Home » » “Filsafat Al-Kindi dan Filsafat Al-Farabi” by Ababil Krejengan

“Filsafat Al-Kindi dan Filsafat Al-Farabi” by Ababil Krejengan



KATA PENGANTAR

Assalamu’alakum Wr. Wb
            Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt.  sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan judul “Filsafat Al-Kindi dan Filsafat Al-Farabi”. Shalawat beserta salam kami ucapkan kepada Nabi besar Muhammad Saw.

            Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :
1.        Ibu dan Bapak yang senantiasa mengiringi langkah kami dalam berdo’a dan dukungannya.
2.        Ibnu 'Arobi, M.Fil selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Filsafat Islam.
3.        Sahabat dan Sahabati sesama mahasiswa Jurusan PAI Fakultas Tarbiah Institut Zainul Hasan Genggong Kraksaan Probolinggo.

Pemakalah menyadari, makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa terbuka menerima masukan untuk perbaikan makalah ini. Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat membantu kelancaran kuliah kami khususnya, dan perkuliahan Filsafat Umum umumnya. Amin!


Kraksaan, 31 Maret 2017

Penulis




DAFTAR ISI
Kata Pengantar                                                                                                          1
Daftar Isi                                                                                                                     2
BAB I PENDAHULAN
A.    Latar Belakang                                                                                                 3
B.     Rumusan Masalah                                                                                            4
C.     Tujuan                                                                                                              4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Biografi Al-Kindi                                                                                            5
B.     Karya-karyanya                                                                                                6
1.      Filsafat Al-Kindi                                                                                  7
2.      Filsafat Metafisika                                                                               8
a.       Hakikat Tuhan                                                                         8
b.      Bukti-bukti Wujud Tuhan                                                        8
c.       Sifat-sifat Tuhan                                                                      9
d.      Talfiq (memadukan atau menyelaraskan Agama
dan Filsafat)                                                                            11
e.       Jiwa                                                                                         11
C.     Biografi Al-Farabi                                                                                           12
D.    Karya-karyanya                                                                                               13
E.     Filsafatnya                                                                                                      14
1.      Pemaduan Filsafat                                                                              14
2.      Metafisika                                                                                           14
3.      Emanasi atau Pancaran                                                                       15
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan                                                                                                      16
B.     Kritik dan Saran                                                                                               16
DAFTAR PUSTAKA

BAB l
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Salah satu hal yang terpenting dalam sebuah ilmu adalah sejarah dari ilmu itu sendiri. Sejarah sebuah ilmu akan sangat membantu seseorang dalam mempelajarinya. Bagaimana ilmu itu dapat berkembang sedemikian rupa, bagaimana cara berfikir dalam bidang ilmu tersebut, atau bagaimana satu sejarah dapat merubah pola pikir dalam pemikiran seseorang. Begitu juga sejarah ilmu-ilmu dalam peradaban Islam.
Peradaban Islam muncul tidak lepas dari berbagai pemikiran yang berkembang dalam Islam. Berbagai pemikiran yang muncul tersebut biasa disebut filsafat Islam. Pemikiran yang berkembang dalam filsafat Islam memang didorong oleh pemikiran filsafat Yunani yang masuk ke Islam. Namun, hal itu tidak berarti bahwa filsafat Islam adalah nukilan dari filsafat Yunani. Filsafat Islam adalah hasil interaksi dengan filsafat Yunani dan yang lainnya. Hal itu dikarenakan pemikiran rasional umat Islam telah mapan sebelum terjadinya transmisi filsafat Yunani ke dalam Islam.
Banyak tokoh-tokoh yang lahir pada era filsafat Islam. Salah satunya ialah AlKindi dan al-Farabi. Al-Farabi dan Al-Kindi adalah seorang komentator  filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar salah satu dari keduanya tidak bisa berbahasa Yunani secara sempurna, tetapi ia mengenal para filsuf Yunani seperti; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusi mereka berdua terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan talfiq (pemaduan filsafat dan agama). Al-Kindi dan Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang beberapa kedisiplinan ilmu.
Al-Farabi adalah penerus tradisi intelektual al-Kindi, tapi dengan kompetensi, kreativitas, kebebasan berpikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi. Jika al-Kindi dipandang sebagai seorang filosof  Muslim dalam arti kata yang sebenarnya, Al-Farabi disepakati sebagai peletak sesungguhnya dasar piramida studi falsafah dalam Islam yang sejak itu terus dibangun dengan tekun. Ia terkenal dengan sebutan “Guru Kedua” dan otoritas terbesar setelah panutannya Aristoteles.
Dalam makalah ini, kami akan membahas secara komprehensif tentang tokoh Filsfat Al-Kindi dan Al-Farabi. Biografi, karya-karya, hingga pemikirannya. Sehingga para pembaca dapat mengetahui siapa Filsafat Muslim Al-Kindi dan Al-Farabi itu.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas kami dapat merumuskan rumusan masalah, antara lain ;
1.        Bagaimana biografi tokoh filosof Islam al-Kindi dan al-Farabi.?
2.        Apa saja karya-karya yang telah dihasilkan al-Kindi dan al-Farabi.?
3.         Bagaimana pemikiran al-Kindi dan al-Farabi dalam filsafat Islam.?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui biografi tokoh filosof Islam al-Kindi dan al-Farabi.
2.      Untuk mengetahui karya-karya yang telah dihasilkan al-Kindi dan al-Farabi.
3.      Untuk mengetahui pemikiran al-Kindi dan al-Farabi dalam filsafat Islam.

 
 
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Al-Kindi.
Al-Kindi (al-kindus), nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq bin Sabbah bin Imran bin Isma’il  Al-Ash-Ats bin Qais Al-Qindi,  lahir di Kufah (sekarang Iraq) Tahun 801 M, pada masa Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dari Dinast Abbasiyah (750-1258 M).[1] Nama al-Kindi sendiri dinisbatkan kepada marga atau suku keluhurannya, salah satu suku besar zaman Pra-Islam.[2]  Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya Filsafat dan Mistisisme dalam Islam mengatakan bahwa al-Kindi berasal dari Kindah di daerah Yaman tetapi lahir di Kufah di Tahun 796 M. Orang tuanya adalah Gubernnur dari Basrah. Setelah dewasa ia pergi ke Bagdad dan mendapat lindungan dari Khalifah al-Ma’mun dan Khalifah al-Mu’tasim.  Al-Kindi menganut aliran (berfaham) Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat.[3]
Al-kindi mendapat kedudukan yang tinggi dari Khalifah al-Ma’mun al-Mu’tasim dan anaknya yaitu, Ahmad bahkan menjadi gurunya. Karena berkecimpung dalam lapangan filsafat, ia mendapat tantangan yang sangat sengit dari seorang ahli hadits, yaitu Abu Ja’far bin Muhammad Al-Balakhy.[4] Zaman itu adalah zaman penterjemahan buku-buku Yunani dan Al-Kindi kelihatannya juga turut aktif dalam gerakan penterjemahan ini, tetapi usahanya lebih banyak dalam memberi kesimpulan dari pada penterjemah.[5] Al-Kindi mengalami kemajuan pikiran Islam dan penterjemah buku-buku asing ke dalam Bahasa Arab, bahkan ia termasuk pelopornya.[6]
Al-Kindi tidak hanya dikenal sebagai filsuf, tapi juga ilmuan yang menguasai berbagai cabang pengetahuan, seperti Matematika, Geometri, Astronomi, Ilmu hitung, Farmakologi, Ilmu Jiwa, Optika, Politik, Musik, dan sebagainya. Sebenarnya, tidak ada kepastian  tentang tanggal kelahiran, kematian dan siapa-siapa yang pernah menjadi gurunga, L. Massignon mengatakan bahwa Al-Kindi wafat sekitar 246 H/860 M.  C. Nallino menduga Tahun 260 H/873 M, dan T.J De Boer menyebut 257 H/870 M, adapun Musthafa Abdul Raziq (mantan Rektor Universitas Al-Azhar) mengatakan Tahun 252 H/866 M, dan Yaqut al-Himawi menyebutkan setelah setelah berusia 80 Tahun atau lebih sedikit.[7]
  1. Karya-karyanya.
Sebagai filsuf Islam yang sangat produktif, diperkirakan karya yang pernah ditulis al-Kindi dalam berbagai bidak tidak kurang dari 270 karya. Antara lain ;
1.      Kitab al-Kindi Ila al-Mu’tashim Billah Fi al-Falsafah al-ula (tentang filsafat pertama).
2.      Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyah wa al-Muqtashah wa ma Fauqu al-Thabi’iyah (tentang filsafat yang dperkenalkan dan maslah-masalah logika dan musykil, serta metafisika).
3.      Kitab fi annuha la Tanalu al-Falsafah illa bil ilmi al-Riyadhiyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika)
4.      Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategori-kategorinya).
5.      Kitab fi Ma’iyyah al-‘Ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya).
6.      Risalah fil Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (tentang definisibenda-benda dan uraiannya).
7.      Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al-Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide konfrehensif)
8.      Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tulisan filosof tentang rahasia-rahasia spiritual).
9.      Risalah al-Ibanah an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-Kaun wa al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakan).[8]
10.   Kitab al-Falsafah al-‘Ula (tentang dasar pertama untuk memahami filsafat). Kitab inilah yang ditulis dan dipersembahkan untuk Khalifah Al-Mu’tasim dari Dinasti Abbasiyah, sekaligus juga istilah untuk pemikiran metafisikanya yang didasarkan atas konsep-konsep filsafat Aristoteles (384-322 M).[9]
  1. Filsafatnya
1.      Filsafat al-Kindi
Menurut al-Kindi, filsafat ialah ilmu tentang hakikat kebenaran segala sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan, ilmu keutamaan, ilmu tentang semua cara meraih maslahat dan menghindari dari mudharat.[10]
Dalam risalahnya yang ditujukan kepada Al-Mu’tasim, ia menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berfikir.[11] Serta al-Kindi-lah orang Arab pertama yang memperkenalkan filsafat ke dalam pemikiran Arab sehingga diberi gelar “Filsuf Bangsa Arab”.[12]
Al-Kindi meninjau filsafat secara internal dan ekternal. Secara internal, ia barmaksud mengikuti pendapat filsof-filsaof besar tentang arti kata “filsafat”, dan dalam risalahnya yang khusus mengenai definisi filsafat, ia menyebutkan enam definisi yang kebanyakannya bercorak Platonisme. Adapun secara ekternal, ia bermaksud memberikan sendiri definisi filsafat.


2.      Filsafat Metafisika
Pembicaraan dalam soal ini meliputi hakikat Tuhan, Wujud Tuhan, dan Sifat-sifat Tuhan.
a.       Hakikat Tuhan.
Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada lemudian menjadi ada. Ia selalu mustahil tidak ada. Ia akan selalu ada dan akan selalu ada. Oleh karena itu, Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada wujud, kecuali dengan-Nya.[13]
b.      Bukti-bukti Wujud Tuhan
Untuk membuktikan wujud Tuhan, ia menggunakan jalan, yaitu ; 1). Barunya alam, 2). Keanekaragaman dalam wujud, 3). Kerapian alam.
Untuk jalan pertama, al-Kindi menyatakan bahwa apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud darinya, ataukah tidak mungkin. Dijawabnya bahwa hal itu tidak mungkinlah mungkin. Alam ini baru dan ada permulaan waktunya, karena alam ini terbatas. Oleh karena itu, meski ada yang menyebabkan alam ini terjadi (ada yang menjadikan), tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya. Dengan demikian, ia diciptakan oleh penciptanya dari tiada. Untuk jalan yang kedua, al-Kindi mengatakan bahwa dalam alam ini, baik alam indrawi maupun alam lain yang menyamainya, tidak mungkin ada keanekaragaman tanpa keseragaman, atau ada keseragaman tanpa keanekaragaman. Untuk jalan ketiga, yaitu jalan kerapian alam dan pemeliharaan Tuhan terhadapnya, al-Kindi mengatakan bahwa alam lahir tidak mungkin rapi dan teratur, kecuali karena adanya Zat yang tidak tampak. Zat yang tidak tampak tersebut hanya dapat diketahui melalui bekas-bekas-Nya dan kerapian yang terdapat pada alam ini.[14]  
c.       Sifat-sifat Tuhan
Pemikiran Al-Kindi tentang sifat-sifat Tuhan tidak berbeda dengan konsep Aliran Mu’tazilah.[15] Dalam karyanya yang terkenal, al-Falsafah al-‘Ula, al-Kindi memuat uraian dan pembelaan yang mendalam tentang npandangannya soal sifat-sifat Tuhan ini. Ada dua sifat Tuhan yang penting yang diuraikan, yaitu sifat Maha Esa (wahdaniyah) dan sifat ketidaksamaan-Nya dengan makhluk (mukhalafah li al-Hawadits).
Tentang sifat esa, al-Kindi menjelaskannya lewat dua cara ;
1)      Dengan cara membedakan antara Esa Mutlak dan Esa Metaforis.
a)      Esa mutlak adalah keesaan esensial yang tidak terbagi.
Keesaan Tuhan juga tidak sama dan tidak menunjuk pada bilangan, satu Tuhan misalnya, karena bilangan adalah konsep kuantitas sedangkan kuantitas-kuantitas sendiri mempunyai atribut-atribut lain yang tidak terpisahkan.
b)      Esa metoforis keesaan yang ada pada objek-objek terindra, yang memiliki sifat-sifat dan atribut tertentu sehingga keesaannya tidak bersifat mutlak tetapi berganda.
2)      Menggunakan sebuah argumen yang oleh Musa bin Maimun atau Maimonides (1135-104 M)[16], digambarkan sebagai “metode yang benar untuk membuktikan keniscayaan dan keesaan Tuhan” Argumen tersebut adalah sebagai berikut ;
“Seandainya ada Tuhan lebih dari satu, maka mereka pasti majemuk dan berganda. Sebab, pasti mereka mempunyai satu sifat yang umum sebagai sebab Pertama dan sifat pribadi yang membedakan antara satu dengan yang lain. Ini menunjukkan bahwa masing-masing Tuhan mempunyai lebih dari satu atribut: satu atribut yang dipakai bersama dan dan atribut lainnya yang membedakan antara satu dengan yang lainnya”.[17]


d.      Talfiq (memadukan atau menyelaraskan Agama dan Filsafat)
Al-Kindi berusaha memadukan antara Agama dan Filsafat. Menurutnya, filsafat adalah pengetahuan yang benar. Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan teologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Bertemunya Agama dan Filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya.[18]
Agama disamping wahyu mempergunakan akal, dan filsafat mempergunakan akal. Yang benar bagi al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas soal Tuhan dan Agama ini pulalah dasarnya.[19] Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Sebagaimana al-Kindi mengatakan ;
وَأَشْرَفُ الْفَلْسَفَةِ وَاَعْلَهَا مَرْتَبَةً اَلْفَلْسَفَةُ الْاُوْلَى أَعْنِى عِلْمَ الْحَقِّ الْأَوَّلِ الَّذِيْ هُوَ عِلَّةُ كُلِّ حَقٍّ
“Filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah falsafat utama, yaitu ilmu tentang yang benar pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar”. [20]
e.       Jiwa
Menurut al-Kindi roh tidak tersusun (simple, basithah, sederhana) tetapi mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahri.[21]  Selain itu jiwa juga bersifat spiritual, ilahiyah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Roh adalah lain dari badan dan mempunyai wujud sendiri. Argument yang dimajukan al-Kindi tentang perlainan roh dari badan ialah keadaan badan mempunyai hawa nafsu dan sifat pemarah. Roh menentang keinginan hawa nafsu dan passion.[22]

  1. Biografi Al-Farabi
Al-Farabi, Alpharabius, nama lengkapnya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh al-Farabi, lahir di Farab Provinsi Transoxiana, Turkisan, Tahun 257 H/870 M. Ayahnya adalah seorang pejabat tinggi militer pada Dinasti Samaniyah (819-999M) yang menguasai Transoxiana, wilayah otonom dalam kekhalifahan Bani Abbasiyah. Pendidikan dasarnya ditempuh di Farab, yang penduduknya bermazhab Syafi’i, lalu al-Farabi pindah ke Bukhara. Tahun 922 M, al-Farabi pindah ke Baghdad untuk mendalami filsafat. Ia belajar logika dan filsafat kepada Abu Bisyir Matta (870- 940 M) dan terutama Yuhanna bin Hailan (w. 932 M), tokoh filsafat Yunani aliran Alexandria yang sekaligus mengajak al-Farabi pindah ke Konstantinopel dan tinggal di sana selama 8 tahun guna mendalami filsafat. Pada Tahun 942 ketika situasi politik di Baghdad memburuk, al-Farabi pindah ke Damaskus (Syria sekarang) yang dikuasai oleh Dinasti Ikhsidiyah (935-969 M). namun, tidak lama disana, ia segera pergi ke Mesir karena terjadi konflik politik antara Dinasti Ikhsidiyah dengan Dinasti Hamdaniyah (890-1004 M). Halab (Aleppo-sekarang) dan Damaskus diduduki pasukan Hamdaniyah. Beberapa tahun di Mesir, al-Farabi kembali ke Damaskus, dan kemudian ke Aleppo memenuhi undangan Saif al-Daulah (916-965 M), putra mahkota Dinasti Hamdaniyah, untuk ikut dalam lingkaran diskusi orang-orang terpelajar.[23] Dikalangan orang-orang Latin Abad Tengah, al-Farabi lebih dikenal dengan Abu Nashr.[24]
Al-Farabi meninggal di Damaskus pada bulan Rajab (339 H/Desember 950 M) pada usia 80 Tahun dan dimakamkan di luar gerbang kecil kota bagian selatan. Saif al-Daulah sendiri yang memimpin upacara pemakaman al-Farabi.[25]

 
  1. Karya-karyanya
Al-Farabi banyak menghasilkan karya-karya ilmiah dalam beberapa ilmu pengetahuan, antara lain ;
1.      Syuruh Risalah Zainun al-Kabir al-Yunani.
2.      Al-Ta’liqat.
3.      Risalah Fima Yajibu Ma’rifat Qabla Ta’allumi al-Falsafah.
4.      Kitab Tahshil al-Sa’adah.
5.      Risalah fi Itsbat al-Mufaraqah.
6.      ‘Uyun al-Masa’il.
7.      Ara’ah Ahl al-Madinah al-Fadhilah.
8.      Ihsha’ al-Ulum wa Ta’rif bi Aghradiha.
9.      Maqalat Fi Ma’ani al-Aql.
10.  Fushul al-Hukm.
11.  Risalah al-Aql.
12.  Al-Risalah al-Madaniyah.
13.  Al-Masa’il al-Falsafah wa al-Ajwibah ‘anha.
14.  Al-Ibanah ‘an Ghardi Aristo fi Kitabi ma Ba’da al-Thabi’ah.[26]

  1. Filsafatnya
1.      Pemaduan filsafat
Al-Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat yang berkembang sebelumnya, terutama pemikiran Plato, Aristoteles, dan Platinus, juga antara Agama dan Filsafat. Karena itu ia dikenal filsuf sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Dalam ilmu logika dan fisika, ia dipengaruhi oleh Aristoteles. Dalam masalah akhlak dan politik, ia dipengaruhi oleh Plato. Sedangkan dalam persoalan metafisika, ia dipengaruhi oleh Plotinus.[27]
2.      Metafisika
Adapun masalah ketuhanan, al-Farabi menggunakan pemikiran Aristoteles dan Neo-Platonisme, yakni al-Maujud al-Awwal sebagai sebab pertama bagi segala yan ada. Konsep ini tidak bertentangan dengan keesaan dalam ajaran Islam. Dalam pembuktian adanya Tuhan, al-Farabi mengemukakan dan Wajib al-Wujud dan Mumkin al-Wujud. Menurutnya segala yang ada ini hanya dua kemungkinan dan tidak da alternatif yang ketiga.
Wajib al-Wujud adalah tidaknya tidak boleh tidak boleh ada, ada dengan sendirinya, esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah wujud yang sempurna selamanya dan tidak di dahului oleh tiada, jika wujud ini ada, maka akan timbul kemustahilan, karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya. Inilah yang disebut dengan Tuhan. Sedangkan Mumkin al-Wujud adalah sesuatu yang sama antara berwujud dan tidaknya. Mumkin al-Wujud tidak akan berubah menjadi wujud aktual tanpa adanya wujud yang menguatkan, dan yang menguatkan itu bukan dirinya tetapi Wajib al-Wujud. walaupun demikian, mustahil terjadi daur dan tasalsul, karena rentetan sebab akibat itu akan berfikir pada Wajib al-Maujud.[28]


3.      Emanasi atau Pancaran
Emanasi adalah teori tentang keluarnya satu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari Zat yang wajid Al-wujud (zat yang mesti adanya:Tuhan besar). Teori emanasi di sebut juga dengan nama “Teori Tingkat Wujud”
Dengan filsafat ini al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat satu, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Maha Sempurna dan tidak berhajat pada apapun. Kalau demikian hakikat sifat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha satu? menurut  Al-Farabi alam terjadi dengan cara emanasi.[29] 

BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Al-Kindi (alkindus) salah satu ahli filsafat Islam lahir di Kufah (sekarang Irak) pada Tahun 801 M dan wafat pada Tahun 870 M lebih sedikit. Al-Kindi banyak menghasilkan karya beberapa karya dalam semua bidang, namun karya yang paling fenomenal diantara karya kitabnya ialah Kitab Falsafah al-‘Ula (tentang dasar pertama untuk memahami filsafat). Filsafat al-Kindi meliputi metafisika,  yang memebahas hakikat Tuhan, bukti-bukti wujud Tuhan, sifat-sifat Tuhan, dan Talfiq (memadukan filsafat dan agama).
Al-Farabi (Alpharabius), lahir di Farab Provinsi Transoxiana, Turkisan, Tahun 257 H/870 M. Pendidikan pertamanya ia tempuh di Farab yang mayoritas penduduknya bermadzahab Syafi’iyah. Al-Farabi meninggal di Damaskus pada bulan Rajab (339 H/Desember 950 M) pada usia 80 Tahun dan dimakamkan di luar gerbang kecil kota bagian selatan. Al-Farabi banyak menghasilkan karya-karya ilmiah dalam beberapa ilmu pengetahuan, antara lain Risalah Fima Yajibu Ma’rifat Qabla Ta’allumi al-Falsafah, dan lain sebagaiya. Mengenai tentang pemikiran filsafatnya ia mengembangkan pemikiran filsafat Plato, Aristoteles, dan Platinus yang dikembangkan dengan Agama.  Dan juga aliran metafisika, serta emanasi atau pancaran.
  1. Kritik dan Saran
Demikianah makalah ini kami buat untuk menambah wawasan tentang filsafat umum khususnya tentang filsafat ke-Islamaan. Bahwa ilmu filsafat ialah suatu ilmu yang membahas  tentang hakikat kebenaran segala sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan, ilmu keutamaan, ilmu tentang semua cara meraih maslahat dan menghindari dari mudharat dan juga ilmu filsafat sangat berkaitan dengan agama.




DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta : Amzah.Cet-1.
Hakim, Atang Abdul. dan Beni Ahmad Saebani. 2016.  Filsafat Umum : Dari Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung : CV. Pustaka Setia. Cet-1.
Nasution, Harun. 1995. Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta : Bulan Bintang. Cet-9.
Nasution, Hasyimsyah. 2005. Filsafat Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama. Cet-4.
Soleh, A. Khudori,  2013.  Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Cet-1.




[1] Pada Tahun 123 H diproklamasikanlah berdirinya Bani Abbasiyah di bawah pimpinan Daulah Abu Abbas al-Safah. Dialah khalifah pertama dari Bani Abbasiyah masih berstatus keturunan Nabi Muhammad Saw. Dia dilantik menjadi khalifah Tahun 132 H.  Lihat, M. Yatimin Abdullah, MA, Studi Islam Kontemporer, Cet-1, (Jakarta : Amzah, 2006), hal. 100.
[2] A. Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Cet-1, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 88
[3] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Cet-9, (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), hal. 14
[4] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum : Dari Metologi Sampai Teofilosofi, Cet-1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2016), hal. 441.
[5] Harun, Op. Cit. 14
[6] Atang, Ibid, 441
[7] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Cet-4, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005), hal. 16
[8] Hasyimsyah, Ibid. 16
[9] Khudori Soleh, Op. Cit. 87
[10] Atang , Op.Cit. 442
[11] Kata-kata ini ditujukan kepada mereka yang menentang filsafat dan mengingkarinya, karena menganggap sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran. Sikap inilah yang selalu menjadi rintangan bagi filosof-filosof Islam, terutama pada masa Ibnu Rusyd. Lihat, Atang, Ibid. Hal. 442.
[12] Khudori Soleh, Op. Cit. 91
[13] Atang, Ibid. 445
Bandingkan dengan Harun Nasution :
Al-Kindi selain dari filosof, ia juga ahli ilmu pengetahuan. Pengatahuan ia bagi menjadi dua bagian ;
1)       Pengetahuan Ilahi (al-Ilmu Ilahiy). Pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini ialah keyakinan.
2)       Pengetahuan Manusiawi (al-Ilmu Insaniy). Pengetahuan Filsafat itu sendiri. Dasarnya ialah Pemikiran/dengan Ijtihad.  Lihat, Harun,Op. Cit. hal. 14-15
[14] Atang, Ibid. 445-446
Bandingkan dengan A. Khudori Soleh ;
Al-Kindi mengajukan empat argumen untuk membuktikan adanya Tuhan, baik filosofis maupun teologis.
1)       Berdasarkan prinsip hukum sebab akibat. Menurut prinsip sebab akibat, setiap yang tercipta berarti ada yang mencipta, dan sang pencipta  semesta yang dimaksud adalah Tuhan. Ketika Tuhan sebagai pencipta dan karya ciptaannya yang berupa semesta ini ada, Dia berarti ada.
2)       Berdasarkan prinsip, bahwa segala sesuatu tidak dapat menjadi sebab atas dirinya sendiri, karena agar dapat menjadi sebab bagi dirinya, sesuatu itu harus ada sebelum dirinya, yang dimaksud “Sesuatu” disini adalah semesta. Artinya, jika semesta tidak dapat muncul karena dirinya sendiri berarti ia butuh sesuatu diluar dirinya untuk memunculkannya, dan itu adalah Tuhan.
3)       Berdasarkan analogi antara alam makrokosmos (semesta) dan mikrokosmos (manusia). Ketika ditanyakan kepada al-Kindi, bagaimana kita dapat mengetahui adanya Tuhan, ia menjawab bahwa persis seperti kita memahami adanya jiwa dengan memperhatikan munculnya gerak dan efek-efek yang dapat diamati dari tubuh maka begitu pula dengan Tuhan. Keberadaan-Nya dapat diketahui lewat efek-efek pengaturan-Nya yang bijak sebagaimana yang terwujud dalam semesta.
4)       Didasarkan atas argumen teleologis. Dalil ini menyatakan bahwa semua gejala alam tertib, teratur, dan menakjubkan ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, tetapi pasti karena adanya tujuan dan maksud tertentu, sekaligus menunjukkan  adanya Zat Yang Maha Mengatur yang merupakan “Pembangkit dari semua pembangkit, yang perama dari semua yang pertama, dan yang menjadi sebab dari semau  sebab”. Argumen terakhir ini, oleh sebagian filsuf, dianggap sebagai dalil paling efektif untuk membuktikan adanya Tuhan. Dalam tradisi Islam, dalil ini juga digunakan oleh Ibnu Rusyd (1126-1198 M, sedang dalam tradisi Barat dipakai oleh Immanuel Kant (1724-1804 M).  Lihat, A. Khudori Soleh, Filsafat Islam : Dari Klasik Hingga Kontemporer, Cet-1, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 102-104.
[15] Paling tidak muncul tiga madzhab teologi yang berbeda dan bersitegang karena persoalan ini.
1)       Musyabbihah, yang menyatakan bahwa sifat-sifat Tuhan sama dengan sifat manusia. Dengan demikian, Dia mempunyai badan seperti manusia dan bahkan mempunyai singgasana tempat Dia duduk.
2)       Asy’ariyah, yang menyatakan Tuhan mempunyai esensi dan sifat-sifat tersendiri yang berbeda dengan esensi-Nya. Maksudnya berbeda dengan esensi yang terdapat pada manusia.
3)       Mu’tazilah, yang menolak adanya sifat positif apapun pada Tuhan, dan menolak pembedaan antara sifat dan esensi Tuhan, karena hal itu dinilai dapat meniadakan ke-Esa-an Tuhan. Karena itu, bagi Mu’tazilah, Tuhan adalah Mahaperkasa bukan dengan sifat atau kekuatan yang lain diluar Diri-Nya, melainkan dengan kekuasaan yang merupakan esensi diri-Nya.
[16] Seorang filosof dan Rabbi Yahudi asal Kordoba, Andalusia (sekarang - Spanyol), dan merupakan murid Ibnu Rusyd.
[17] Khudori Soleh, Op.Cit. 104-106
[18] Hasyimsyah, Ibid. 17
[19] Ibid. 18.
[20] Harun,Op.Cit. 16
[21] Harun, Ibid. 17.
[22] Hasyimsyah, Op.Cit. 22 dan Harun, Ibid. 17
[23] Khudori Soleh. Op.Cit. 112-113
[24] Hasyimsyah. Op.Cit. 32
[25] Khudori Soleh. Ibid. 113
[26] Hasyimsyah. Ibid. 34
[27] Ibid. 34.
[28] Ibid. 35-36.
[29] Harun. Ibid. 27

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar