Home » » MUHKAM DAN MUTASYABIH (Ababil Krejengan)

MUHKAM DAN MUTASYABIH (Ababil Krejengan)


MUHKAM DAN MUTASYABIH


Allah Swt berfirman : “Dialah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur'an) kepada kamu. Diantara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-Qur'an; dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat.” QS.03:07
Kita dapat mengatakan, semua ayat al-Qur’an adalah Muhkam. Kalau yang kita maksud dengan “Muhkam” itu adalah kuat, kokoh, rapi dan susunannya yang indah dan sama sekali tidak mengandung kelemahan-kelemahan baik dalam hal lafadz-lafadznya, redaksinya, maupun maknyanya, berdasarkan QS.11:01. Dapat pula kita katakana bahwa semua ayat dalam al-Qur’an adalah “Mutasyabih/ât” itu dimaksudkan sebagai kesamaan ayat-ayatnya dalam hal bahasa dan i’jaz, serta dalam hal kesukaran membedakan mana ayat-ayat atau bagian al-Qur’an yang lebih utama, berdasarkan QS.39:23. Tetapi yang menjadi pembahasan adalah yang terdapat pada QS.03:07 sebagaimana tersebut di atas.
Ulama’ yang cukup intens (hebat dan kuat) membicarakan persoalan muhkam dan mutasyabih ini adalah al-Imam Abu Hasan Ali bin Hamzah al-Kisa’i (w.179/192 H), salah satu sarjana muslim yang terkenal sebagai ahli qira’ah, ia juga memiliki karya yang sangat penting yaitu, al-Mutasyabihat Fi al-Qur’an (yang menghimpun teks-teks al-Qur’an yang masuk dalam ayat mutasyabihat).[1]
  1. Definisi Muhkam dan Mutasyabih/ât.
Derivasi kata muhkam berasal dari kata ihkam (إحْكَم)  secara bahasa bermakna kekukuhan, kesempurnaan, kesaksamaan dan pencegahan. Namun semua pengertian ini pada dasarnya kembali pada makna pencegahan.[2] M. Quraish Shihab menjelaskan, kata muhkam berasal dari kata hakama (حَكمَ). Kata ini berkisar maknanya pada “menghalangi’. Seperti hukum, yang berfungsi menghalangi terjadinya penganiayaan, demikian juga hakim. Jadi muhkam adalah sesuatu yang terhalangi atau bebas dari keburukan.[3] Kata mutasyabih/ât terambil dari kata asy-syabah (الشّبَه) yang bermakna serupa (tapi tak sama). Yang dimaksud lafadz mutasyabih/ât pada ayat  QS.39:23 adalah “Ayat-ayat al-Qur’an serupa dalam keindahan dan ketetapan susunan redaksinya serta kebenaran informasinya.” Sedangkan pada QS.03:07 adalah “terdapat ayat-ayat yang samar” ini adalah pengembangan dari makna keserupaan di atas.[4]
Imâm Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî al-Syafi’î menyebutkan dalam kitabnya al-Itqân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, secara istilah definisi mukam dan mutasyabih/ât lebih kurangnya terdapat delapan makna, tiga diantarnya adalah ;
1.         Pendapat pertama
الْمُحْكَمُ مَا عُرِفَ الْمُرَادُ مِنْهُ إِمَّا بِالظُّهُورِ وَإِمَّا بِالتَّأْوِيلِ وَالْمُتَشَابِهُ مَا اسْتَأْثَرَ اللَّهُ بِعِلْمِهِ كَقِيَامِ السَّاعَةِ وَخُرُوجِ الدَّجَّالِ وَالْحُرُوفِ الْمُقَطَّعَةِ فِي أَوَائِلِ السُّوَرِ
Muhkam adalah yang diketahui maksudnya, baik karena kejelasan atau melalui pentakwilan. Dan mutasyabih/ât adalah yang hanya diketahui maknanya oleh Allah Swt, seperti terjadinya hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf-huruf yang terputus-putus yang terdapat pada permulaan awal surat.
2.         Pendapat kedua
الْمُحْكَمُ مَا لَا يَحْتَمِلُ مِنَ التَّأْوِيلِ إِلَّا وَجْهًا وَاحِدًا وَالْمُتَشَابِهُ مَا احْتَمَلَ أَوْجُهًا.
Muhkam adalah yang hanya dapat ditakwilkan dengan satu penakwilan saja, dan mutasyabih/ât adalah yang mungkin dapat ditakwilkan dengan beberapa takwil
3.         Pendapat ketiga
الْمُحْكَمُ الْفَرَائِضُ وَالْوَعْدُ وَالْوَعِيدُ وَالْمُتَشَابِهُ الْقِصَصُ وَالْأَمْثَالُ.
Muhkam adalah hukum-hukum yang wajib, janji dan ancaman. Sedangkan mutasyabih/ât adalah yang terdapat pada kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan.[5]

B.     Sikap Para Ulama’ terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasabih/at
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai, apakah ayat-ayat mutasyabih/at itu dapat diketahui maknanya oleh manusia (dengan ijtihad masing-masing penafsir-pen) atau hanya dapat diketahui oleh Allah Swt saja.  Ibnu Habib al-Naisaburi mengemukakan tiga pendapat yang berkaitan tentang permasalahan muhkam dan mutasyabih/ât ini. Pertama, seluruh ayat-ayat al-Qur’an adalah muhkam (jelas maknanya) berdasarkan firman Allah dalam QS.11:01. Kedua, seluruh ayat dalam al-Qur’an hukumnya mutasyabih/ât (samar) berdasarkan QS.39:23. Pendapat Ketiga, ayat-ayat al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian yaitu, Muhkam dan Mutasyabih/ât, dan inilah pendapat yang tepat.
Abi al-Qasim al-Husain bin Muhammad al-Raghib al-Asfihani mengambil jalan tengah dalam menghadapi persoalan di atas, ia membagi ayat-ayat mutasyabih/at (dari segi kemungkinan mengetahui maknanya) pada tiga baian :
1.      Bagian yang tidak ada jalan sama sekali untuk mengetahuinya, seperti saat terjadinya hari kiamat, keluarnya dajjal dan sebagainya.
2.      Bagian yang menyebabkan manusia dapat mengetahui dan menemukan jalan untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut, seperti kata-kata asing dalam al-Qur’an (Gharib al-Qur’an).
3.      Bagian yang terletak di antara keduanya, yakni yang hanya dapat diketahui orang-orang yang mendalam ilmu pengetahuannya, seperti Sahabat Abd Allah bin al-‘Abbas r.ma sebagaimana yang diisyaratkan oleh sabda Nabi Muhammad Saw kepadanya : “Ya Allah, Berilah pemahaman kepadanya dalam agama dan ajarkanlah takwil kepadanya.”

Secara garis besar sikap para ulama’ terhadap ayat-ayat mutasyabih/at terbagi menjadi dua kelompok : Pertama, Madzhab Mutaqaddimin (Generasi awal), yaitu para ulama’ yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih/at dan dengan sepenuhnya menyerahkan urusannya kepada Allah Swt (hanya Allah Swt yang mengetahui maknanya) tentang makna-makna ayat-ayat mutasyabih/at dalam al-Qur’an,  ulama’ yang ada dalam barisan ini adalah al-Imâm Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî al-Syafi’î sebagaimana ia menafsirkan ayat Alif Lam Mim dalam Tafsir Jalalain dan al-Imam al-Haramain[6]. Kedua, Madzhab Khalaf (Generasi setelahnya), yaitu sebagian ulama’ yang memberikan pen-takwil-an terhadap ayat-ayat mutasyabih/at, mereka menafsirkan kata “Istiwa’” dengan makna “keluhuran yang abstrak” berupa pengendalian Allah Swt terhadap alam raya ini tanpa merasa kepayahan. Kata “Kedatangan Allah” di takwilkan dengan “Kedatangan perintah-Nya.”, kata “Wajah dan Tangan Allah” ditakwilkan dengan “Pengawasan dan Kekuasaan-Nya.” dan seterusnya.[7]

C.     Contoh Sebagian Ayat-ayat al-Qur’an yang Bermiripan dan Mutasyabih
            Salah satu keistimewaan al-Qur’an adalah kata-katanya yang tidak bisa ditandingi oleh siapapun. Al-Qur’an digunakan oleh Nabi Muhammad Saw untuk menentang (menandingi) pada masanya dan pada generasi sesudahnya yang tidak mengimani tentang keautentikannya. Ayat-ayat al-Qur’an yang semuaya berjumlah ± 6.236, pendapat yang lain mengatakan berjumlah 6.218 ayat.
            Demikian juga dengan ayat-ayat al-Qur’an yang bermiripan, penulis menggunakan beberapa kitab yang dalam pembahasannya bertematik, yakni Al-Âyatu al-Mutasyâbihât al-Tasyâbuhu al-Lafdhiyyu Li al-Âyati : Hikamun Wa Asrârun Fawâidu Wa Ahkâmun karya dari Prof. Dr. ‘Abd Allâh bin Muhammad bin Ahmad al-Thayyâr.[8], Âyatu Mutasyâbihât al-Alfâdh Fi al-Qur’ân al-Karîm Wa Kaifa al-Tamyîz Bainahâ karya ‘Abd al-Muhsîn bin Hamad al-‘Abbâd al-Badr.[9] dan Dalîl al-Mutasyâbihât al-Lafdhiyah fi al-Qur’ân al-Karîm karya Dr. Muhammad bin ‘Abd Allâh al-Shaghîr.[10]
            Beberapa ayat yang serupa, antara lain sebagai berikut :
1
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ
البقرة : 18
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
البقرة : 171
2
وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
البقرة : 23
وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
يونس : 38
وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
هود : 13
3
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ
البقرة : 48
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلا تَنْفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ
البقرة : 123
4
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنزلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى
البقرة :57
وَظَلَّلْنَا عَلَيْهِمُ الْغَمَامَ وَأَنزلْنَا عَلَيْهِمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى
الأعراف : 160
5
أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلا يَهْتَدُونَ
البقرة :170
أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
المائدة : 104

Di antara penyebab terjadinya perbedaan antar kelompok umat Islam salah satunya adalah adanya ayat-ayat mutasyabih/at yang berbicara tentang sifat-sifat Allah Swt yang Mahasuci. Ayat-ayat yang di maksud adalah sebagai berikut :
1
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy. QS.20:5 [11]
2
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah. QS.28:88
3
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
Tangan Allah di atas tangan mereka. QS.48:10 [12]
4
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
Dan datanglah Tuhanmu; sedangkan malaikat - malaikat berbaris-baris. QS.89:22 Yakni untuk memutuskan peradilan dengan hukum-Nya di antara makhluk-Nya.[13]

D.    Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih/at
Diantara hikmah keberadaannya ayat muhkam dan mutasyabih/at dalam al-Qur’an adalah untuk menguji umat manusia (Islam) antara yang mengimani dan sebagian lainnya berijtihad untuk mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat pada beberapa ayat al-Qur’an, banyak di antara ulama’ yang menjelaskan hikmah keberadaan ayat-ayat muhkam dan mutasyabih ini, namun secara garus besar terbagi menjadi dua bagian, antara lain :
1.      Mutasyabih yang mungkin diketahui makna atau maksudnya
a.       Anjuran kepada para ulama’ untuk melakukan penelitian guna mengungkap aspek-aspek yang tersembunyi dari ilmu pengetahuan, dan pembahasan tentang kandungan dan kedalamannya.
b.      Timbulnya kelebihan dan perbedaan derajad. Karena jika semua al-Qur’an itu hanya terdiri dari dari ayat-ayat muhkam saja, maka takwil dan kajian yang mendalam terhadap al-Qur’an itu tidak dibutuhkan, dan semua manusia akan sama pengetahuannya tentangnya dan tidak ada keutamaan antara orang yang pandai dengan yang tidak pandai.
c.       Al-Qur’an itu mencakup seruan kepada masyarakat awam dan orang-orang yang memiliki pengetahuan yang luas.
2.      Mutasyabih tidak dapat diketahui makna atau maksudnya
a.       Ujian kepada para hamba untuk menahan diri dan berhenti padanya, menyerahkan dan menyibukkan diri untuk beribadah dengannya dengan cara membacanya. Dan hal ini menunjukkan kelemahan akal manusia untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an.
b.      Menunjukkan bahwa al-Qur’an itu diturunkan dengan bahasa Arab, namun mereka (orang arab) tidak mampu untuk mengetahui makna dan tujuannya, padahal mereka memiliki pemahaman dan ilmu balaghah yang tinggi.






[1] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2013), hal. 119.
[2] Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an : Pengantar Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Depok : Kencana, 2017), hal. 44. Ahmad Zuhdi, et.al, Studi al-Qur’an, (Surabaya : UIN Sunan Ampel, 2017), hal. 344-345.
[3] M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir : Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an, (Tangerang : Lentera Hati, 2015), hal. 209
[4] M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir…hal. 210
[5] Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, (Libanon : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2012), Juz 2, hal. 03. Selain Imam al-Suyuthi, yang menyebutkan delapan definisi tiga diantaranya diatas, M. Quraish Shihab dalam bukunya “Kaidah-kaidah Tafsir” menyebutkan empat makna muhkam dan 7 makna mutasyabih/ât. Rosihon Anwar dalam bukunya “‘Ulum al-Qur’an”  memberikan dua belas istilah tentang muhkam dan mutasyabih/ât ini, serta masih banyak lagi definisi-definisi dari para cendekiwan Muslim lainnya.
[6] Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Malik bin Abi Abd Allah bin Yusuf bin Muhammad al-Juwaini al-Syafi’i al-Iraqi, ia merupakan guru dari Imam Hujjah al-Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dan murid terkemuka dari al-Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i radhiyallah ‘anhum.
[7] Shubhi al-Shalih, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, (Beirut : Dâr al-Ilmi Lil Malayîn), Cet-1, hal.
[8] Salah satu dosen Fakultas syarî’ah di Universitas al-Qâsimi – Riyâdh Saudi Arabia. Kitab ini diterbitkan oleh Dâr al-Tadmurayyah Kota Riyâdh cetakan pertama pada Tahun 2009.
[9]  Kitab ini diterbitkan oleh Dâr al-Fadhîlah Kota Riyâdh, edisi pertama pada Tahun 2002.
[10] Kitab ini diterbitkan oleh Dâr Thayyibah Kota Riyâdh edisi pertama pada Tahun 1997.
[11] Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy . Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. QS.7:54
[12] Yakni Dia selalu hadir bersama mereka, mendengar perkataan mereka, melihat tempat mereka, mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati mereka dan juga apa yang mereka nyatakan. Sebenarnya Dialah yang dibaiat, sedangkan Rasulullah Saw. hanyalah sebagai perantara-Nya. Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsîr al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adhîm,tahqiq : Syâmî bin Muhammad al-Salâmah, Cet-2, (Riyâdh : Dâr al-Salâmah, 1999), Juz 7, hal.329
[13] Demikian itu terjadi setelah mereka memohon syafaat kepada Allah Swt. melalui penghulu anak Adam secara mutlak, yaitu Nabi Muhammad Saw. sebelumnya mereka meminta hal ini kepada para rasul dari kalangan ulul 'azmi seorang demi seorang, tetapi masing-masing dari mereka hanya menjawab, "Aku bukanlah orang yang berhak untuk mendapatkannya." hingga sampailah giliran mereka untuk meminta kepada Nabi Muhammad Saw. Maka beliau bersabda: Anâ Lahâ, Anâ Lahâ “Akulah yang  akan   memintakannya,   akulah  yang  akan memintakannya.” Maka pergilah Nabi Muhammad Saw. dan meminta syafaat kepada Allah Swt. untuk segera datang guna memutuskan peradilan. Dan Allah Swt. memberinya syafaat dengan meluluskan Permintaanya; peristiwa ini merupakan permulaan dari berbagai syafaat berikutnya. Inilah yang disebutkan dengan maqamul mahmud (kedudukan yang terpuji). sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir surat Al-lsra ayat 78. Lalu datanglah Allah Swt. untuk memutuskan peradilan sebagaimana yang dikehendaki-Nya, sedangkan para malaikat datang di hadapan-Nya bersaf-saf. Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsîr al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adhîm…Juz 8, hal. 399

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar