BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Qur’an digunakan oleh Nabi Muhammad
Saw untuk menentang orang-orang pada masanya dan generasi sesudahnya yang tidak
percaya kebenaran al-Qur’an sebagai firman Allah Swt (bukan ciptaan Nabi
Muhammad Saw) dan tidak mempercayai risalah serta ajaran yang dibawanya. terhdap
mereka, sungguhpun memiliki tingkat fashahah dan balaghah yang
sedemikian tinggi di bidang Bahasa Arab, Nabi memintanya untuk menandingi
al-Qur’an dalam beberapa tahap ; 1) Mendatangkan semisal al-Qur’an secara
keseluruhan, QS.17:088. 2) Mendatangkan sepuluh surat yang menyamai surat-surat
yang ada dalam al-Qur’an, QS.011:13, 3)
Mendatangkan satu surat saja yang menyamai surat-surat yang ada dalam
al-Qur’an, QS.002:23. Sejarah membuktikan bahwa al-Qur’an tidak dapat
ditandingi meskipun oleh orang-orang Arab sendiri.[1]
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama islam antara lain sebagai
suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku
nabi,sebagai bukti kenabiannya yang di tantangkan kepada yang ragu, untuk
melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi mereka tidak mampu melayani
tantangan itu.
B. Rumusa
Masalah
1.
Apa
Pengertian Mu’jizat al-Qur’an.?
2.
Apa Saja
Macam-Macam Kemukjizatan al-Qur’an.?
3.
Dari
Segi Manakah Kemukjizatan al-Qur’an Itu Muncul.?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
Mengetahui Pengertian Mu’jizat al-Qur’an.
2.
Untuk
Mengetahui Macam-Macam Kemukjizatan al-Qur’an.
3.
Untuk
Mengetahui Dari Segi Manakah Kemukjizatan al-Qur’an Itu Muncul.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mukjizat al-Qur’an
Al-Qur’an secara terus-menerus
menantang semua ahli kesusastraan bangsa Arab supaya mencoba ditandingi. Tapi
tak seorang pun yang mampu menjawab tantangan al-Qur’an. Mereka bahkan tidak
sanggup menirunya, karena al-Qur’an memang berada di atas puncak yang tak
mungkin di ungguli. Dan al-Qur’an memang bukan kalimat manusia.[2]
Menurut bahasa, kata “Mukjizat”
berasal dari kata A’jaza – I’Jaz yang berarti “melemahkan atau
menjadikan tidak mampu”.[3]
Sedangkan menurut para ulama’ ia didefinisikan sebagai : “Sesuatu yang luar
biasa yang nampak pada diri seseorang yang mengaku nabi atau rasul Allah.
Sesuatu itu ditantang kepada masyarakat yang meragukan kenabiannya, dan
tantangan tersebut tidak dapat mereka tandingi”.[4]
Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan sebagai “Sesuatu yang
luar biasa yang diperlihatan oleh Allah Swt melalui para nabi dan rasl-Nya,
sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.[5]
Sedangkan sang pelaku disebut Mu’jiz, sementara kalau kemampuan melemahkan
pihak lain yang amat menonjol sehingga membungkam lawan, maka dinamakan Mu’jizat
(dengan tambahan E yang meninjukkan arti Mubalaghah).[6]
Dari beberapa definisi diatas
pemakalah dapat menyimpulkan bahwa I’jaz al-Qur’an (kemukjizatan
al-Qur’an) adalah kekuatan, keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki al-Qur’an
yang menetapkan kelamahan manusia, baik secara berpisah-pisah maupun secara
berkelompok untuk bisa mendatangkan sesuatu yang serupa atau menyamainya (dengan
al-Qur’an). Barangkali Al-Jahidz (W. 225 H) merupakan orang pertama yang membahas masalah
yang berkaitan dengan I’jaz al-Qur’an dalam karyanya berjudul Nadzmul-Qur’an.[7]
B. Macam-macam Mukjizat
Secara garis besar mu’jizat yang
diberikan kepada Nabi Muhammad Saw dan kepada Nabi-nabi pendahulunya dapat
digolongkan ke dalam dua jenis yaitu ;
1.
Mu’jizat Hissiy (material/yang tidak kekal)
Ialah mu’jizat yang dapat dilihat
secara kasat mata, didengar oleh telinga, dirasa dan ditangkap oleh panca
indra.
Contoh ; tidak terbakarnya Nabi
Ibrahim as, berubahnya tongkat Nabi Musa menjadi ular, Nabi Isa bin Maryam yang
dapat menghidupkan orang mati, juga terjadi pada Nabi Muhammad Saw yang
tangannya dapat memancarkan air dari celah jari-jemarinya, dan sebagainya.
2.
Mu’jizat
Maknawiy
(imaterial/yang akan kekal dan abadi)
Ialah mu’jizat yang tidak dapat
dicapai dengan kekuatan panca indra semta, tapi dicapai dengan kekuatan dan
kecerdasan akal pikiran yang tinggi, serta hati nurani yang bersih dan budi
pekerti.
Contoh ; kitab suci al-Qur’an[8]
yang diberikan kepda Nabi Muhammad Saw.
Kedua jenis
mu’jizat ini diberikan kepada Nabi Muhammad Saw dan al-Qur’an mengandung
keduanya. Bahkan yang Maknawiy jauh lebih besar posisinya dibandingkan
dengan yang Hissiy. Bahkan m’jizat Maknawiy (al-Qur’an) dianggap
sebagai mu’jizat yang lebih agung daripada mu’jizat-mu’jizat sebelumnya. Prof.
Dr. Nashr Hamid Abu Zaid (ulama’ kontemporer dan modernis Abad Ke-21
kelahiran Cairo-Mesir) mengatakan :
“Bukti mu’jizat yang paling agung,
paling mulia dan paling nyata adalah al-Qur’an, yang diturunkan kepada Nabi
kita Muhammad Saw. Sebab, peristiwa-peristiwa ajaib yang menyalahi adat
kebiasaan, pada umumnya, terpisah (berbeda) dari wahyu yang diterima oleh nabi.
Mu’jizat didatangkan sebagai saksi akan kebenarannya. Al-Qur’an sendiri
mengklaim sebagai wahyu….dst”.[9]
C. Segi-segi Kemukjizatan al-Qur’an
Menurut Prof. Dr. Rosihon Anwar
dalam bukunya Ulum al-Qur’an setidaknya segi-segi kemukjizatan al-Qur’an
itu ada enam[10]
antara lain ;
1.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa al-Qur’an banyak
membuat orang Arab saat itu kagum dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat
banyak manusia masuk Islam. Bahkan, Sahabat
Umar bin Khattab pun yang mulainya dikenal sebagai seorang yang paling memusuhi
Nabi Muhammad SAW.dan bahkan berusaha untuk membunuhnya ternyata masuk islam
dan beriman kepada kerasulan Muhammad hanya karena mendengar petikan ayat-ayat
diatas. Al-qur’an mempunyai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya,
sehingga membuat kagum bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga orang-orang
kafir.
2. Susunan
Kalimat
Kendatipun al-Qur’an, hadis qudtsi, dan hadis nabawi sama-sama
keluar dari mulut nabi, uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh
berbeda. Uslub bahasa al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila
dibandingkan dengan dua yang lainnya. Al-Qur’an muncul dengan uslub yang
begitu indah. Didalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai istimewa dan
tidak akan pernah ada ucapan manusia. Dapat dilihat dari salah satu contoh
dalam QS. al-Qari’ah ayat 5 Allah Swt berfirman :
وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (5)
Artinya : “Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang
dihambur-hamburkan”
Q.S. al-Qari’ah
: 5
3. Hukum
Ilahi yang Sempurna
Al-Qur’an menjelaskan pokok-pokok aqidah, norma-norma keutamaan,
sopan-santun, undang-undang ekonomi politik, dan social kemasyarakatan, serta
hukum-hukum ibadah. Tentang aqidah, al-Qur’an mengajak umat manusia pada aqidah
yang suci dan tinggi yakin beriman kepada
Allah Swt Yang Maha Agung,
menyatakan adanya Nabi dan Rasul serta mempercayai semua Kitab Samawi.
4. Ketelitian
Redaksinya
a.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Contoh : ”Al-hayah”
(hidup) dan “Al-maut” (mati).
b.
Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonimnya
/makna yang dikandungnya. Contoh : ”Al-harts” (membajak) dan “Az-zira’ah”
(bertani).
c.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan kepada
akibatnya. Contoh : ”Al-infaq” (infaq) dengan “Ar-ridha” (kerelaan).
d.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya. Contoh : ”Al-israf”
(pemborosan) dengan “As-sur’ah” (ketergesaan).
e.
Disamping
keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus. Contoh
: Kata “Yawm” (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak
hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjuk pada bentuk plural “ayyam”
atau dua “yawmayni”.[11]
5. Berita
Tentang Hal-hal yang Ghaib
Secara garis besar, pemberitaan ghaib yang diinformasikan al-Qur’an
dapat dibagi dalam dua bagian ;
a.
Ghaib
masa datang yang belum terjadi saat diinformasikan al-Qur’an. Ini ada yang
kemudia terbukti dan ada yang belum.
Contoh : berita
tentang akan menangnya Romawi atas Persia setelah Bit’ah Sinin (yakni
antara 7-9 Tahun dari kekalahannya bngsa Romawi, dan ketika itu kaum Muslimin
akan bersuka cita atas kemenangan yang mereka raih. QS. 30 : 1-5.
Adapun
ghaib masa akan datang yang belum terbukti, antara lain, QS. 27 : 82.
b.
Ghaib
masa lalu yang telah ditelan sejarah, lalu di ungkap oleh al-Qur’an, dan
ternyata kemudian setelah sekian Abad atau lama terbukti kebenarannya.
Contoh : informasi tentang kesudahan Fir’aun[12] yang mengejar-ngejar Nabi Musa as dan akhirnya
Penguasa Mesir yang kejam tenggelam dilaut merah.
QS.
10 : 90-92 menguraikan peristiwa pengejaran Fir’aun dan tentaranya terhadap
Nabi Musa as dan Ban Isra’il yang akhirnya ditenggelamkan oleh Allah Swt.
Dalam QS. 10 :
90-92 antara lain dinyatakan ;
وَجَاوَزْنَا
بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا
وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ
إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ (90)
آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (91) فَالْيَوْمَ
نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ
النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92)
“Dan Kami memungkinkan Bani Israil
melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena
hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah
hampir tenggelam, berkatalah dia, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan
Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah).” Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal
sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang
yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya
kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu, dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”.
QS. Yunus : 90-92
Yang perlu digarisbawahi dalam konteks pembicaraan kita adalah : “Maka pada hari ini Kami selamatkan
badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang
sesudahmu.” Maspero (1846-1916 M), seorang
prancis, pakar sejarah Mesir Kuno, menjelaskan dalam “Petunjuk Bagi Pengunjung
Museum Mesir”, setelah mempelajari document-document yang ditemukan di
Alexandria bahwa Penguasa Mesir yang tenggelam itu bernama Maneptah (Mernptah?)[13]
yang kemudian melalui document-document lain terbukti bahwa Penguasa Mesir itu
memerintah antara 1224 SM sampai dengan 1214 SM atau 1204 (menurut pendapat
lain).
Sekali lagi pada masa turunnya
al-Qur’an 15 Abad yang lalu, tidak seorangpun yang mengetahui ia dimana
penguasa yang tenggelam itu berada, dan bagaimana pula kesudahan yang
dialaminya. Namun, pada Tahun 1896 M, Purbakalawan Prancis, Jean Loret
(1859-1946 M) menemukan di Wadi al-Muluk (Lembah Raja-raja) di daerah Thaba,
Luxor, seberang sungai Nil, Mesir, jenazah tokoh tersebut dalam bentuk Mummi.
Kemudian pada tanggal 8 Juli 1907, Elliot Smith (1871-1937 M) membuka
pembalut-pembalut mummi itu dan ternyata badan Fir’aun tersebut masih dalam
keadaan utuh. Kepala dan lehernya terbuka, bagian-bagian badannya masih
tertutup dengan kain dan semuanya diletakkan dalam peti berkaca yang
memungkinkan para pengunjung melihat secara jelas. Sayang pada sekitar tahun
1985 M Pemerintah Mesir menutup kamar tempat penyimpanan mummi itu untuk umum,
karena rupanya pengaruh udara dari luar dan polusi yang disebabkan oleh micro
organisma telah memengaruhi keadaan mummi itu. Namun demikian, bukti tentang
kebenaran pemberitaan ghaib al-Qur’an telah dapat dibuktikan.[14]
6. Isyarat-isyarat
Ilmiah
Banyak sekali
isyarat ilmiah yang ditemukan dalam al-Qur’an. Misalnya ;
a.
Cahaya
matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulannya. QS.
Yunus : 5
b.
Kurangnya
oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas. QS. al-An’am : 125
c.
Perbedaan
sidik jari manusia. QS. al-Qiyamah : 4
d.
Aroma
atau bau manusia yang berbeda-beda. QS. Yusuf : 94.
e.
Masa
penyusuan ideal dan masa kehamilan minimal. QS. al-Baqarah : 233
f.
Adanya
nurani (superego) dan bawah sadar manusia. QS. al-Qiyamah : 14-15.
g.
Yang
merasakan nyeri adalah kulit. QS. An-Nisa’ : 56.[15]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
“Mukjizat” Menurut bahasa berasal dari kata A’jaza
– I’Jaz yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak mampu”.Sedangkan
menurut istilah ang berarti “Sesuatu yang luar biasa yang diperlihatan oleh
Allah Swt melalui para nabi dan rasl-Nya, sebagai bukti atas kebenaran
pengakuan kenabian dan kerasulannya”.
Macam-macam mu’jizat ada dua
antara lain ; 1). Mu’jizat Hissiy (material/yang tidak kekal)
Ialah mu’jizat yang dapat dilihat secara kasat mata, didengar oleh telinga,
dirasa dan ditangkap oleh panca indra. Contoh ; tidak terbakarnya Nabi Ibrahim
as, berubahnya tongkat Nabi Musa menjadi ular, Nabi Isa bin Maryam yang dapat
menghidupkan orang mati, juga terjadi pada Nabi Muhammad Saw yang tangannya
dapat memancarkan air dari celah jari-jemarinya, dan sebagainya. 2). Mu’jizat
Maknawiy (imaterial/yang akan kekal dan abadi) Ialah mu’jizat yang
tidak dapat dicapai dengan kekuatan panca indra semta, tapi dicapai dengan
kekuatan dan kecerdasan akal pikiran yang tinggi, serta hati nurani yang bersih
dan budi pekerti. Contoh ; kitab suci al-Qur’an yang diberikan kepda Nabi
Muhammad Saw.
Segi-segi
kemu’jizatan al-Qur’an antara lain ; a) Gaya Bahasa, b) Susunan Kalimat, c)
Hukum Ilahi yang Sempurna, d) Ketelitian Redaksinya, e) Berita tentang Hal-hal
Ghaib, f) Isyarat-isyarat Ilmiah.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat
melalui rujukan buku-buku yang telah kami pelajari bersama, dan telah
diskusikan bersama-sama, sehingga makalah ini biasa kami buat sebagai bahan
diskusi. Harapan kami ialah makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa
jurusan PAI khususnya dan pada Kelas I B
pada umumnya sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan. Semoga makalah ini
tercatat sebagai amal baik dan menjadi
motivator bagi penulis untuk menyusun makalah yang lebih baik dan
bermanfaat. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Abdullah, Mawardi.
2011. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Cet-1.
Abu Zaid, Nashr Hamid. 2016. Tekstualitas al-Qur’an :
Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, terj. Khoiron Nahdliyyin. Yogyakarta :
IRCiSod. Cet-1.
Anwar, Rosihon. 2013. Ulum al-Qur’an. Bandung :
Pustaka Setia. Cet-4.
______,
2009. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Cet-1.
As-Shalih, Subhi. 1999. Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj.
Tim Pustaka Firdaus. Jakarta : Pustaka Firdaus. Cet-7.
Djalal H.A, Abdul.
2013. Ulumul Qur’an. Surabaya : CV. Dunia Ilmu. Cet-10.
Halim, Amanullah. 2011. Musa Versus Fir’aun. Tangerang
: Lentera Hati. Cet-1.
Shihab, M. Quraish. 2015. Kaidah Tafsir : Syarat,
Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an. Tangerang : Lentera
Hati. Cet-3
[1] Rosihon Anwar, Pengantar
Ulumul Qur’an, Cet-1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2009), hal. 18-19
[2] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj.Tim
Pustaka Firdaus, Cet-7, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1999), hal. 419.
[3] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, Cet-4, (Bandung :
Pustaka Setia, 2013), hal. 184 lihat pula : Mawardi Abdullah, Ulumul Qur’an,
Cet-1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hal. 122
[4] M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir : Syarat, Ketentuan,
dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an, Cet-3, (Tangerang :
Lentera Hati, 2015), hal. 335
[5] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an… hal. 184
[6] Mawardi Abdullah,
Ulumul Qur’an…hal. 122
[7] Ia mengatakan
: “Saya telah menulis sebuah kitab yang di dalamnya terhimpun beberapa bagian
dari al-Qur’an agar anda dapat mengetahui perbedaan antara I’jazz (majas), Hadzf (penghapusan kata demi keindahan kalimat), Zawa’id
(tambahan kata untuk menekankan
makna), Fudhul (kata tambahan untuk memperindah = irama), dan Isti’arah
(kat pinjaman atau metaphor). Subhi
As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an… hal. 419
[8] Al-Qur’an
ialah Kalam Allah Swt yang Mu’jiz, diturunkan kepada Nabi dan
Rasul terakhir (Muhammad Saw) dengan perantara malaikat Jibril as, tertulis
dalam Mushhaf yang diriwayatkan kepada kita secara Mutawatir membacanya
mengandung nilai ibadah yang dimulai dari QS. Al-Fatihah dan diakhiri dengan
QS. Al-Nas. Lihat Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an, Cet-10, (Surabaya :
CV. Dunia Ilmu, 2013), hal. 12
[9] Nashr Hamid
Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, terj.
Khoiron Nahdliyyin, Cet-1, (Yogyakarta : IRCiSod, 2016), hal. 167-168
[10] Bandingkan
dengan pendapat Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya Kaidah Tafsir yang mengatakan bahwa; dicelah kandungan kitab
suci itu ditemukan paling tidak ada tiga aspek keistimewaan atau kemu’jizatan
yang menjadi bukti kebenarannya, yakni ; 1). Aspek Kebahasaan, 2). Aspek
Isyarat Ilmih, dan 3). Aspek Pemberitaan Ghaib. M. Quraish Shihab, Kaidah
Tafsir… hal. 337
[11] Rosihon
Anwar, Ulum al-Qur’an… hal. 193-197.
[12] Orang-orang Mesir Kuno
menyebut tempat tinggal para raja dengan istilah Pr-Aa, yang identic dengan makna “rumah
yang paling tinggi”. Kemudia penggunaan istilah ini mengalami perkembangan
menjadi kata yang dinyatakan untuk penghuninya , yakni sang raja, dan lahirlah
istilah Pharaoh. Dalam bahasa-bahasa semit (termasuk Arab dan Ibrani)
partikel P diartikulasikan dengan
F, sehingga wajar bila kemudia Penguasa Mesir dalam langgam Ibrani
disebut dengan Far’a, sementara dalam Bahasa Arab disebut Fir’aun
dengan menambah vocal waw dan u dan konsonan nun atau n.
Dalam Bible (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) Gelar Fir’aun digunakan untuk menyebut Penguasa Mesir semenjak Nabi Yusuf
tinggal di negeri itu (Mesir). Sedangkan dalam al-Qur’an, istilah Fir’aun
diatributkan untuk menyebut raja, dan hanya sebagai gelar penguasa mesir
sepanjang periode masa Nabi Musa as. Amanullah Halim, Musa Versus Fir’aun, Cet-1,
(Tangerang : Lentera Hati, 2011), hal. 2-3
[13] Sejarawan Mesir terkemuka, Dr. Muhammad Washfi berpendapat bahwa
ada dua Fir’aun yang memerintah Mesir pada saat Nabi Musa as diutus
sebagai Rasul. Salah satunya adalah Ahmose, Fir’aun yang menindas dan
memperbudak orang-orang Israel karena kepentingan etnik, social, politik dan
militer.
Taurat menceritakan bahwa Ramses II, fir’aun yang memerintah Mesir
ketika Nabi Musa berada di Sinai dan yang melakukan penindasan terhadap
orang-orang Israel, telah mati. Ia digantikan oleh fir’aun lain, yakni
Mernpetah, putra Ramses II, yang didatangi oleh Musa dan Harun. Diduga, dia pun
ketika fir’aun yang = melakukan pengejaran terhadap orang-orang
Israel ketika mereka meninggalkan tempat tinggal mereka di tanah Gosyen, yang
akhirnya tenggelam di laut (penjelasan panjang-lebarnya silahkan merujuk
pada buku Musa Versus Fir’aun). Amanullah Halim, Musa Versus Fir’aun…
hal. 8
[14] M. Quraish
Shihab, Kaidah Tafsir… hal. 342-346.
[15] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an… hal. 199-200