Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah
pemimpin anak Adam pada hari kiamat.” Ini adalah sebuah pernyataan yang
menunjukkan kepemimpinannya kepada semua manusia sebagai bentuk
kenikmatan Allah dan kemuliaan yang diberikan-Nya kepadanya, bukan bentuk
kesombongan. Allah SWT berfirman:
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu
hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). (QS. Ad-Duha: 11)
Oleh karena itu, Rasulullah SAW
bersabda, “Aku adalah pemimpin anak Adam tanpa ada kesombongan, di tanganku
bendera pujian tanpa ada kesombongan, Adam dan manusia di bawahnya berada di
bawah benderaku tanpa ada kesombongan.”
Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin
semua manusia di dunia dan akhirat. Di akhirat, semua manusia mengakui
kepemimpin dan keutamaannya, baik manusia yang beriman maupun durhaka, manusia
yang bahagia maupun celaka. Sementara itu, di dunia, tidak semua manusia
mengakui kepemimpinannya kecuali manusia yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Pemimpin kaum adalah orang yang
paling mulia dan murah hati di antara mereka, yang memerhatikan perkara mereka,
serta berusaha memberikan kebaikan urusan mereka. Pemimpin kaum adalah orang
yang dituju dalam kesedihan dan berbagai bencana serta diharap kebaikannya
dalam keadaan-keadaan sulit dan sempit.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW
menyatakan posisi kepemimpinannya agar mereka datang kepadanya dalam
keadaan-keadaan yang paling menyulitkan,yaitu saat peristiwa bangkitnya kiamat
dan prahara-praharanya. Beliau menjelaskan bahwa tidak ada yang dapat
menyelamatkan manusia dari bencana dan kesulitan saat itu kecuali pemimpin
mereka. Ketika itu manusia melihat kepemimpinan Rasulullah SAW dan mengakuinya.
Imam Nawawi mengatakan dalam Syariah
Shahih Muslim, “Allah memberikan ilham kepada manusia untuk meminta syafaat
kepada Adam dan Rasul sesudahnya pada saat dimulainya hisab dan tidak
memberikan ilham kepada mereka untuk meminta syafaat kepada Nabi SAW untuk
pertama kalinya. Hal ini adalah untuk memperlihatkankeutamaan Nabi SAW. Ada
kemungkinan Rasul lainnya mampu memberikan syafaat ini sebelum mereka meminta
syafaat kepada Nabi Muhammad SAW. Apabila mereka memintanya dari Rasul-rasul
lain selain Muhammad dan para rasul ini tidak mampu memberikan apa yang mereka
minta, lalu mereka meminta syafaat dari Muhammad, dan beliau sanggup memberikan
syafaat ini maka ini menunjukkan puncak pangkat, kesempurnaan kedekatan, dan
kebesaran pemberian petunjuk dan ketenangan.”
An-Nawawi mengatakan, “Hadis ini
juga menunjukkan keutamaan Nabi SAW di atas semua makhluk dari para rasul, anak
Adam, dan malaikat. Sesungguhnya tidak ada yang mampu memberikan perkara besar
ini – syafaat al-uzhma(agung) –selain beliau. Wallahu a’lam.”
Tidak seorang pun dari para rasul
yang dapat memberikan syafaat besar karena saat itu dipenuhi dengan murka Allah
SWT. Oleh karena itu, setiap rasul mengatakan, “Sesunggguhnya Tuhan pada hari
ini murka dengan murka yang belum pernah seperti itu sebelumnya dan tidak akan
pernah seperti itu setelahnya.” Maka tidak dapat mensyafaati kecuali kekasih
Allah yang paling terkasihi dan paling dekat dengan-Nya, yaitu Muhammad SAW.
Agar seseorang tidak terjatuh dalam
keraguan mengenai apakah para nabi salah atau berdosa padahal mereka
adalah maksum, hal tersebut perlu dijelaskan di sini.
Para ulama terdahulu telah
memberikan jawaban atas apa yang dinisbatkan kepada para nabi berupa perbuatan
dosa, setelah Al-Qur’an dan sunah menunjukkan dengan jelas kemaksuman mereka
dari penyelewengan dan perbuatan haram. Setiap ulama terdahulu telah
memberikan jawaban yang di dalamnya terdapat penjelasan kesucian para nabi,
kesempurnaa, kemuliaan, dan kebebasan mereka dari perbuatan-perbuatan keji dan
buruk.
Jika bukan karena khawatir
memperpanjang lebar , kami akan menyebutkan disini pendapat-pendapat mengenai
hal itu dengan terperinci. Akan tetapi, disini kita menyebutkan satu pendapat
yang masyhur di kalanan para ulama yang disebutkan dalam kitab-kitab ulama
salaf dan dijelaskan dalam kitab-kitab ulama khalaf.
Dosa-dosa yang dinisbatkan kepada
para nabi yang tersebut di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi SAW
sama sekali bukan seperti dosa-dosa yang dilakukan oleh selain mereka. Akan
tetapi, ini adalah bagian bab kaidah yang ditetapkan dalam masyhur di kalangan
semua lapisan ulama baik salaf maupun khalaf.
Kaidah ini berbunyi, “Kebaikan bagi al-abrar
adalah keburukan bagi al-muqarrabun, mubah bagi orang awam adalah
keburukan bagi orang al-abrar.” Dosa yang dinisbatkan kepada para
nabi dalam suatu ayat atau hadis adalah dosa jika dikaitkan dengan posisi
mereka yang tinggi dan khusus, walaupun bukan dosa jika dikaitkan dengan selain
mereka, bahkan dianggap kebaikan. Wallahu a’lam.
Akhir do’a kami adalah segala puji
bagi Allah, Tuhan semesta alam.
0 komentar:
Posting Komentar