RASM
USTMÂNÎY
A. Definisi
Rasm Ustmânî
Term Rasm (الرَسم)
artinya (الأثر) atau bekas peninggalan. Kata lain yang sama
artinya adalah : الخَط ، الزُبُر ، السَطر ، الرَقْم ،
الرَشم semuanya berarti
tulisan. Dari sinilah dapat difahami bahwa seorang penûlis yang telah
menggoreskan penanya, maka ia akan meninggalkan bekas pada tulisan itu.
Rasm al-Qur’ân, Rasm Ustmânî atau Rasm al-Imâm adalah tata cara
menuliskan al-Qur’ân yang ditetapkan pada masa Khalîfah Ustmân bin ‘Affân
dengan kaidah-kaidah tertentu.
Pada masa Khalîfah Ustmân
bin ‘Affân, untuk ketiga kalinya terjadi kembali penulisan al-Qur’ân.
Penyebabnya adalah dikarenakan adanya perbedaan cara membaca al-Qur’ân di
antara prajurit Islam yang sedang berperang di kawasan Armeniâ dan Azerbaijân
(Uni Soviet). Mereka berperang ada sebagian prajurit dari Negara Irak yang cara
membaca al-Qur’ân mereka dari sahabat Nabî Saw yang bermukim disana, dan
terdapat pula prajurit dari Syîria yang cara membacanya juga berasal dari
sahabat Nabi yang lain dikirim kesana. Penyebab perbedaan cara membaca inilah menyebabkan
terjadinya satu kelompok mengklaim bacaannya yang benar, di kelompok yang lain
mengaku cara bacaannyalah yang paling benar. Kabar pertikaian ini akhirnya
sampai kepada Khalîfah Ustmân bin ‘Affân di Madînah yang akhirnya Khalîfah Ustmân
bin ‘Affân memprakarsai penulisan kembali kitab suci al-Qur’ân dengan tujuan
agar kaum muslimin mempunyai rujukan tulisan al-Qur’ân yang benar-benar bisa di
pertanggung-jawabkan (dengan kata lain Khalîfah Ustmân bin ‘Affân ingin
mempersatukan Mushâf yang ada).
B. Asal-usul
Rasm Ustmânî
Beberapa ahli peneliti
dibidang sejarah mengungkapkan bahwa tulisan Arab seperti pada Rasm Usmâni,
adalah “Pengembangan dari tulisan Nabtî yang pada gilirannya juga berawal dari
penulisan Arâmî,” yang diperkiran eksis pada abad sembilan atau delapan sebelum
masehi.
Dikemukakan bahwa
tulisan yang terukir pada batu yang diperkirakan berasal dari abad sembilan
sebelum masehi dipegunungan sekitar Irak, tertulis demikian(أبوهي)
maksudnya (أبوها).
Kemudian pada penulisan Nabtî tercantum ; (هرثت)
maksudnya (هارثت), atau (ملكو)
maksudnya (مالك), (سالم)
maksudnya (سلام) dan sebagainya.
Dari beberapa contoh
tulisan Nabti di atas banyak persamaannya dengan rasm yang ada sekarang ini.
Jika orang Arab yang ada di semenanjung Arabi, khususnya lagi di Kota Makkah al-Mukarramah
dan Kota Madînah al-Munawwarah, terkenal bangsa yang ummî, jika
melihat perdagangan di kawasan Irak dan Syîria yang merupakan kawasan yang
lebih maju, maka pendapat (teori) bahwa tulisan Arab adalah pengembangan
dari tulisan Nabtî yang akhirnya bermuara pada tulisan Arâmî, adalah pendapat
yang patut di perhitungkan kebenarannya.
Pendapat ini menjadi tanggung-jawab bagi para ahli kesejarahan keislaman
khususnya dan bagi pecinta kajian Ulûm al-Qur’ân umumnya untuk menggandrungi
sejarah kebudayaan bangsa-bangsa kuno.
C.
Macam-macam Rasm
Al-Qur’ân
adalah firman Allâh Swt yang qadîm yang tidak ada kebosanan untuk
didengarkan, yang disucikan dari ucapan, perbuatan dan kehendak penulisan manusia.
Melihat dari spesifikasi cara penulisan kalimat-kalimat Arab, maka Rasm
terbagi menjadi 3 macam, yakni :
1.
Rasm Qiyâsî
(الرسم القِيَاسِى)
Ialah cara penulisan
kalimat yang sesuai dengan ucapannya dengan memperhatikan waktu memulai dan
berhenti pada kalimat tersebut kecuali nama huruf hija’iyah, seperti huruf (قَ) tidak ditulis seperti (قَافْ)
tetapi cukup (قَ) saja.
Contoh dari Rasm
Qiyâsî adalah lafal أنا ditulis dengan أنا walaupun jika dilanjutkan alifnya hilang
seperti lafal انانذيرٌمبين ، bigitu juga dengan alif washal seperti جاء الحق . alif pada lafal الحق tetap harus ditulis, walaupun tidak diucapkan pada waktu ia berada
di tengah kalimat, sebab jika dimulai dari awal kalimat maka diucapkan الحق جاء.
2.
Rasm ‘Arûdhî
(الرسم العرُضِى)
Ialah cara penulisan
kalimat-kalimat Arab disesuaikan dengan wazan dengan sya’ir-sya’ir Arab. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui “Bahr” (salah satu macam-macam sya’ir) dari
syai’ir tersebut.
Contoh seperti وليل كموج البحر ارخى
سدوله sepotong sya’ir Imri’il
Qais tersebut, jika ditulis akan berbentuk ; وليلن
كموج البحر أرخى سدو لهو
sesuai dengan kaidah فَعولن مفاعيلن فعولن
مفاعيلن sebagai timbangan
syai’ir yang mempunyai “Bahr Takwil”.
3.
Rasm Ustmânî
(الرسم العثمَانِى)
Ialah
cara penulisan kalimat-kalimat al-Qur’ân yang telah disetujui oleh sahabat Usmân bin Affân pada waktu penulisan Mushâf.
Rasm
Ustmânî ini
berbeda dengan Rasm Qiyâsî dari beberap segi.
Dalam
Rasm
Ustmânî lafal
الصلاة ، الزكاة ، الحياة
jika berupa isim al-ma’rifah atau isim nakirah atau di idhafah
kan kepada isim zahir, ditulis demikian ; الصلوة
، الزكوة ، الحيوة dan seterusnya.
Beberapa nilai
positif dari penulisan dengan menggunakan kaidah Rasm Ustmânî, antara
lain ;
a. Rasm Ustmânî merupakan khazanah
budaya penulisan huruf-huruf Arab secara umum pada masa al-Qur’ân diturunkan.
Dengan demikian bagi para peneliti sejarah, Rasm Ustmânî akan memberikan
konstribusi yang sangat besar, karena Rasm Ustmânî adalah rekaman
sejarah dan kebudayaan Arab masa lalu.
b. Rasm Ustmânî yang ada hingga saat
ini sangat erat kaitannya dengan generasi para sahabat. Dengan demikian maka
pembaca al-Qur’ân dengan melihat pada Rasm Ustmânî akan merasakan suasana
emosional yang agamis antara dia dengan generasi umat Islam pada kurun abad
pertama.
c. Salah
satu syarat diterimanya qirâat al-Qur’ân dari berbagai versi bacaan al-Qur’ân yang
ada adalah jika qirâat tersebut cocok atau sesuai dengan Rasm Ustmânî.
Penulisan al-Qur’ân dengan selain Rasm Ustmânî akan mengakibatkan adanya
semacam kebingungan dalam menilai qirâat yang ada.
d. Menjaga
keautentikan al-Qur’ân hukumnya adalah wajib. Sedangkan tulisan akan terus
mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
D.
Jumlah Mashahif Usmâniyah
Pera ulama’
berselisih pendapat menganai berapa jumlah Mushâf yang ditulis oleh sang
sekretaris Rasûlullâh Saw Zaid bin Tsâbit pada masa kepemimpinan Khalîfah Ustmân
bin ‘Affân. Namun dari riwayat yang banyak beredar, pendapat tersebut dinyatakan
bahwa yang paling masyhur sebanyak 6 ekslemper, yaitu :
1. Mushâf
Syâm yang dikirim ke kota Syâm dengan mengutus Sahabat al-Mughîrah bin Syihâb
2. Mushâf
Kûfah yang dikirim ke kota Kûfah dengan mengutus Sahabat Abdurrahmân al-Sulamî
3. Mushâf
Bashrah yang dikirim ke kota Bashrah dengan mengutus Sahabat Amir bin Qais
4. Mushâf
Madînah yang dikirim ke kota Madînah dengan memerintahkan Sahabat Zaid bin Tsâbit
untuk memacakan/mengumumkan kepada penduduk Kota Madînah.
5. Mushâf
Mekkah yang dikirim ke kota Mekkah dengan mengutus Sahabat Abdullâh bin Sâib
6. Mushâf
al-Imâm (yakni Mushâf salinan yang disimpan sahabat Ustmân untuk dirinya sendiri).
Dinamakan “Mushâf al-Imâm” karena boleh jadi Mushâf ini yang paling awal ditulis.
E. Tokoh
dan Kitab-kitab Andalan dalam Rasm Ustmânî
Setelah
terjadinya kodifikasi dan kompilasi al-Qur’an yang terlah dikirim ke berbagai
daerah Negara Islam dengan mengutus imam qiraat yang kemudian menjadi imam
qiraat di tempat tersebut, Syekh al-Imâm Ghânim al-Qaduri al-Hamad menjelaskan
sebagaimana dikutip oleh Dr. Ahmad Fathoni dalam bukunya Rasm Ustmani
para perawi atau tokoh-tokoh Rasm Ustmani sebagai berikut ;
1. Abdurrahman
bin Hurmus al-A’raj (w.119 H) dan Nafi’ bin Abdurrahman bin Nu’im (w.169 H)
asal Kota Madinah al-Munawwarah yang kemudian menjadi Imam Rasm Ustmani
sekaligus Imam Qiraat.
2. ‘Ashim
al-Juhduri (w.128 H) yang menjadi Imam Rasm Ustmani penduduk kota Basrah, yang
meriwayatkan darinya adalah Mu’alla bin Isa al-Basri.
3. Abu
Darda’ Uwaimir al-Anshari (w.32 H) yang
ditugaskan ke daerah Damaskus yang selain menjadi ahli Rasm Ustmani kemudian
menjadi Imam Qiraat, yang meriwayatkan darinya adalah Abdullah bin Amir (w.188
H).
4. Uluma’-ulama’
yang khusus meriwayatkan Rasm Mashahif Ustmani, baik dari Kota Syam, Kufah,
Basrah, Madinah al-Munawwarah, Mekah al-Mukarramah, adalah Abu
Amr bin Ala’, Ayyub bin Mutawakkil, Al-Yazidi, Abu ‘Ubaid, Abu Halim
al-Sijistani dan Ibnu Mujahid.
Adapun
Penulis kitab terkemuka yang membahas Rasm Ustmani pada masanya, diantaranya
adalah ;
1.
إختلافُ
مصاحف الشام والحجاز والعراق karya Imam Abdullah bin
‘Amir al-Yahsabiy (w.118 H)
2.
إختلافُ
مصاحف أهل المدينة وأهل الكوفة وأهل البصرة
karya
Imam al-Kisa’i (w.189 H) sebagai Imam Qiraat Kufah setelah Imam Hamzah.
3.
إختلاف
أهل الكوفة ةالبصرة والشام في المصاحف karya Imam al-Farra’
4.
هحاء
السنة karya Imam Ghazi bin
Qais al-Andalusi (w.199 H) yang membukukan rasm mushaf Madinah.
5.
مورد
الظمان karya Imam al-Kharraz
(w.718 H) kitab yang berbentuk sya’ir.
6.
المقنع karya Imam Abu ‘Amr ad-Dani (371-444 H)
7.
التنزيل karya Imam Abu Daud (413-496 H), kitab
ini yang dijadikan rujukan Rasm Ustmani untuk cetakan al-Qur’an al-Karim di Saudi
Arabia, Mesir, Maghribi (Maroko), Syiria dan lainnya.
F. Perspektif Ulama’ tentang Rasm Ustmânî
Tentang
pertanyaan apakah Rasm Ustmani Tauqifi Nabi Muhammad Saw atau Ijtihadi sahabat,
para ulama’ terjadi perbedaan pendapat. Syekh Abdul Adhim al-Zarqani
menjelaskan bahwa perbedaan pendapat para ulama’ dapat di klarifikasi menjadi
tiga golongan, yaitu ;
1.
Menurut jumhur
ulama’ bahwa rasm ustmani adalah tauqifi
yakni bukan produk budaya manusia yang wajib diikuti siapa saja ketika menulis
al-Qur’an. Mereka bahkan sampai pada tingkat menyakralkannya. Mereka memandang
bahwa rasm ustmani memiliki rahasia-rahasia yang sekaligus memperlihatkan
makna-makna yang tersembunyi.
2.
Sebagian besar
ulama’ berpendapat bahwa rasm ustmani bukan tauqifi, akan tetapi merupakan kesepakatan
cara penulisan yang disetujui oleh Ustman bin ‘Affan dan diterima umat,
sehingga wajib diikuti dan ditaati siapapun yang menulis al-Qur’an. Tidak boleh
menyalahinya. Banyak ulama’ terkemuka yang menyatakan perlunya konsistensi
menggunakan rasm Ustmani.
3.
Sebagian dari
mereka berpendapat bahwa rasm ustmani bukanlah tauqifi. Tidak ada halangan
untuk menyalahinya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara tertentu
untuk menulis al-Qur’an yang nota
bene berlainan dengan rasm ustmani.
Ababil Krejengan
15 April 2019