Makalah Ingkar As-Sunnah
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahin
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
nikmat kepada kita semua dan shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan
kehadirat Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabat serta para
pengikutnya yang senantiasa pada sunnahnya pada akhir zaman. Amin Ya Rabbal„ Alamin.
Ulum al-Hadits adalah salah satu bidang studi atau mata
kuliah yang sangat penting bagi para pelajar dan mahasiswa yang ingin
mempelajari hadist dan ke-islam-an. Seseorang tidak akan mampu (bisa) untuk
memahami ayat al-qur’an bila tidak menyandarkan dengan ilmu hadits. Hadits
tidak bisa difahami secara tekstual tanpa mengetahui ilmu-ilmu hadits (matan,
sanad, rawi, dan takhrijul hadits ) dan lain sebagainya. Dalam makalah ini kami
akan memaparkan (menjelaskan) tantang Ingkar As-Sunnah. insyaAllah akan
kami jelaskan dalam makalah ini sebagaimana mestinya.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :
1.
Ibu dan Bapak yang senantiasa mengiringi langkah kami dengan do‟a dan
dukungannya.
2.
Al Ust. Ali Al-Kaff, Lc., M.Th.I selaku
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Study Hadits.
3.
Rekan-rekan sesama mahasiswa Jurusan PAI Fakultas Tarbiah Institut Zainul Hasan
Genggong Kraksaan Probolinggo.
4.
Semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah membantu
terwujudnya makalah ini.
Pemakalah menyadari, makalah ini sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa terbuka menerima masukan untuk
perbaikan makalah ini. Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat membantu
kelancaran kuliah kami khususnya, dan perkuliahan Study Hadits umumnya. Amin!
Kraksaan,
19 Juni 2016
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................
1
DAFTAR
ISI....................................................................................................
2
BAB
I PENDAHULUAN
- Latar Belakang ...................................................................................... 3
- Rumusan Masalah ................................................................................. 3
- Manfaat ................................................................................................. 4
- Tujuan ................................................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN
- Pengertian Ingkar As-Sunnah ………………………………….…….. 5
- Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah …………………….…..… 6
1.
Ingkar Sunnah Klasik …………………………………...…… 7
a)
Khawarij dan Sunnah ……………...…….…………… 8
b)
Syi’ah dan Sunnah …………………………………… 8
c)
Mu’tazilah ……………………………………………. 9
d)
Pembela Sunnah ………………….......…………....... 10
2.
Ingkar Sunnah Masa Kini (Modern) ..……………….………. 10
- Argementasi Ingkar As-Sunnah ……………………...……...……... 11
- Bantahan Terhadap Ingkar As-Sunnah …………………………........ 13
BAB
III PENUTUP
- Kesimpulan ........................................................................................ 15
- Kritik dan Saran ................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Hadits
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, yang berupa Qauliah (perkataan),
Fi’liah (pekerjaan), Taqririah (ketetapan ), Hammiah (keinginan
atau hasrat Nabi Saw, yang belum terealisasi), dan Ahwaliah (yang
menyangkut sifat-sifat dan kepribadian Nabi Saw)[1].
Hadits
berkedudukan sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an.
Adanya hadits berfungsi sebagai penjelas
ayat-ayat Al-Qur’an. Akan tetapi dari disampaikannya hadits-hadits yang
disandarkan pada Rasulullah SAW tidak semua disetujui oleh semua ummat Islam.
Terdapat golongan yang mengakui akan ke-tidak-benaran
kehadiran hadits-hadits tersebut. Dengan pemikiran-pemikiran yang membuat
kokohnya pendapat yang tidak mempercayai Sunnah tersebut, golongan-golongan yang
terlibat pun ikut andil untuk mengingkari segala yang sampai pada mereka. Maka
perlunya untuk membahas peristiwa Al-Inkar Al- Sunnah tersebut.
- Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ingkar As-Sunnah.?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ingkar
As-Sunnah.?
a) Ingkar Sunnah Klasik
b) Ingkar Sunnah Masa Kini (Modern)
- Apa Argumentasi Ingkar as-Sunnah.?
- Bagaimanakah Bantahan Terhadap Ingkar As-Sunnah.?
- Tujuan
Untuk mengetahui pengertian, sejarah,
argumentasi dan bantahan terhadap ingkar as-sunnah.
- Manfaat
Dalam
pembuatan makalah ini penulis bertujuan untuk memenuhi mata kuliah Study Studi
Hadits dan memberikan penjelasan-penjelasan yang konfrehensif (luas dan
menyeluruh) berdasarkan referensi-referensi buku-buku ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ingkar As-Sunnah
Kata “Ingkar As-Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “ingkar” dan
“sunnah”. Kata ingkar yang mempunyai beberapa arti di antaranya ;
“Tidak mengakui dan tidak menerima baik dilisan dan dihati, bodoh atau tidak
mengetahui sesuatu, dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati”.[2]
Ingkar As-Sunnah adalah sebuah sikap
penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka
membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan
tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.[3]
Abi Hilal al-Askariy membedakan
antara makna al-ingkar dan al-juhdu. Kata al-ingkar terhadap
sesuatu yang tersembunyi yang tidak disertai pengetahuan, sedangkan al-juhdu
terhadap sesuatu yang nampak dan di sertai dengan pengetahuan.[4]
Ada bebrapa definisi Ingkar As-Sunnah yang sifatnya hanya
sedrrhana pembatasannya di antaranya sebagai berikiut;
- Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al-Qur’an.[5]
- Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahih baik sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para ulama’, baik secara totalitas mutawatir maupun ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang dapat diterima.[6]
Penyebutan ingkar
as-sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap sunnah.
Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori ingkar sunnah,
termasuk didalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berfikiryang
dalamnya penolakan dari sebuah konsep berfikir yang janggal atau metodologi
khusus yang diciptakan sendiri oleh segolongan orang- baik masa lalu maupun
sekarang- sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis
dan fiqih.[7]
Ada tiga jenis
kelompok ingkar As-sunnah.
- Kelompok yang menolak hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan.
- Kelompok yang menolak hadis-hadis yang tak disebutkan dalam Al-Quran secara tersurat atau tersirat.
- Kelompok yang hanya menerima hadis-hadis mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau peridenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadis-hadis ahad (tidak mencapai derajat metawatir) walaupun Shahih.
Mereka beralasan
dengan ayat: QS. An-Najm : 28
وَمَا
لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍۖ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّۖ وَإِنَّ ٱلظَّنَّ لَا
يُغۡنِي مِنَ ٱلۡحَقِّ شَيۡٔٗا ٢٨
Artinya:
“Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada
berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran” (QS. An-Najm ayat 28)
Mereka berdalil
dengan ayat di atas sesuai dengan pemahaman atau penafsiran mereka sendiri (Ingkar
as-Sunnah)[8]
Penjelasan ayat di
atas itu adalah, tidak memberi manfaat sedikit pun dan tidak
pula berdiri pada pihak yang benar. Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ"
Artinya: “Jangan sekali-kali kamu mempunyai buruk
prasangka, karena sesungguhnya buruk prasangka itu merupakan pembicaraan yang
paling dusta”.[9]
B.
Sejarah Perkembangan Ingkar
As-Sunnah
1.
Ingkar Sunnah Klasik
Pada masa sahabat,
seperti dituturkan oleh Al-Hasan Al-Basri (w. 110 H), ada sahabat yang kurang
begitu memperhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW., yaitu ketika sahabat Nabi
SAW ‘Imran bin Husain (w. 52 H) sedang
mengajarkan hadis. Tiba-tiba ada seorang yang meminta agar ia tidak usah
mengajarkan hadis, tetapi cukup mengajarkan Al-Quran saja. Jawab
‘Imran,”tahukah anda, seandainya anda dan kawan-kawan anda hanya memakai
Al-Quran, apakah anda dapat menemukan dalam Al-Quran bahwa salat dhuhur itu
empat rakaat, salat ashar empat rakaat, dan salat magrib tiga rakaat?” Apabila
anda hanya memakai Al-Quran, dari mana anda tahu tawaf (mengelilingi
kabah) dan sa’i antara safa dan marwa itu tujuh kali?
Mendengar jawaban itu, orang tersebut berkata, “Anda
telah menyadarkan saya. Mudah-mudahan, Allah selalu menyadarkan anda.”
Akhirnya sebelum wafat, orang itu menjadi Ahli Fiqh.[10]
Agaknya gejala-gejala
Ingkar As-Sunnah seperti diatas, masih merupakan sikap-sikap individual,
bukan merupakan sikap kelompok atau mahzab, meskipun jumlah mereka dikemudian
hari semakin bertambah. Suatu hal yang patut dicatat, bahwa gejala-gejala itu
tidak terdapat di negeri Islam secara
keseluruhan, melainkan secara umum terdapat di Irak. Karena ‘Imran bin Hushain
dan Ayyub As-Sakhtiyani, tinggal di Basrah Irak. Demikian pula, orang-orang
yang disebutkan oleh, Imam Syafi’i sebagai pengingkar sunnah juga tinggal di
Basrah. Karena itu, pada masa itu di Irak terdapat faktor-faktor yang menunjang
timbulnya faham Ingkar As-Sunnah.[11]
Dan itulah
gejala-gejala Ingkar As-Sunnah yang timbul dikalangan para sahabat.
Sementara menjelang akhir abat kedua hijriah muncul pula kelompok yang menolak
sunnah sebagai salah satu sumber syariat Islam, disamping ada pula yang menolak
sunnah yang bukan mutawatir saja.[12]
- Khawarij dan Sunnah
Apakah Khawarij[13]
menolah Sunnah.?
Ada sebuah sumber
yang menuturkan bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat sebelum
kejadian fitnah (perang sudara antara Ali bin Abu Thalib r.a. dan Mu’awiyah
r.a.) diterima oleh kelompok khawarij. Degan alasan bahwa sebelum kejadian itu
para sahabat dinilai sebagian orang-orang yang adil (muslIm yang sudah
akil-balig, tidak suka berbuat maksiat, dan selalu menjaga martabatnya). Namun,
sesudah kejadian fitnah tersebut, kelompok khawaarij menilai mayoritas sahabat
Nabi SAW sudah keluar dari Islam. Akibatnya, hadis-hadis yang diriwayatkan para
sahabat sesudah kejadian itu ditolak kelompok khawarij. Dengan alasan bahwa
sebelum kejadian itu para sahabat dinilai sebagai orang-orang yang adil, namun
setelah kejadian fitnah tersebut, kelompok Khawarij menilai mayoritas sahabat
Nabi Saw, sudah keluar dari Islam.[14]
Pendapat ini yang
disimpulkan oleh Musthafa As-Siba’I berdasarkan sumber-sumber yang terdapat
dalam kitab Al-Firaq Baina Al-Firaq Karya ‘Abd Qadir Al-Baghdadi (w.429
H).[15]
- Syi’ah dan Sunnah.
Kelompok Syi’ah[16]
ini menerima hadits Nabawi sebagai salah satu sumber syariat Islam. Hanya saja,
ada perbedaan mendasar antara kelompok syi’ah ini dengan golongan Ahl-AlSunnah
(golongan mayoritas umat Islam), yaitu dalam hal penetapan hadis.
Golongan syi’ah menganggap bahwa
sepeninggal Nabi SAW., mayoritas para sahabat sudah murtad (keluar dari
Islam),kecuali beberapa orang saja yang menurut mereka masih tetap muslim.
Karena itu golongan syi’ah menolak hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mayoritas
para sahabat tersebut. Syi’ah hanya menerima hadis-hadis yang diriwayatkan oleh
Ahl Al-Bait saja.[17]
c.
Mu’tazilah dan
Sunnah
Apakah Mu’tazilah[18]
menolak Sunnah.?
Syekh MuhammadAl-Khudari Beik
berpendapat bahwa mu’tazilah menolak sunnah. pendapat ini berdasarkan adanya
diskusi antara Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) dan kelompok yang mengingkari
sunnah. Sementara kelompok atau aliran pada waktu itu di Bashrah Irak adalah
Mu’tazilah.[19] Prof. Dr. Al- Siba’i
tampaknya sependapat dengan pendapat Al-Khudari ini.[20]
Ada sebagian Ulama
Mu’tazilah yang tampaknya menolak Sunnah, yaitu Abu Ishak Ibrahimbin Sajyar,
yang populer dengan sebutan Al-Nadhdham (w. 221-223 H).
Ia mengingkari
kemukjizatan Al-Quran dari segi susunan bahasanya, mengingkari mu’jizat
Nabi Muhammad SAW., dan mengingkari hadis-hadis yang tidak dapat memberikan
pengertian yang pasti untuk dijadikan sebagai sumber syari’at Islam.[21]
- Pembela Sunnah
Pada masa klasik,
Imam As-Safi’i telah memainkan perannya
dalam menundukkan kelompok pengingkar sunnah. Seperti telah disebutkan, dalam
kitabnya Al-Umm, beliau menuturkan pendapatnya dengan orang yang menolak hadis.
Setelah melalui perdebatan yang panjang, rasional, dan ilmiah, pengingkar
sunnah akhirnya tunduk dan menyatakan menerima hadis. Oleh karena itu Imam
As-Syafi’i kemudian diberi julukan sebagai Nashir As-Sunnah (pembela
Sunnah).[22]
2.
Ingkar Sunnah
Masa Kini (Modern)
Sejak abad ke-III – awal abad ke-XIV
H, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa dikalangan umat Islam terdapat
pemikiran-pemikiran untuk menolak Sunnah sebagai salah satu sumber syari’at
Islam, baik secara perorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak Sunnah
yang muncul pada abad I H (Ingkar As-Sunnah Klasik) sudah lenyap ditelan
masa pada akhir abad ke-III H.[23]
Pada abad ke-XIV H pemikiran itu muncul kembali ke permukaan bumi, dan kali ini
dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari Ingkar As-Sunnah Klasik muncul
di Bashrah, Irak akibat ke-tidak-tahuan sementara orang terhadap fungsi dan
kedudukan Sunnah, Ingkar As-Sunnah Modern muncul di Kairo, Mesir akibat
pengaruh pemikiran Kolonialisme yang ingin melumpuhkan Dunia Islam.[24]
Kapan aliran Ingkar As-Sunnah
Modern itu lahir.?
Muhammad Musthafa ‘Azami menuturkan
bahwa Ingkar Sunnah Modern lahir di Kairo, Mesir pada masa Syekh
Muhammad Abduh (1266-1323 H/1849-1905 M). dengan kata lain, Syekh Muhammad
Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan Ingkar As-Sunnah
pada masa Modern.[25]
Syekh Muhammad Abduh berkata; “Umat
Islam pada masa sekarang ini tidak mempunyai imam (pemimpin) selain
Al-Qur’an, dan Islam yang benar adalah pada Islam masa awal sebelum terjadi
fitnah (perpecahan)”.[26] Beliau (Abduh) juga berkata; “Umat
Islam sekarang tidak mungkin bangkit selama kitab-kitab ini (kitab yang di
ajarkan di Alazhar dan sejenisnya), masih tetap diajarkan. Umat Islam tidak
akan maju tanpa ada semangat yang menjiwai umat Islam abad pertama, yaitu
Al-Qur’an. Semua hal selain Al-Qur’an akan menjadi kendala yang menghalangi
antara Al-Qur’an dan Ilmu serta Amal.”[27]
Abu Rayyan berpendapat, Selain Syekh
Muhammad Abduh, murid Abduh yang tidak jauh beda dengan sang gurunya Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha’ yang juga sebagai pengingkar Sunnah.[28]
C.
Argumentasi Ingkar as-Sunnah
- Agama Bersifat Konkret dan Pasti.
Mereka berpendapat bahwa agama harus
dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita memanggil dan memakai Sunnah, berarti landasan agama itu
tidak pasti. Al-Quran yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti,
seperti dituturkan dalam ayat-ayat berikut :
الٓمٓ
١ ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ٢
Artinya:
“Alif Lam Mim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa” (Qs. Al-Baqarah : 1-2)
Dan
juga ayat berikut:
وَٱلَّذِيٓ أَوۡحَيۡنَآ
إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ هُوَ ٱلۡحَقُّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِۗ …٣١
Artinya
: “Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran)
itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya…(Qs. Al-Fathir
: 31)
Sementara apabila agama Islam itu
bersumber dari hadits, ia tidak akan memiliki kepastian sebab keberadaan hadits
–khususnya hadits ahad- bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan tidak
sampai pada paringkat pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan
hadits –disamping Al-Quran- Islam akan bersifat ketidak pastian. Dan ini
dikecam oleh Allah dalam Firman-nya;
وَمَا
لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍۖ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّۖ وَإِنَّ ٱلظَّنَّ لَا
يُغۡنِي مِنَ ٱلۡحَقِّ شَيۡٔٗا ٢٨
Artinya:
“Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada
berfaidah sedikitpun terhadap kebenaran”. (Qs. An-Najm : 31)
Demikianlah argumentasi pertama Ingkar As-Sunnah, baik yang Klasik
maupun Modern, seperti diungkapkan oleh Taufiq Sidqy (asal mesir) dam
Jam’iyah Ahlul Qur’an (Pakistan).[29]
2. Al-Qur’an Sudah Lengkap.
Dalam syari’at Islam,
tidak ada dalil lain, kecuali Al-Qur’an. Allah Swt. Berfirman;
مَّا
فَرَّطۡنَا فِي ٱلۡكِتَٰبِ مِن شَيۡءٖۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ يُحۡشَرُونَ ٣٨
Artinya: “Tiadalah Kami alpakan (tidakan)
sesuatupun dalam Al-Kitab (Al-Qur’an), kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan” (Qs. Al-An’am : 38)
Jika kita berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan, berarti kita
secara tegas mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang membahas segala
hal secara tutas. Padahal, ayat diatas membantah Al-Quran masih mengandung
kekurangan. Oleh karena itu, dalam syari’at Allah di ambil pegangan lain,
kecuali Al-Quran. Argumen ini dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu
Rayyah. [30]
3. Al-Qur’an Tidak Memerlukan Penjelasan
Al-Quran tidak memerlukan
penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran merupakan penjelasan terhadap segala
hal. Allah berfirman;
وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ
تِبۡيَٰنٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ ٨٩
Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri” (Qs. An-Nahl: 89)
أَفَغَيۡرَ
ٱللَّهِ أَبۡتَغِي حَكَمٗا وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكِتَٰبَ
مُفَصَّلٗاۚ وَٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يَعۡلَمُونَ أَنَّهُۥ
مُنَزَّلٞ مِّن رَّبِّكَ بِٱلۡحَقِّۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ ١١٤
Artinya:
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang
telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang
telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu
diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali
termasuk orang yang ragu-ragu” (Qs. Al-An’am: 114)
Ayat-ayat ini di pakai oleh par
peng-Ingkar As-Sunnah, baik Klasik maupun Modern. Mereka
menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan penjelasan terhadap segala
masalah. Mereka adalah orang-orang yang menolak hadis secara keseluruhan,
seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.[31]
- Bantahan Terhadap Ingkar As-Sunnah
- Bantahan Terhadap Argument Pertama
Alasan mereka bahwa
sunnah itu Dhanni ( Dugaan Kuat ) sedang kita di haruskan mengikuti yang
pasti ( yakin ), masalahnya tidak demikain. Sebab, Al-Qur’an sendiri meskipun
kebenarannya sudah di yakini sebagai Kalamu Allah- tidak semua ayat memberikan
petunjuk hukumyang pasti sebab banyak ayat yang pengertiannya masih Dzanni
(Ad-dalalah ).
Bahkan, orang yang
memakai pengertian ayat seperti ini juga tidak dapat menyakinkan bahwa
pengertian itu bersifat pasti ( yakin ). Dengan demikian, berarti Ia jga tetap
mengikuti pengertian ayat yang masih bersifat dugaan kuat (dzanni Ad-dalalah).
Firman Allah Swt, :
وَمَا يَتَّبِعُ
أَكۡثَرُهُمۡ إِلَّا ظَنًّاۚ إِنَّ ٱلظَّنَّ لَا يُغۡنِي مِنَ ٱلۡحَقِّ شَيًۡٔا… ٣٦
Artinya: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali
persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk
mencapai kebenaran.” (Qs. Yunus: 36)
Yang di maksud dengan kebenaran (
Al-haq) di sini adalah masalah yang sudah tetap dan pasti. Jadi,maksud ayat
ini selengkapnya adalah,bahwa dzanni tidak dapat melawan kebenaran yang
sudah tetap denagn pasti, sedangkan dalam halmenerima hadis, masalahnya tidak
demikian.
Untuk membantah orang-orang yang
menolak hadis ahad, Abu Al- Husain Al- Basri Al Mu’tazili mengatakan,”dalam
menerima hadis- hadis ahad, sebenarnya kita memakai dali-dali pasti yang
mengharuskan untunmenerima hadis itu” jadi, sebenarnya kita tidakmemakai dzanni
yang bertentangan dengan haq, tetapi kita mengikuti atau memakai dzann
yang memegang perintah Allah.
2. Bantahan Terhadap Argumen Kedua Dan Ketiga
Kelompok peng-Ingkar
Sunnah, baik pada masa klasik maupun modern, umumnya ‘Kekurangan Waktu‘
dalam mempelajari Al-Qur’an. Hal itu di karena merka kebanyakan hanya memakai
dalil (Qs. An-Nahl : 89) yang telah kami (pemakalah) sebutkan pada
bagian Argumentasi Ingkar as-Sunnah bagian ke-3 (Al-Qur’an tidak memerlukan
penjelasan).
Sedangkan Argumen ke-2
(Al-Qur’an sudah lengkap), pada Qs. Al-An’am: 38. Hal itu tidak pada tempatnya
sebab Allah Swt, juga menyuruh kita untuk memakai apa yang disampaikan oleh
Nabi Saw, seperti dalam firman-Nya:
…وَمَآ
ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٧
Artinya: “..Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Qs. Al-Hasyr: 07)
Dan masih banyak
ayat-ayat yang lainnya. Berdasarkan Teks Al-Qur’an, Rasulullah Saw, sajalah
yang diberi tugas untuk menjelaskan kandungan Al-Qur’an, sedangkan kita di wajibkan untuk menerima dan mematuhi
penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa perintah maupun larangan. Semua ini
bersumber dari Al-qur’an.[32]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Ingkar As-Sunnah adalah
suatu paham atau pendapat perorangan
atau kelompok, bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat
menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta
sejarah, budaya, tradisi, lain-lain.
Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah, Menurut Prof. Dr. Musthafa Al-Azhami sejarah ingkar as-sunnah klasik
terjadi pada masa Asy-Syafi’I (w.204 H) abad ke-II H/7 M. kemudian hilang dari
peredarannya selama kurang lebih sebelas abad. Kemudian pada abad modern ingkar
as-sunnah timbul kembali di India dan Mesir dari abad 13 H/19 M, sampai
pada masa sekarang. Sedang pada masa pertengahan ingkar as-sunnah tidak
mencul kembali, kecuali Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke Negara Islam
dengan menaburkan fitnah dan mencorang-coreng citra Agama Islam.
Argumentasi Ingkar
As-Sunnah berpendapat ;
- Al-Qur’an turun sebagai penerang atas segala sesuatu secara sempurna, bukan yang di terangkan dan tidak memerlukan penjelasan.
- Al-Qur’an bersifat qath’i (pasti; absolute kebenarannya) sedang as-sunnah bersifat dhanni (relative; nisbi kebenarannya).
- Agama bersifat konkrit dan pasti. Dan lain sebagainya.
- Kritik dan Saran
Dari beberapa
penjelasan di atas tentang penulisan pasti tidak lepas dari kesalahan penulisan
dan rangkaian kalimat. Dan kami sebagai penyusun Makalah ini menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan para pembaca,
khususnya pembimbing mata kuliah Studi Hadits. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif, agar dapat dibuat
acuan dalam terselesainya makalah kami yang berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
‘Azami,
Musthafa. Prof. Dr. 2000. Studies In Early Literature. di terjemahkan
oleh Ali Musthafa Ya’kub. Jakarta : Pustaka Firdaus.
Al-Hakim. tt. Al-Mustadrak ‘Ala Ash-Shohihain. Beirut: Dar
Al-Ma’firat. Juz. I.
Al-Khudhari,
Muhammad. Tt. Tarikh at-Tasyri’ Al-Islam. Kairo: Al Maktabah At-Tijariyah
Al-Kubro.
As-Siba’I,
Musthafa.1980. As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri’ Al-Islami. Beirut:
Al-Maktab Al-Islami. Juz I.
Ibnu Katsir,
Imam Al-Hafiz Imaduddin Abul Fida Ismail. 2013. Tafsir Ibnu Katsir. Sofwere
Ebook Versi CHM.
Khon, Abdul Majid. 2011. Ulumul Hadits. Jakarta: Amzah.
Cet-V.
Majalah Sidogiri Edisi 109 Safar 1437 H/2016. hal. 54-55.
Rasyid, Daud.
2006. Sunnah Dibawah Ancaman: Dari Snouck Hugronje Hingga Harun Nasution. Bandung:
Syaamil.
Shihab, Quraish. 2007.
Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan ! Mungkinkah? Kajian Atas Konsep Ajaran
dan PendidikanJa. karta: Lentera Hati, Cet-II.
Solahuddin, M.
Agus, & Agus Suyadi. 2013. Ulumul Hadits. Bandung: CV.Pustaka Setia.
Cet-III.
Tim IAIN Syarif Hidayatullah. 1992. Eniklopedi Islam Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Ya’qub, Ali Musthofa. 2004. Kritik Hadits. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Link :
www.moh-ababil.blogspot.com
[1] M. Agus
Solahudin. Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Cet-III, (Bandung: CV.Pustaka
Setia, 2013), hal.17
[2] Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadits, Cet-V, (Jakarta: Amzah, 2011), 27.
[3] M. Agus
Solahudin. Agus Suyadi, Ulumul Hadits,..hal. 207. Lihat Pula, Daud
Rasyid, Sunnah Dibawah Ancaman: Dari Snouck Hugronje Hingga Harun Nasution,
(Bandung: Syaamil.2006), hal.vi
[4] Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadits… 28.
[5] Tim IAIN
Syarif Hidayatullah, Eniklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,
1992), 429
[6] Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadits… 29
[7] M. Agus Solahudin, Ulumul Hadits… hal. 207
[8] Ibid.. hal.
208
[9] Imam Al-Hafiz
Imaduddin Abul Fida Ismail, Tafsir Ibnu Katsir, (Sofwere Versi CHM,
2013).
[10] Al-Hakim, Al-Mustadrak
‘Ala Ash-Shohihain, (Beirut: Dar Al-Ma’firat.tt), Juz. 1. Hal. 109-110.
Lihat pula, M. Agus Solahuddi… Op.Cit. hal.208.
[11] M. Agus
Solahuddi…hal.209
[12] Ibid… hal.210
[13] Dari sudut Etimologi,
kata Khawarij merupakan bentuk jamak dari kata Kharij, yang
berarti “Sesuatu Yang Keluar”.
Sementara menurut pengertian Terminologi, khawarij adalah kelompok
atau golongan yang tidak loyal kepada pimpinan yang sah. Dan yang dimaksud
dengan Khawarij disini adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari
kepemimpinan Ali bin Abu Thalib r.a.
[14] Musthafa As-Siba’I, As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri’
Al-Islami. (Beirut: Al-Maktab Al-Islami, 1980), Juz I.hal. 22.
[15] M. Agus
Solahudi… hal.210
[16] Kata Syi’ah
secara Etimologi berarti “Pembela atau Pengikut”, sedangkan menurut
Terminologi Syi’ah berarti “Mereka yang menyatakan bahwa Sayyidina Ali bin
Abi Thalib adalah yang paling utama diantara para sahabat dan yang berhak untuk memegang tampuk
kepemimpinan dan imamah atas umat islam, demikian pula anak cucunya.” - Majalah Sidogiri Edisi 109 Safar 1437 H/2016. hal. 54-55.
Golongan Syi’ah
ini terdiri dari berbagai kelompok dan tiap-tiap kelompok menilai kelompok lain
sudah keluar dari Islam.
Sementara kelompok
yang masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Syi’ah Itsna ‘Asyariyah,
bisa juga dikenal nama Imamiyah atau Ja’fariyah. Kelompok ini
merupakan mayoritas penduduk iran, Irak, serta ditemukan juga dibeberapa daerah
di Suriah, Kuwait, Bahrain, India, juga
di Saudi Arabia, dan beberapa daerah (bekas) Uni Sovyet. - Lihat Buku: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Sunnah-Syi’ah
Bergandengan Tangan ! Mungkinkah? Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pendidikan, Cet-II, (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), hal. 83.
[17] M. Agus
Solahudi… hal.212
[18] Secara Etimologi Mu’tazilah adalah “Sesuatu
Yang Mengasingkan Diri”. Sementara yang dimaksudkan disini adalah golongan
yang mengasingkan diri dari mayoritas umat Islam karena mereka berpendapat
bahwa seorang muslim yang Fasiq (berbuat maksiat) tidak dapat disebut
mukmin atau kafir. Adapun golongan Ahl As-Sunnah berpendapat bahwa orang
Muslim yang berbuat maksiat tetap sebagai mukmin, meskipun ia berdosa. Pendapat
Mu’tazilah ini muncul pada masa Al-Hasan Al-Basri, dan dipelopori oleh
Washil bin ‘Ata (w. 131 H).
[19] Muhammad Al-khudhari
Beik, Tarikh at-Tasyri’ Al-Islam, (Kairo: Al Maktabah At-Tijariyah
Al-Kubro, tt), hal. 186.
[20] As-Siba’I,
Op.Cit. hal. 134.
[21] M. Agus
Solahudin. Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Cet-III, (Bandung: CV.Pustaka
Setia, 2013), hal.213
[22] Ibid, hal. 214
[23] Ibid, hal. 215
[24] Ibid, hal. 215
[25] Ali Musthofa
Yaqub, Kritik Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), hal. 40-44.
[26] M. Agus
Solahudin, Op.Cit. hal. 216
[27] Ali Musthafa
Yaqub, Kritik Hadits…hal. 44.
[28] Sebenarnya
keterangan Syekh Muhammad Abduh diatas yang di nukil oleh Abu Rayyan, masih
ditinjau kembali. Masalahnya, boleh jadi Abduh ketika mengatakan hal itu di
dorong oleh semangat yang menggebu-gebu untuk membumikan ajaran Al-Qur’an
sehingga ia berpendapat bahwa selain Al-Qur’an, tidak ada gunanya sama sekali,
namun bagaimanapun ia telah dituduh sebagai pengingkar as-Sunnah oleh sebagian
ulama’. (pen-pemakalah).
- Syekh Muhammad
Abduh dalam kaitannya dengan hadits, yaitu ia menolak hadits Ahad untuk dijadikan
dalil dalam masalah Aqidah (tauhid). Menurut Abduh, untuk
masalah-masalah Aqidah hanya dapat dipakai hadits-hadits Mutawatir. Apakah orang yang menolah hadits Ahad dalam
masalah Aqidah dapat disebut pengingkar sunnah.? Tampaknya, para ulama’ belum
sependapat dalam masalah ini.
[29] Musthafa
‘Azami, Studies In Early Hadith Literature. Diterjemahkan Ali Musthafa
Yaqub. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal. 41.
[30] M. Agus
Solahudin, hal. 221
[31] M. Agus
Solahudin... hal. 221
[32] M. Agus
Solahudin… hal. 225