dalam kitab Majmu’
al-Zawaa’id, IX/336).
Ibnu
al-Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’ad, Juz 1 hal. 122, mengungkapkan bahwa Nabi
Saw, menerima hadiah dari Muqauqis (Raja Iskandaria) berupa orang perempuan __
Mariyah dan Sirin__ serta hadiah uang 1000 mitsqal emas dan lain-lain.
Dalam
karyanya yang lain, Ibnu al-Qayyim menyebutkan bahwa Imam Muhammad bn Idris
asy-Syafi’i mengatakan, “Boleh menerima hadiah dari anak-anak, hamba, ataupun
orang kafir, dan boleh memakan serta menggunakan pemberian hadiah tersebut.
(Ibnu al-Qayyim, I’lamul Muwaqqiin, Juz. 4, hal. 379).
Dari
berbagai riwayat diatas , para ulama’ menyimpulkan bahwa menerima hadiah dari
orang-orang non-Muslim tidak saja hal baik, tetapi juga merupakan sunnah Nabi
saw. Syekh Zakaria al-Anshari berkata : “Menerima hadiah dari orang kafir
adalah boleh kerena mengikuti Nabi Muhammad Saw.” (Syekh Zakaria al-Anshari, Asna
al-Mathalib, Juz 2. Hal.479)
Syekh
Yusuf al-Qardhawi menginformasikan bahwa Nabi menerima hadiah-hadiah dari
orang-orang non_muslim, meminta pertolongan dari mereka __baik dalam situasi
aman maupun perang melawan musuh__
sepanjang hal itu dilakukan dalam kerangka semata-mata membantu dan
bukan tujuan-tujuan yang lain yang merugikan atau membahayakan.” (Syekh Yusuf
al-Qardhawi, Fatawa al-Mu’ashirah, Juz 2. Hal 675).
Syekh Yusuf al-Qardhawi mengatakan :
“Hadits-hadits
yang menginformasikan kepada kita tentang penerimaan Nabi atas hadiah-hadiah
orang-orang non-Muslim sangatlah banyak. Ummi Salamah r.ha, istri Nabi
Saw. Mengatakan bahwa Nabi Saw memberi tahu, “Aku diberi hadiah dari Raja
Najasyi perhiasan dan kantong yang terbuat dari sutra.”
Dalam
dunia seperti ini, kerja sama antarnegara di dunia dalam berbagai bidang,
terutama ekonomi, tidak mungkin dapat dihindari oleh negara manapun. Kerjasama
dalam bidang ekonomi bisa dalam bentuk hutang, hibah, atau bantuan tak
mengikat.
Sumber : KH. Husain Muhammad, Menyusuri
Jalan Cahaya, Cet-1, (Yogyakarta : Penerbit Bunyan, 2013), hal. 106-109.