NATAL : PENGHORMATAN SANG NABI by Ababil Krejengan



NATAL : PENGHORMATAN SANG NABI

“Sikap toleran, menyambut lian, menghargai ragam pendapat atau pikiran, tak gampang menuduh atau mencurigai orang hanya lahir dari keluasan, kemendalaman pengetahuan, dan kebersihan hati.”

            Natal adalah salah satu hari besar yang slalu diperingati oleh Umat Kristiani pada setiap 25 Desember. Hari ini dipercayai sebagai hari kelahiran Yesus Kristus. Umat Kristani di seluruh dunia memperingatinya dngan seluruh kesyahduan ritual dan nyanyian-nyanyian kudus penuh puja dan puji kepada Tuhan. Mereka meyakini Yesus Kristus sebagai juru selamat dan penebus dosa-dosa manusia. Kelahirannya dipandang sebagai kelahiran manusia agung. Seluruh hidupya di abdikan untuk membela dan mendampingi rang-orang tertindas, papa, dan tersisihkan. Gagasan utama yang selalu ditebarkannya sepanjang hidupnya adalah kasih. 

            Umat Islam menyebut Yesus Kritus sebagai Isa, salah seorang utusan Tuhan, dan ia sendiri menyebutnya “Hamba Allah”. Mereka menghormati dan mengagungkannya seperti penghormatan kepada Nabi-nabi dan para Rasul Allah yang lain. Al-Qur’an menceritakan kelahiran Nabi Isa, as. Dengan cara yang sangat indah. Ibunya, Maryam disebut dengan Ukhti  Harun “ Saudara Perempuan Harun”  karena ia perempuan yang shalihah seperti Nabi Harun yang saleh. Ketika masih kecil, Nabi Isa sudah bisa berbicara, hal ini tertera dalm al-Qur’an Surah Maryam ayat 30-34.

Artinya : 30. berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. 31. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. 32. dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. 33. dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaKu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali". 34. Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan Perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (QS. Maryam : 30-34).

Lihatlah, Isa Sang Nabi yang mulia itu, mengucapkan atas kelahiran, kematian, dan kebangkitannya sendiri. Pernyataannya disebut Tuhan sebagai pernyataan yang benar dan jujur. Dalam konteks masyarakat Muslim, terutama di Indonesia, mengucapkan selamat Natal pada momen itu masih kontroversial. Sebagian diantara mereka, mungkin mayoritas, masih mengharamkannya.
Syekh Dr. Yusuf al-Qardhawi (ketua ulama’ Islam sedunia asal Mesir), berpendapat lain. Katanya, “Adalah hak setiap kelompok untuk merayakan hari-hari besarnya dengan cara tidak melukai orang lain. Juga hak setiap kelompok untuk menyampaikan ucapan selamat atas haru besar orang lain. Islam tidak melarang kaum muslimin menyampaikan ucapan selamat kepada warga negara dan tetangga yang ber-Agama Nasrani (Kristiani) berkaitan dengan hari besar keagamaan mereka karena hal ini termasuk dalam pengertian al-birru (kebajikan) sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah : Qs. al-Mumtahanah 08. Dan  al-Nisa’ : 86.

Syekh Dr. Mushthafa al-Zarqa menyampaikan pandangan senada, “seorang Muslim yang mengucapakan selamat kepada teman-temannya atas kelahiran Isa al-Masih as, menurut saya merupakan hal yang baik dan etika dalam pergaulan sosial. Islam tidak melarang sikap ini, apalagi Isa al-Masih yang dalam aqidah Islam adalah Rasul besar dan salah satu Ulul al-Azmi. Mereka sangat dihormati dalam agama kita. Namun, sayang, mereka (kaum Nasrani) terlalu ekstrim dengan meyakininya sebaga Tuhan.”

Syekh Dr. Muhammad Abdullah al-Syarqawi (Prof. Teologi dan Agama-agama, Universitas Qatar) berpendapat : “dalam momen hari raya Umat Kristiani, Natal, tidaklah mengapa seorang Muslim menyampaikan ucapan selamat Natal kepada tetangganya, guru, murid, teman kantor, atau teman sekolahnya ang beragama Nasrani. Ini merupakan tuntunan Islam yang bijaksana yang menegaskan keharusan kita bertindak adil dan berbuat baik kepada warga negara yang beragama Kridten Koptik (Qibthi).

Ketika Natal tiba, seluruh warga negeri ini (Mesir) larut dalam kegembiraan bersama. Mereka memperlihatkan dengan nyata makna kebersamaan dan persaudaraan meski memiliki keyakinan dan agama berbeda-beda. Disana juga ada semacam tradisi dimana pemimpin tertinggi Agama Islam dan pemmpin tertinggi Agama Kristen saling mengucapkan selamat dan menyampaikan simpati pada hari raya masing-masing. Pemimpin Islam mengucapkan “Selamat Hari Natal” dan pemimpin tertinggi Kristen “Selamat Idul Fitri”. Mereka tetap dalam keyakinan dan keimanannya masing-masing. Grand Syekh al-azhar, Dr. Sayyid Muhammad Thanthawi, selalu hadir dalam perayaan natal umak Kristen Koptik disana. Ini momen penting bagi perwujudan persaudaraan umat manusia, perdamaian bangsa, dan penghormatan jenis perbedaan.

Betapa indahnya sikap toleransi dan kebersamaan relasi dengan kekukuhan keyakinan diri masing-masing.  Al-Qur’an kitab suci kaum Muslimin memang telah menegaskan dalam surat al-Kafirn ayat 1-6.

Sumber : KH. Husain Muhammad, Menyusuri Jalan Cahaya, Cet-1, (Yogyakarta : Penerbit Bunyan, 2013), hal. 95-102

Kritik dan Saran Kami tunggu di : Ababilkrejengan@gmail.com
Muslim al-Muderat. Doc

Makalah OBYEK PENDIDIKAN LENGKAP (Ababil Krejengan)



KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada kita semua dan shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan kehadirat Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabat serta para pengikutnya yang senantiasa pada sunnahnya pada akhir zaman.  Amin Ya Rabbal„ Alamin.

   Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah SWT telah memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat terlebih dahulu kemudian kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang overtrofektive (berprasangka jelek) kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya. Jika dia memulai dengan memberikan peringatan kepada kelurga dan sanak kerabatnya, maka hal itu akan lebih bermanfaat dan seruannya akan lebih berhasil. Allah juga menyuruh agar bersikap tawadhu kepada pengikut-pengikut yang beriman, bersikap baik kepada mereka, dan ikut menggung kesusahan yang mereka mau menerima nasehatUcapan terimakasih kami ucapkan kepada :
1. Ibu dan Bapak yang senantiasa mengiringi langkah kami dengan do’a dan dukungannya.
2. Moh. Inzah, M.Pd.I  selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Tafsir Tarbawi.
3. Rekan-rekan sesama mahasiswa Jurusan PAI Fakultas Tarbiah Institut Zainul Hasan Genggong Kraksaan Probolinggo.

Pemakalah menyadari, makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa terbuka menerima masukan untuk perbaikan makalah ini. Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat membantu kelancaran kuliah kami khususnya, dan perkuliahan Tafsir Tarbawi. Amin!

Kraksaan, 09 Januari 2017


Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................  1
DAFTAR ISI .............................................................................................  2
BAB I   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ................................................................................  3       
B.     Rumusan Masalah ...........................................................................  3      
C.     Tujuan Penulisan .............................................................................  3       
BAB II PEMBAHASAN
A.      Ayat Pembahasan Qs. Al-Tahrim ayat 06                                        4
B.      Mufradat al-Lughawiyah                                                                   7
C.      Asbab al-Nuzul                                                                                   8
D.     Penjelasan Ayat (Syarh)                                                                    9
E.     Analisa Pembahasan                                                                         15
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan .....................................................................................  16
B.     Kritik dan saran ...............................................................................  16
           
DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah SWT telah memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat dulu kemudian kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya.
Jika dia memulai dengan memberikan peringatan kepada kelurga dan sanak kerabatnya, maka hal itu akan lebih bermanfaat dan seruannya akan lebih berhasil. Allah juga menyuruh agar bersikap tawadhu kepada pengikut-pengikut yang beriman, bersikap baik kepada mereka, dan ikut menggung kesusahan yang mereka mau menerima nasehat. Dalam makalah ini pemakalah akan sedikit membahas terkait dengan obyek Pendidikan berdasarkan Al Qur’an. Yang terkandung dalam QS At Tahrim Ayat 6.

B.     Rumusan Masalah
1.      Siapakah obyek pendidikan berdasarkan QS Al-Tahrim Ayat 6.?

C.      Tujuan Penulisan
2.      Untuk mengetahui obyek pendidikan berdasarkan QS. Al-Tahrim ayat 6.



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Ayat Pembahasan Qs. Al-Tahrim : 6
Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat ilmu pengetahuan, adanya tujuan pendidikan, subjek pendidikan, metode pengajaran dan tentunya terdapat objek pendidikan pula. Dalam objek pendidikan telah terserat dalam Al Qur’an, yaitu dalam surat Al Tahrim ayat 6 sebagai berikut :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ ... ٦
 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (Qs. Al-Tahrim : 06)

Al-Qur’an yang terbagi 30 Juz, 114 surat dan +- 6666 ayat, lafal-lafal ini terulang sebanyak,  yang berada dibawah ini;
قُوْا Diulang 1x (Qs. al-Tahrim : 6)
أَنْفُسَكُمْ Diulang 17x                                                            أَهْلُDiulang 8x         
أَنْفُسَكُمُ Diulang 1x (6:93)                                      أَهْلِ Diulang 24x      
أَنْفُسُكُمُ Diulang 1x  (2:87)                                     أَهْلُهُ Diulang 1x (2: 196)     
أَنْفُسِكُمْ Diulang 23x                                                أَهْلِهِ Diulang 12x
أَنْفُسِكُمُ Diulang 1x  (3:168)                                   أَهْلِيْكُمْ Diulang 2x (5:89) dan (66:6).
نَارَ Diulangi 14x                    نَاسُ Diulangi 41x                             حِجَارَةًDiulangi 5x
نَارُ Diulangi 28x                    نَاسَ Diulangi 47x                              حِجَارَةُDiulangi 2x   
نَارٌ Diulangi 4x                      نَاسِ Diulangi 152x                            حِجَارَةِDiulangi1x (2:74)
نَارِ Diulangi 73x                                                                               حِجَارَةٍDiulangi 1x (105:4)
نَارٍ Diulangi 5x
نَارًا Diulangi 17x .[1]

Begipula dengan arti/makna lafal نار (yang memiliki tiga arti, Cahaya-Api Peperangan-Api)
1.      Cahaya, makna ini tersebut dalam ayat, (Qs. Thaha : 10) dan (Qs. al-Qashash : 29).
Artinya : “Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu". (Qs. Thaha : 10). Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung[2] ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan". (Qs. al-Qashash : 29). yakni aku melihat cahaya.

2.      Api Peperangan, makna ini tersebut dalam ayat, (Qs. al-Ma’idah : 64)
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu” (maksudnya, ialah kikir) sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu (maksudnya, Kalimat-kalimat ini adalah kutukan dari Allah terhadap orang-orang Yahudi berarti bahwa mereka akan terbelenggu di bawah kekuasaan bangsa-bangsa lain selama di dunia dan akan disiksa dengan belenggu neraka di akhirat kelak) dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. (Qs. al-Ma’idah : 64). yakni setiap mereka bermufakat untuk memerangi Rasulullah Saw, namun Allah Swt membuyarkan (menggagalkan keinginan) mereka untuk membunuh Nabi.

3.      Makna Api itu sendiri, makna ini tersebut dalam ayat, (Qs. Ali-Imran : 131) dan (Qs. al-Anbiya’ : 69)
Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. (Qs. Ali-Imran : 131) dan Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim"(Qs. al-Anbiya’ : 69), yakni makna Api itu sendiri.

Serta arti/makna lafal ناس (yang memiliki sepuluh arti secara khusus, pertama Nabi Muhammad Saw, seseorang bernama Na’im/Nu’im bin Mas’ud al-Asyja’i, Para Nabi, Orang-orang yang beriman, orang-orang yang beriman kepada Kitab Taurat, Bani Isra’il, Penumpang kapal Nabi Nuh.as., Penduduk Mesir, Penduduk Mekkah, dan Seluruh Manusia).
1.      Nabi Muhammad Saw, makna ini tersebut dalam ayat (Qs. an-Nisa : 54), yakni tertuju kepada baginda Nabi Muhammad Saw.
2.      Seorang bernama Nu’im/Na’im bin Mas’ud al-Asyja’iy, makna ini tersebut dalam ayat (Qs. Ali Imran : 137).[3]
3.      Para Nabi, makna ini tersebut dalam ayat (Qs. al-Baqarah : 143), yakni atas para Nabi dan Rasul.
4.      Orang-orang yang beriman, tiga ayat yang menyebut kandungan makna ini, (Qs. al-Baqarah : 161, Ali Imran : 87, dan 97), manusia dalam ayat-ayat ini adalah orang-orang beriman saja.
5.      Orang-orang yang beriman kepada Kitab Taurat, makna ini tersebut dalam ayat (Qs. al-Baqarah : 13), yakni orang-orang yang beriman kepada kitab Taurat.
6.      Bani Isra’il, makna ini tersebut dalam ayat (Qs. al-Imran : 79 dan al-Ma’idah : 116), yakni tertuju kepada kaum Bani Isra’il.
7.      Penumpang Kapal Nabi Nuh, as., makna ini tersebut dalam ayat (Qs. al-Baqarah : 213 dan Yunus : 19), yakni orang-orang yang menaiki kapal Nabi Nuh saja.
8.      Penduduk Mesir, makna ini tersebut dalam ayat (Qs. Yusuf : 46 dan 49, serta Thaha : 59). Kata “Manusia” dan “orang-orang” yang disebutkan dalam ayat-ayat ini maksudnya adalah Penduduk Mesir.
9.      Penduduk Mekah, makna ini tersebut dalam (Qs. Yusuf : 23, al-Isra’ : 60 dan an-Naml : 82) yang tertuju kepada Penduduk Mekah.
10.  Seluruh Manusia, makna ini tersebut dalam ayat (Qs. an-Nisa’ : 1 dan al-Hujurat : 13), yakni seluruh umat Manusia.[4]


B.     Mufradat al-Lughawiyah
(قوا أنفسكم وأهليكم نارًا) إجعلوا لأنفسكم وقاية من النار بترك المعاصي وفعل الطاعات ، واحملوا أهليكم على ذلك بالنصح والتأديب (وقودهَا) ماتوقدبه النار .
Artinya : “(Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka) jagalah dirimu dari siksa neraka dengan cara meninggalkan maksiat serta mengerjakan keta’atan, dan bertanggung jawablah kepada keluargamu atas hal itu dengan nasehat dan didiklah (dan jagalah mereka) atas sesuatu yang dapat menyalakan api neraka.[5]
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah berupa fi’il amr yang secara langsung dan tegas, yakni lafadz (peliharalah/ jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang Mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka.[6]
Dalam hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ... رواه مسلم.
Artinya : Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi Muhammad SAW, beliau telah bersabda, "Setiap orang dari kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan jawab terhadap apa yang di pimpinnya. Seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan ia akan dimintai pertanggunganjawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Ketahuilah bahwa setiap orang dari kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya." (Hr. Imam Muslim No. 1206).
C.      Asbab al-Nuzul
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini, dia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sinan Al-Minqari, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Daud) yang mengatakan bahwa telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) sedangkan di hadapan beliau terdapat para sahabatnya yang di antara mereka terdapat seorang yang sudah lanjut usianya, lalu orang tua itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah batu Jahanam sama dengan batu dunia?" Nabi Saw. menjawab:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَصَخرة مِنْ صَخْرِ جَهَنَّمَ أعظمُ مِنْ جبَال الدُّنْيَا كُلِّهَا
“Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya sebuah batu Jahanam lebih besar daripada semua gunung yang ada di dunia”.[7]
Lalu orang tua itu jatuh pingsan karena mendengarnya, maka Nabi Saw. meletakkan tangannya di jantung orang tua itu dan ternyata masih berdegup, berarti dia masih hidup. Maka beliau Saw. menyerunya (menyadarkannya) seraya bersabda, "Hai orang tua, katakanlah, 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah'." Maka orang tua itu membacanya sepuluh kali, dan Nabi Saw. menyampaikan berita gembira masuk surga kepadanya. Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah di antara kita?" Rasulullah Saw. mengiakan dan beliau membaca firman-Nya:
... ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ ١٤
Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan takut kepada ancaman-Ku. (Ibrahim: 14). Hadis ini mursal lagi gharib.[8]

D.     Penjelasan Ayat (Syarh)
1.      Tafsir al-Kasysyaf al-Zamakhsyari.
(قوا أنفسكم) بترك المعاصي وفعل الطاعات. (وأهليكم) بأن تأخذوهم بما تأخذوهم به أنفسكم , وفي الحديثِ رحم الله رجلا قال : ياأهلاه صلاتكم صيامكم زكاتكم مسكينكم يتيمكم جرانكم لعلّ الله يجمعهم معه في الجنة .
Artinya : “(Peliharalah dirimu) yakni dengan meninggalkan maksiat dan mengerjakan keta’atan (dan keluargamu) yakni dengan memperlakukan mereka sebagaimana memperlakukan diri kalian” dalam sebuah hadits (pendapat Zayla’i Gharib) berkata : wahai keluarga kalian, shalat kalian, puasa kalian, zakat kalian, orang miskin kalian, anak-anak yatim kalian, tetangga kalian mudah-mudahan Allah Swt mengumpulkan mereka semua bersama kalian di dalam surga-Nya Allah Swt.” [9]

2.      Al-Tafsir al-Munir Fii al-Aqidah Wa al-Syari’ah Wa al-Minhaj.
Artinya : “ (Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka) Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah dirimu kepada Allah dan Rasul-Nya, didiklah dirimu serta keluargamu  ajarilah mereka, serta hati-hatilah terhadap siksa api neraka, jagalah mereka dengan melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan menjauhi apa yang telah dilarang-Nya, ajarilah keluargamu , perintahkan mereka untuk taat kepada allah, dan cegahlah mereka untuk berma’siat kepada Allah[10]

3.      Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim/Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir al-Thabari.
قال سفيان الثورى عن منصور عن رجلٍ عن على بن أبى طالب رضى الله عنه فى قوله تعالى :) قوا أنفسكم وأهليكم نارًا( يقول  : أدبوهم ،علّموهم .
Artinya : “Sufyan al-Tsauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari seorang laki-laki dari Ali bin Abu Talib r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: (Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka) Makna yang dimaksud ialah didiklah mereka dan ajarilah mereka.[11] Al-Thabari [12] “Ajarilah mereka sedikit demi sedikit (secara perlahan-lahan dan dengan cara lemah-lembut)”.
قال مجَاهد فى قوله تعالى : )قوا أنفسكم وأهليكم نارًا( يقول : إتقوا الله وأوصوا أهليكم بتقوى الله .
Artinya : “Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka) Yaitu bertakwalah kamu kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah.[13]

4.      Nida’atu al-Rahman Li Ahli al-Iman.
Ali bin Abu Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka) yaitu perbanyaklah keta’atan kepada Allah Swt, takutlah dari maksiat kepada Allah Swt, serta ajaklah keluargamu untuk berdzikir kepada Allah Swt, karena hal itulah yang akan menyelamatkanmu dari api neraka.[14]
Qatadah mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadap­Nya. Dan hendaklah engkau tegakkan terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Dan apabila engkau melihat di kalangan mereka terdapat suatu perbuatan maksiat terhadap Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya.
Muqatil berkata : “ayat tersebut bertujuan supaya seorang muslim mendidik dirinya dan keluarganya, menyuruh mereka berbuat baik, melarang mengerjakan keburukan, serta ia bersama-sama mereka mengerjakan perintah Allah Swt membantu mereka dalam urusan ketakwaan kepada Allah Swr.”[15]
Semakna dengan ayat ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Samuroh bin Jundub yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ، فَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا
Artinya : “Perintahkanlah kepada anak untuk mengerjakan shalat bila usianya mencapai tujuh tahun; dan apabila usianya mencapai sepuluh tahun, maka pukullah dia karena meninggalkannya”.[16]

5.      Tanwir al-Miqbas Min Tafsir Ibnu ‘Abbas
(قوا أنفسكم) ادفعوا عن أنفسكم وقومكم (وأهليكم) وأولادكم ونسائكم (نارًا) يقول أدّبوهم وعلِّموهم الخيرتقوهم بذلك نارًا (وقودها) حطبها (الناس والحجارة)  حجارة الكبريت وهي أشدّ الأشياء حـرًا .
Artinya : “(Peliharalah dirimu) yakni cegahlah diri kalian, kaum (golongan-penj) serta (keluarga) yakni anak-anak dan istri-istri kalian dari (api) neraka. Maksudnya ajaklah mereka dan ajarilah kepada kebaikan yang bisa menyelamatkan mereka itu dari api neraka. Yang (bahan bakarnya) dari (manusia dan batu) yakni batu korek (batu yang mudah terbakar_ biasanya cukup dengan digesek-gesekkan-Penj) ialah batu tersebut merupakan sesuatu yang sangat panas.[17]
6.      Al-Durru al-Mantsur Fii al-Tafsiri bi al-Ma’tsur.
أخرج عبد الرّزّاق والفريابيُّ وسعيد بن منصور وعبدُبن حُميدٍ وإبن جرير وإبن المنذير والحاكِم وصحّحه والبيحقىُّ فى "المدخل" عن على بن أبى طالب فى قوله تعالى :) قوا أنفسكم وأهليكم نارًا( قال : علموا أنفُسَكم وأهليكُم الخـير وأدِّبوهم .  وأخرج عبدُ بن حميد عن مجاهد فى قول تعالى : أوصوا أهليكم بتقوى اللهِ.
Artinya : “Diriwayatkan dari Abdur Razzaq, al-Faryabi, dan Sa’id bin Manshur, dan Abdu bin Humaid, dan Ibnu Jarir, dan Ibnu Mundzir dan al-Hakim (menilai shahih), Imam al-Baihaqi (dalam kitab al-Madkhal), dari Ali bin Abi Thalib r.a menafsirkan dalam firman Allah Swt: (Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka) Sahabat Ali berkata : ajarilah diri kalian dan keluarga kalian kepada kebaikan serta didiklah mereka.[18]

7.      Syekh al-Azhar, Dr. Muhammad Sayyid Thanthawy, al-Tafsir al-Wasith li al-Qur’an al-Karim, (Bairut : Dar al-Sa’adah,tt), hal. 476.
وقوله تعالى (قوا...) أمر من الوقاية .
والمعنى : يامن اَمنتم بالله تعالى – حقّ الإيمان ، أبعدوا أنفسكم عن النارعن طريق فعل الحسنات ، واجتناب السيّـئات، وأبعدوا أهليكم أيضًا عنها ، عن طريق نصحهم وإرشادهم وأمرهم بالمعروف ونهيهم عن المنكر .
Artinya : “ (Peliharalah...) fi’il amr dari lafal  وقايةfi'il madhinya  وقى – يقى . maksudnya, wahai orang-orang yang beriman kepada Allah Swt, dengan iman yang haq (benar-benar beriman-penj), jauhilah diri kalian dari api neraka dengan cara berbuat baik dan jauhilah perbuatan yang buruk, serta jauhkanlah keluarga kalian juga dari neraka, dengan cara menasehati, menunjukkan, dan menyuruh mereka berbuat kepada kebaikan dan mencegahnya dari kemungkaran.[19]
وقوله : (وقودها الناس والحجارة)  أي : هذه النار لاتوقد كما يوقد غيرها بالحطب وما يشبهها ، وإنما مادة اشتعالها تتكون من الناس الذين كانوا فى الدنيا يشركون مع الله تعالى ، اَلهة أخرى فى العبادة ، ومن الحجارة التى كانت تعبد من الدونه تعالى .
Artinya : “(yang bahan bakarnya manusia dan batu), yakni neraka ini tidak hidup sebagaimana yang lain bisa menyala dengan kayu bakar atau yang lainnya. Hanya saja yang menghidupkan mereka terdiri dari manusia yang didunia menyekutukan Swt, dengan tuhan yang lain dalam ibadahnya serta dari batu yang beribadah kepada selain Allah Swt.[20]

8.      Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.
قوا أنفسكم (peliharalah diri kamu) antara lain dengan meneladani Nabi Saw, dan pelihara juga  وأهليكم (keluarga kamu) yakni istri, anak-anak, dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab  kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-berhala.[21]
            Ayat diatas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat diatas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah) tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan laki-laki (ayah dan ibu)  sebagaimana ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang memerintakan berpuasa) yang juga tertuju kepada keduanya. Ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab terhadap ana-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai Agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.[22]

E.      Analisa Pembahasan
Dari penelasan diatas mengenai subyek pendidikan yang di kaji melalui beberapa literature (Tafsir dan Hadits) dapat di analis bahwa perintah dari ayat tersebut Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian” yang mana hal itu di arahkan  dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah, dan juga kita sebagai pemimpin harus mempunya jiwa yang ikhlas dan juga merasa memiliki suatu kewajiban terhadap keluarga untuk mendidik (anak, istri, kerabat bahkan kepada budak sekalipun) dan seluruh kaum muslimin untuk mengajak mereka semua kepada jalan yang lurus (taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya). Dan maksud dari firman Allah : “dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia” manusia yang di maksud adalah orang-orang kafir (dan batu) seperti berhala-berhala yang mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar neraka itu.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Qs. Al-Tahrim menjelaskan tentang penting dan wajibnya suatu pendidikan obyek sasarannya yang meliputi diri kita sendiri, anak, istri, kerabat, kaum muslimin, bahkan budak-budak sekalipun untuk menjaga (memelihara) mereka semua dari siksa api neraka yang bahan bakarnya dari bebatuan (patung-patung sesembahan orang kafir ) dengan cara menaati perintah Allah dan Rasul-Nya dengan menjauhi maksiat serta memperbanyak dzikir dan shalawat.

Pelajaran yang dapat di ambil dalam Qs. al-Tahrim ayat 6, antara lain :
1.      Perintah Taqwa Kepada Allah SWT dan berdakwah
2.      Dakwah dan pendidikan harus bermula di rumah.
3.      Kedua orangtua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya.
4.      Anjuran menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka.
5.      Pentingnya pendidikan islam sejak dini.

B.     Kritik dan Saran
Dari beberapa penjelasan di atas pemakalah pasti tidak lepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat. Dan kami sebagai penyusun makalah ini menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan para pembaca, khususnya pembimbing mata kuliah Tafsir Tarbawi. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif (membangun), agar dapat dibuat acuan dalam terselesainya makalah kami yang berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim.
Abdullah bin Abbas, 1992. Tanwir al-Miqbas Min Tafsiri Ibnu ‘Abbas. Libanon : Dar al-Kutub al-Islamiyah. Cet-1. Juz 1.
Al-Qurtubi, Abi Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr. 2006. al-Jami’ Liahkami al-Qur’an Wa al-Mubayyinu Lima Tadlammanahu Min al-Sunnati Wa Ayil Qur’an, Cet-1, Libanon : Muassasah al-Risalah. Juz 21. Pentahqiq : Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turqy.
Al-Suyuthi, Jalaluddin bin Abdurrahman. 2003. al-Durru al-Mansur Fii al-Tafsiri bil Ma’tsur. Qahirah : Markaz al-‘Arabiyah. Cet-1. Juz 14.
________, 2012. Al-Itqan Fii Ulum al-Qur’an, Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Cet-2. Juz 2.
Al-Thabari, Ibnu Jarir. 1994. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, Cet-1. Bairut : Muassasah al-Risalah. Juz 7. Pentahqiq : Dr. Basyar ‘Iwad Ma’ruf.
Al-Zamakhsyari, Jarullah Abi al-Qasim Mahmud bin Umar. 1998. Tafsir al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil Fii Wujuh al-takwil. Beirut : Dar al-Ma’rifah. Cet-3. Juz 1.
Al-Zuhaili, Wahbah. 2009. al-Tafsir al-Munir Fii al-Aqidah Was Syari’ah Wal Minhaj. Cet-10. Bairut : Dar al-Fikr. Juz 28.
Buhairi, Syekh Muhammad Abdul Athi’. tt. Nida’ al-Rahman Li Ahli al-Iman. Kairo : al-Maktabah al-Taufiqiyah. Terj- H. Abdurrahman Kasdi, Lc,. M.S.I dan Hj. Umna Farida, Lc., M.A., Tafsir Ayat-ayat Yaa Ayyuhal-Ladzina Amanuu, Jakarta : Pustaka al-Kautsar. 2005. Jilid 2.
Ibnu Katsir al-Dimasyqi, Abi al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar. 1997. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim. Cet-2. Bairut : Dar al-Thayyibah. Juz 8. Pentahqiq : Syekh Sami bin Muhammad al-Salamah.


Shihab, Prof. Dr. M. Quraish. 2006. Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta : Lentera Hati. Jilid 14. Cet-5.
Tanpa Nama Pengarang.tt. Indek Untuk Mencari Kata Dalam Al-Qur’an. Tp.
Thabathaba’iy, Sayyid Muhammad Husain. 1997. Al-Mizan Fii Tafsir al-Qur’an. Bairut : Muassasah al-A’ma al-Mathbu’at. Juz 19. Cet-1.
Thanthawiy, Syekh al-Azhar. Dr. Muhammad Sayyid. tt. al-Tafsir al-Wasith Lil Qur’an al-Karim. Bairut : Dar al-Sa’adah. Juz 14.
Tiflisi, Abu Fadhl Hubaisy bin Ibrahim. 1981. Wujuh al-Qur’an. Teheran-Irak : Bonyad al-Qur’an. Cet-4. Edisi Indonesia, Dr. Mehdi Muhaqqeq dan Musa Muzauwir, Kamus Kecil al-Qur’an : Homonim Kata Secara Alfabetis.tp. 2012.

Link : www.moh-ababil.blogspot.com



[1] Tanpa Pengarang, Indeks Untuk Mencari Kata Dalam Al-Qur’an, 884-959.
[2] Setelah Nabi Musa a.s. menyelesaikan perjanjian dengan Syu'aib a.s. ia berangkat dengan keluarganya dengan sejumlah kambing yang diberi mertuanya, maka pada suatu malam yang sangat gelap dan dingin Musa a.s. tiba di suatu tempat tetapi setiap beliau menghidupkan api, api itu tidak mau menyala. Hal itu sangat mengherankan Musa maka ia berkata kepada istrinya sebagai tersebut dalam ayat 29.
[3] Jalaluddin Abdurrahman al-Suyuthi, al-Itqan Fii Ulum al-Qur’an, Cet-2, (Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2012), Juz II, Bab Mubhamat, hal.292.
[4] Abu Fadhl Hubaisy  bin Ibrahim Tiflisi, Wujuh al-Qur’an, Cet-4, (Teheran-Irak, Bonyad al-Qur’an, 1981), terj- Dr. Mehdi Muhaqqiq dan Musa Muzauwir, Kamus Kecil Al-Qur’an : Homonim Kata Secara Alfabetis, hal. 292-294.
[5] Dr.  Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir Fii al-Aqidah Wa al-Syari’ah Wa al-Minhaj, Cet-10, (Bairut : Dar al-Fikr, 2009), Juz 28, hal. 702
[6] Analisa Penerjemah/Pemakalah
[7] Abi al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar Ibnu Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Cet-2, (Bairut : Dar al-Thayyibah, 1997), Juz 8, hal. 167-168.
[8] Abi al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar Ibnu Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim… hal. 168.
[9] al-Qasim Jarullah Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari al-Jauzy, Tafsir al-Kasysyaf, Cet-3, (Bairut : Dar al-Ma’rifah, 2009), hal. 1121.
[10] Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir Fii al-Aqidah Wa al-Syari’ah Wa al-Minhaj … hal. 704
[11] Abi al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar Ibnu Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim… hal. 167.
[12] Al-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, Cet-1, Pentahqiq : Dr. Basyar ‘Iwad Ma’ruf (Bairut : Muassasah al-Risalah, 1994), Juz 7, hal. 330.
[13] Abi al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar Ibnu Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim… hal. 167.
[14] Syekh Muhammad Abdul Athi Buhairi, Nida’atu al-Rahman Li Ahli al-Iman. Edisi Indonesia : Tafsir Ayat-ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Amanuu, terj: H. Abdurrahman Kasdi, Cet-1, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2005), Jilid II, hal. 404.
[15] Syekh Muhammad Abdul Athi Buhairi, Tafsir Ayat-ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Amanuu II, hal. 404.
[16] Abi Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr al-Qurtubi, al-Jami’ Liahkami al-Qur’an Wa al-Mubayyinu Lima Tadlammanahu Min al-Sunnati Wa Ayil Qur’an, Cet-1, Pentahqiq : Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turqy, (Libanon : Muassasah al-Risalah, 2006), Juz 21, hal.93
[17] Abdullah bin Abbas, Tanwir al-Miqbas Min Tafsiri Ibnu ‘Abbas, Cet-1, (Libanon : Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1992), Juz 1, hal : 604.
[18] Jalaluddin al-Suyuthi, al-Durru al-Mansur Fii al-Tafsiri bil Ma’tsur, Cet-1, (Qahirah : Markaz al-‘Arabiyah, 2003), Juz 14, hal. 590. HR. Abdur Razzaq (No. 303), Ibnu Jarir (No. 103), al-Hakim (No. 494), al-Baihaqi (No. 372).
[19] Dr. Muhammad Sayyid Thanthawy, al-Tafsir al-Wasith li al-Qur’an al-Karim, (Bairut : Dar al-Sa’adah,tt), hal. 476.
[20] Dr. Muhammad Sayyid Thanthawy, al-Tafsir al-Wasith li al-Qur’an al-Karim, hal. 476.
[21] Dr. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Cet-5, (Jakarta : Lentera Hati, 2006) Juz 14, hal. 326.
[22] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah...hal.  327