KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat serta taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas
makalah ini.
Tugas makalah ini di buat oleh kami untuk di ajukan sebagai tugas
mata kuliah tentang Sejarah Pendidikan Islam di Instutit Ilmu Keislaman Zainul
Hasan (INZAH) Kraksaan Kabupaten Probolinggo Jawa Timur.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :
1. Ibu dan Bapak yang senantiasa mengiringi langkah kami dengan
do’a dan dukungannya.
2. Ibu Dosen Kustiana Arisanti, M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Sejarah
Pendidikan Islam.
3. Rekan-rekan sesama mahasiswa Jurusan PAI Fakultas Tarbiah
Institut Zainul Hasan Genggong Kraksaan Probolinggo Jawa Timur.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu kami sebagai pemakalah masih butuh bimbingan serta
dukungannya agar makalah ini mencapai kesempurnaannya yang dapat memenuhi tugas
kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Demikian adanya tugas ini semoga barakah dan bermanfaat
bagi kita semua. Amiin.
Kraksaan, 18 April 2017
Penulis
Moh. Ababil Rois
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI 2
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penulis 5
BAB II: PEMBAHASAN
- Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah 6
- Khalifah (penelus, pengganti) Dinasti Bani Abbasiyah 8
- Factor-faktor Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah 10
1.
Factor Politik 10
2.
Factor Sosiografi 10
3.
Aktivitas Ilmiah 11
4.
Kemajuan Ilmu
Pengetahuan 11
- Keadaan Lembaga Pendidikan, Kurikulum, Tradisi Ilmiah Akademik, Para Ilmuan (Guru) Pada Zama Bani Abbasiyah 13
1.
Keadaan Lembaga
Pendidikan 13
2.
Kurikulum Pendidikan 15
3.
Tradisi Ilmiah dan
Atmosfer Akademic 15
4.
Para Ilmuan dan Guru 16
E. Factor-faktor Kemunduran Dinasti Bani Abbasiyah 17
a.
Factor Internal 17
b.
Factor Eksternal 17
F.
Sebab-sebab Kehancuran
Dinasti Bani Abbasiyah 18
a.
Factor Internal 18
b.
Factor Eksternal 18
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan 19
B. Kritik
dan Saran 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Peradaban islam mengalami
puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah. Babak ketiga dalam drama besar politik Islam
dibuka dengan peran penting yang dimainkan oleh Khalifah Abu Abbas (750-754)
yang berperan sebagai pelopor. Irak
menjadi panggung drama besar itu. Dalam khutbah penobatannya, yang disampaikan
setahun sebelumnya di masjid Kufah, khalifah Abbasiyah pertama itu menyebut
dirinya sebagai al-Saffah (penumpah darah atau haus darah).[1]
Sebagaimana banyak dicatat dalam berbagai sumber
sejarah, bahwa zaman Dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan Islam (golden
age) yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan
dan peradaban yang mengagumkan, yang dapat dibuktikan keberadaannya, baik
melalui berbagai sumber informasi dalam buku-buku sejarah maupun melalui
pengamatan empiris di berbagai wilayah di belahan dunia yang pernah di kuasai
Islam, seperi Irak, Spanyol, India, Mesir dan sebagian dari Afrika Utara.[2]
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang
diawali dengan penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan dan
terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan
berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam
yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah
tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah
dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
- Rumusan Maslah
Dari penjelasan diatas dapat kami merumuskan rumusan masalahnya,
antara lain ;
1.
Bagaimana
Sejarah Asal-usul Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah.?
2.
Bagaimana
Profil Kholifah (Penerus) Dinasti Bani Abbasiyah.?
3.
Apa
Foktor-faktor Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah.?
4.
Bagaimana
Keadaan Lembaga Pendidikan, Kurikulum,
Tradisi Ilmiah dan Atmosfer Akademik, Para Ilmuan (Guru) pada masa Dinasti
Abbasiyah.?
5.
Apa
Penyebab Foktor-faktor Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Bani Abbasiyah.?
- Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Sejarah Asal-usul Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah.
2.
Untuk
mengetahui Profil Kholifah (Penerus) Dinasti Bani Abbasiyah.
3.
Untuk
mengetahui Foktor-faktor Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah.
4.
Untuk
mengetahui Keadaan Lembaga Pendidikan,
Kurikulum, Tradisi Ilmiah dan Atmosfer Akademik, Para Ilmuan (Guru)
pada masa Dinasti Abbasiyah.
5.
Untuk
mengetahui Penyebab Foktor-faktor Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Bani
Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
- Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas, paman
Rasulullah Saw. Sementara khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah
al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib
bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay
bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Kinanah bin Khuzaimah
bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.[3] Dinamakan Dinasti
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan
al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti
ini terbentuk melalui kudeta (revolusi)
yang dilakukan oleh Abu al-Abbas al-Saffah dengan dukungan kaum Mawali dan Syi’ah terhadap Dinasti Umayyah di
pusat Kota Damaskus pada tahun 132 H/750 M kekuasaan ini berlangsung 508 tahun,
sejak tahun 132-656 H/750 -1258 M.[4]
Babak ketiga dalam drama besar politik Islam dibuka oleh Abu
al-Abbas (750-754). Irak menjadi panggung drama besar itu, dalam khatbah
penobatannya yang disampaikan setahun sebelumnya di Masjid Kufah, Khalifah
Abbasiyah itu pertama itu menyebut dirinya al-Saffih (penumpah darah) yang
kemudian menjadi julukannya.[5] Dia membenarkan dirinya
dengan mengatakan bahwa “Bani Umayyah petut memperoleh semua balasan yang
dapat dilakukan terhadap mereka”.[6] Dalam litelatur yang lain Faraq Fauda
menjelaskan dinasti pertama ini mengatakan di atas mimbar, ia (al-Abbas)
berikrar: “Allah telah mengembalikan hak kami (untuk memimpin), dan Ia akan
menutup kepemimpinan ini dengan kami sebagaimana ia bermula. Waspadalah, karena
saya adalah penjagal yang siap menghalalkan darah siapa saja dan pembalas
dendam yang siap membinasakan siapa pun juga”.[7]
Kemudian
al-Saffah menerapkan kebijakan pemusnahan anggota-anggota keluarga Bani
Umayyah. Pamannya, Abdullah menggunakan segala cara yang kejam untuk menyapu
bersih keluarga yang sudah jatuh itu dari muka bumi. Suatu kali ia mengundang
mengundang 90 orang keturunan Umayyah pada suatu apacara, dan kemudian membunuh
mereka secara curang. Agen-agen dan mata-mata Abbasiyah menjelajahi seluruh
imperium untuk memburu para pelarian dari para dari keluarga dinasti yang sudah
jatuh itu. Salah seorang diantara beberapa diantara orang yang berhasil
melarikan diri dari pembunuhan missal ini adalah ‘Abdurrahman, seorang cucu
Hisyam, dia berhasil mendirikan pemerintahan Bani Umayyah yang gemilang di
Spanyol.[8] Perlakuan kejam itu tidak
hanya kepada orang-orang Umayyah yang masih hidup, mereka yang sudah
meninggalpun tidak kecualikan. Bani Abbas menodai makam-makam Bani Umayyah,
mengeluarkan jenazah-jenazahnya dari kuburan mereka dan membakarnya menjadi
abu. Ada dua buah makam yang selamat,
yaitu makam Mu’awiyah yang hanya secara kebetulan, dan makam ‘Umar bin ‘Abd
al-Aziz yang kesalehannya tidak dapat di sangkal lagi.[9]
Ibnu Atsir mengungkapkan: “Kuburan Muawiyah bin Abi Sufyan
dibongkar, tetapi usaha mereka sia-sia karena tidak ditemukan apa-apa. Lalu
kuburan Yazid bin Muawiyah bin Abi Sufyan dibongkar juga. Mereka menemukan
sepotong tulang yang sudah berubah menjadi mirip arang. Lalu dibongkarlah
kuburan Abdul Malik bin Marwan dan mereka hanya menemukan tengkoraknya. Dari
satu kuburan ke kuburan lain, mereka tidak menemukan banyak hal kecuali
potongan-potongan tubuh. Terkecuali jenazah Hisyam bin Abdul Malik; mayatnya
ditemukan hampir utuh, kecuali ujung hidungnya yang somplak. Mayat itu
lalu didera, disalib, dibakar, lalu hilang ditelan angin. Al-Saffah juga
melakukan pengejaran terhadap seluruh sanak keluarga dan pendukung Bani
Umayyah. Ia menghabisi mereka semua, kecuali anak-anak yang masih menyusu dan
mereka yang telah melarikan diri ke Andalusia”.[10]
Al-Saffah menjadi pendiri dinasti Arab Islam ketiga setelah Khula
al-Rasyidin dan Dinasti Umayyah yang sangat besar dan berusia lama, dari
750-1258 M penerus Abu al-Abbas memegang pemerintahan meskipun mereka tidak
selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai pengusung konsep
sejati kekhalifahan, yaitu gagasan Negara teokrasi (yang menggantikan
pemerintahan sekuler) Dinasti Umayyah. al-Saffah meninggal 754-775 M,
karena penyakit cacar air ketika berusia 30 tahnun.[11]
- Penerus Dinasti Bani Abbasiyah
Setelah al-Abbas meninggal dunia, khalifah al-Abbasiyah di teruskan oleh 37 khalifah. Masa kejayaan
Abbasiyah terletak pada Khalifah setelah al-Saffah, Philip K.Hitty dalam
bukunya History of The Arabs bahwa masa keemasan Abbasiyah terletak pada
10 khalifah. Berbeda dengan Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban
Islam yang memasukkan 7 khalifah
sebagai masa kejayaan Abbasiyah. Jaih
Mubarok dalam bukunya Metodologi Hukum Islam memasukkan 8 khalifah
sebagai masa kejayaan masa Abbasiyah. Begitu pula Dr. Harun Nasution hanya
memasukkan 6 khalifah ke dalam katagori sebagai khalifah yang memajukan
Abbasiyah.[12] Prof. Dr. Abuddin Nata dalam bukunya Sejarah
Pendidikan Islam memasukkan 5 orang.[13]
Kesepuluh Khalifah tersebut ; al-Abbas al-Saffah (750), Abu Ja’far
al-Mansur (754), al-Mahdi (775), al-Hadi (758), Harun al-Rasyid (786), al-Amin
(809), al-Ma’mun (813), al-Mu’tashim (833), al-Watsiq (842), dan al-Mutawakkil
(847).
Sebelum al-Abbas meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa
penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa bin Musa,
keponakannya. System pengumuman putra mahkota itu mengikuti cara Dinasti Bani
Umayyah. Para Khalifah Bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah ;
PARA KHALIFAH DINASTI BANI ABBASIYAH 37 KHALIFAH
1
|
Abu al-Abbas al-Saffah (Pendiri)
|
750-754 M
|
2
|
Abu Ja’far al-Mansur
|
754-775 M
|
3
|
Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi
|
775-785 M
|
4
|
Abu Muhammad Musa al-Hadi
|
785-786 M
|
5
|
Abu Ja’far Harun al-Rasyid
|
786-809 M
|
6
|
Abu Musa Muhammad Amin
|
809-813 M
|
7
|
Abu Ja’far Abdullah al-Ma’mun
|
813-833 M
|
8
|
Abu Ishaq Muhammad al-Mu’tashim
|
833-842 M
|
9
|
Abu Ja’far Harun al-Watsiq
|
842-847 M
|
10
|
Abu Fadl Ja’far al-Mutawakkil
|
847-861 M
|
11
|
Abu Ja’far Muhammad al-Muntashir
|
861-862 M
|
12
|
Abu al-Abbas Ahmad al-Musta’in
|
862-866 M
|
13
|
Abu Abdullah Muhammad al-Mu’taz
|
866-869 M
|
14
|
Abu Ishaq Muhammad al-Muhtadi
|
869-870 M
|
15
|
Abu al-Abbas Ahmad al-Mu’tamid
|
870-892 M
|
16
|
Abu al-Abbas Ahmad al-Mu’tadid
|
892-902 M
|
17
|
Abu al-Muhammad Ali al-Muktafi
|
902-905 M
|
18
|
Abu Fadl Ja’far al-Muqtadir
|
905-932 M
|
19
|
Abu Mansur Muhammad Qahir
|
932-934 M
|
20
|
Abu al-Abbas Ahmad ar-Radi
|
934-940 M
|
21
|
Abu Ishaq Ibrahim al-Muttaqi
|
940-944 M
|
22
|
Abu al-Qasim Abdullah al-Mustaqfi
|
944-946 M
|
23
|
Abu al-Qasim al-Fadl al-Mu’ti
|
946-947 M
|
24
|
Abu al-Fadl Abd al-Karim at-Tha’i
|
947-991 M
|
25
|
Abu al-Abbas Ahmad Qadir
|
991-1031 M
|
26
|
Abu Ja’far Abdullah al-Qaim
|
1031-1075 M
|
27
|
Abu al-Qasim Abdullah al-Muqtadi
|
1075-1094 M
|
28
|
Abu al-Abbas Ahmad al-Mustadzir
|
1094-1118 M
|
29
|
Abu Mansur al-Fadl al-Mustarsyid
|
1118-1135 M
|
30
|
Abu Ja’far al-Mansyur al-Rasyid
|
1135-1136 M
|
31
|
Abu Abdullah Muhammad Muhammad al-Muqtafi
|
1136-1160 M
|
32
|
Abu al-Mudzafar al-Mustanjid
|
1160-1170 M
|
33
|
Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadi
|
1170-1180 M
|
34
|
Abu al-Abbas Ahmad Nasir
|
1180-1225 M
|
35
|
Abu Nasr Muhammad Az-Zahir
|
1225-1226 M
|
36
|
Abu Ja’far al-Mansur al-Mustansir
|
1226-1242 M
|
37
|
Abu Ahmad Abdullah al-Mu’tashim Billah
|
1242-1258 M
|
Sumber :
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hal. 141-143
- Faktor-faktor Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah
Masyarakat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah ini, mengalami
kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat yang di pengaruhi oleh dua factor
yaitu;
1.
Faktor Politik
a.
Pindahnya
ibu kota negara dari Syam ke Irak dan Baghdad sebagai ibu kotanya (146 H). Baghdad pada waktu itu merupakan
kota yang paling tinggi kebudayaannya dan sudah lebih dahulu mencapai tingkat
ilmu pengetahuan yang lebih tinggi dari Syam. Disamping itu wilayah kekuasaan
Islam ketika itu terbagi menjadi dua bagian :
-
Bagian
Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir, dan Afrika Utara
yang berpusat di Mesir.
-
Bagian
Persia yang terdiri atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengahm berpusat di Iran.
Semua ini merupakan pusat-pusat Ilmu Pengetahuan dan Filsafat
Yunani Kuno.
b.
Banyaknya
cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan Istana.
c.
Diakuinya
Mu’tazilah[14]
sebagai madzhab resmi negara pada masa masa khalifah al-Ma’mun pada tahun 827
M.[15]
2.
Factor Sosiografi
1.
Meningkatkan
kemakmuran umat Islam pada waktu itu. Kemakmuran yang dicapai oleh umat Islam
pada ketika itu seakan-akan hanya terdapat dalam alam khayal.
2.
Luasnya
wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Persia dan Romawi yang masuk
Islam kemudian menjadi muslim yang taat.
3.
Pribadi
beberapa khalifah pada masa itu, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah I,
seperti al-Mansur, Harun al-Rasyid dan Abdullah al-Ma’mun yang sangat mencintai
ilmu pengetahuan sehingga kebijaksanaannya banyak ditujukan kepada kemajuan
ilmu pengetahun.[16]
3.
Aktivitas Ilmiah
Ada beberapa aktivitas
ilmiah yang berlangsung di kalangan umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah yang
mengantar mereka mencapai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, yaitu ;
1.
Penyusunan
Buku-buku Ilmiah.
2.
Penerjemahan.
3.
Pensyarahan.
4.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
1.
Kemajuan
Ilmu Agama.
a)
Ilmu
Tafsir.
Menurut riwayat Ibnu Nadzim, orang pertama yang melakukan
penafsiran secara sistematis berdasarkan tartib Mushaf adalah al-Farra’
(w.207 H). ilmu tafsir ini ada dua macam tafsir yaitu, pertama Tafsir bi
al-Ma’tsur (penafsiran al-Qur’an berdasarkan sanad dan periwayatan,
meliputi al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan Hadits Nabi Saw, dan
perkataan sahabat). Kedua Tafsir bi al-Ra’yi ( penafsiran berdasarkan
dengan ijtihan/rasinal).
b)
Ilmu
Hadits.
Pada masa ini banyak hadits yang dikumpulkan oleh beberapa ulama’
hadits antara lain; Imam Malik dengan karyanya al-Muwaththa’, Imam
Bukhari Shahih al-Bukhari, Imam Muslim Shahih al-Muslim, dan
lainnya.
c)
Ilmu
Kalam [17]
Pada masa ini muncul ulama’-ulama’ besar dibidang ilmu kalam, baik
dari kalangan Mu’tazilah maupun Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Dari kalangan mu’tazilah antara lain :
Abu al-Huzail al-Allah (w.235). Al-Nizam (w.231). al-Jahiz
(w.255). al-Juba’I (w.290) dan al-Hasyim (w.231).
Dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah antara lain :
Abu al-Hasan al-Asy’ari (w.234). Abu Manshur al-Maturidzi (w.333).
al-Baqillani (w.403). al-Juwaini (w.479). dan Abu Hamid al-Ghazali (w.505).
d) Ilmu Fiqih
Pada masa ini muncul ulama’ ahli fiqh, antara lain ; Imam Abu
Hanifah dengan karyanya Fiqh al-Akbar, Imam Malik dengan karyanya al-Muwaththa’,
Imam Asy-Syafi’I dengan karyanya al-Umm dan Imam Ahmad bin Hambal
dengan karyanya al-Karraj.
2.
Ilmu-ilmu
Umam
a)
Filsafat
(falsafah).
b)
Kedokteran.
c)
Astronomi.
d) Ilmu Pasti (matematika).
e)
Geografi.[18]
- Keadaan Lembaga Pendidikan, Kurikulum, Tradisi Ilmiah Akademik, Para Ilmuan (Guru) Pada Zama Bani Abbasiyah
Sebagaimana banyak dicatat dalam berbagai sumber sejarah, bahwa
zaman Dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan Islam (golden age) yang
ditandai oleh berbagai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan
peradaban yang mengagumkan. Terdapat sejumlah informasi yang menggambarkan
keadaan pendidikan di zaman Bani Abbasiyah sebagai berikut.[19]
1.
Keadaan Lembaga Pendidikan
Selain masjid, kuttab, al-Badiah,
istana, perpustakaan dan al-Bimaristan (rumah sakit pendidikan),
sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada zaman Dinasti Abbasiyah ini telah
berkembang pula lembaga pendidikan, berupa toko buku,rumah para ulama’, majlis
ilmu, sanggar kesusastraan, observatorium, dan madrasah. Penjelasan lebih
lanjut tentang berbagai lembaga-lembaga pendidikan Islam yang tumbuh pada zaman
Abbasiyah ini dapat dikemukakan sebagai berikut ;
a.
Toko
Buku (al-Hawanit al-Warraqien).
Ahmad
Salabi mengemukakan yang dikutib oleh Dr. Abuddin Nata mengatakan sebagai
berikut;
“Menghubungkan
antara pasar-pasar bangsa Arab di zaman jahiliah; Ukadz, Majanah dan Dzil
Majaz, dengan took-toko yang menjualkitab pada zaman Islam tampaknya sebuah
kemungkinan. Mereka menggunakan kesempatan ini untuk mempertunjukkan kehebatan
kehebatannya dalam bidang sastra. Dalam hubungan ini al-Ya’qubi menyebutkan,
bahwa took-toko tersebut ada pada sejumlah tempat di Baghdad, yang jumlahnya
mencapai lebih dari 100 toko buku.”
b.
Rumah-rumah
Para Ulama’ (manazil al-Ulama’).
Di antara
rumah yang sering digunakan untuk kegiatan ilmiah adalah rumah al-Rais Ibnu
Sina. Al-Jauzajani pada setiap malam ia berkumpul dirumah Ibnu Sina untuk
menimba ilmu, dan aku (al-Jauzajani) membaca kitab al-Syifa’ dan al-Qanun.
Dan juga rumah yang digunakan sebagai majlis ilmu adalah rumah Abu Hamid al-Ghazali,
Ya’qub bin Kalas wazir al-Azizbillah al-Fathimy, al-Sulfiy Ahmad Muhammad Abu
Thahir.
c.
Sanggar
Sastra (al-Sholun al-Adabiyah)
Al-Sholun
al-Adabiyah ini mulai tumbuh sederhana pada zaman pemerintahan Bani Umayyah,
kemudian berkembang pesat pada pemerintah Bani Abbasiyah, dan merupakan
perkembangan lebih lanjut dari perkumpulan yang ada pada zaman Khulafa’
al-Rasyidin.
d.
Madrasah
(tempat madrasah)
Madrasah
adalah lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang mengajarkan ilmu
agama dan ilmu non-agama dengan menggunakan system klasikal. Berdirinya
madrasah ini karena ilmu pengetahuan dan berbagai keterampilan semakin
berkembang, dan untuk mengajarkannya diperlukan guru yang lebih banyak,
peralatan belajar mengajar yang lebih lengkap, serta pengaturan administrasi
yang lebih tertib.
e.
Perpustakaan
dan Observatorium
Tempat-tempat
ini digunakan sebagai tempat mengembangkan ilmu dan juga belajar memecahkan
masalah eksperimen, belejar sambil bekerja penemuan.
f.
Al-Ribath
(tempat latihan, bimbingan, pengajaran bagi calon sufi)
g.
Al-Zawiyah
(tempat yang berada dipinggir masjid yang digunakan untuk melakukan
bimbingan wirid, dzikir untuk mendapatkan kepuasan spiritual).[20]
2.
Kurikulum.
Kurikulum pendidikan pada masa zaman
Bani Abbasiyah dari segi muatannya telah mengalami perkembangan, sebagai akibat
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kurikulum pada masa itu
lebih merupakan susunan mata pelajaran yang harus diajarkan pada peserta didik
sesuai dengan sifat dan tingkatannya.[21]
3.
Tradisi Ilmiah dan Atmosfer Akademik.
Di antara tradisi ilmiah dan atmosfer akademik yang terjadi pada
zaman Abbasiyah dan juga masa sebelumnya adalah sebagai berikut ;
a.
Tukar-menukar
Informasi (muzakarah)
Tradisi ini
dilakukan oleh para pelajar dari berbagai daerah untuk saling berukar pikiran,
pemahaman dan pengalaman sesuatu ajaran. Dengan tradisi ini, maka terjadi
proses saling memperkaya dan melengkapi.
b.
Berdebat
(munazarah)
Tradisi ini
dilakukan oleh para pelajar dan pakar dalam bidang tertentu untuk saling
menguji kedalaman ilmu, ketajaman analisis, dan kekuatan argumentasi yang
dimiliki masing-masing ulama’.
c.
Rihlah
Ilmiah
Rihlah
ilmiah secara sederhana berarti melakukan perjalanan atau pengembara dari suatu
daerah ke daerah lain dalam rangka menuntut ilmu dan melakukan penelitian
terhadap suatu masalah. Rihlah ilmiah ini misalnya dilakukan oleh al-Imam
al-Bukhari (w. 870 H), mula-mula ia mengumpulkan hadits yang ditemui di
negerinya sendiri, kemudian ia pergi ke Balkh, ke Marw, Naisabur, al-Rai,
Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Damaskus, Qisariyah, Asqalan,
dan Hims. Demikian pula yang dilakukan oleh al-Imam al-Syafi’i.
d.
Penerjemahan
Khalifah
Bani Abbasiyah bernama al-Makmun yang dikenal penganut teologi rasional
Mu’tazailah sangat memberikan perhatian terhadap kegiatan penerjemahan. Untuk
keperluan ini ia membangun Bait al-Hikmah (Rumah Kegiatan Ilmu) untuk
melakukan kegiatan penerjemahan karya-karya Yunani, India, dan China dan
menyewa penerjemahan asing, seperti Hunain bin Ishaq (194-259 H/809-873 M). Ia (Hunain
bin Ishaq)adalah seorang kristiani keturunan Nestoria akrab dengan ilmu
kedokteran dan ia menjadi dokter Istana khalifah sekaligus khalifah guru
kedokteran di Baghdad, ia keliling wilayah Imperium Byzantim untuk mengumpulkan
manuskrip-manuskrip dari karya keilmuan dan filsafat. Melalui kegiatan
penerjemahan ini, maka para ilmuan
Muslim dapat menguasai warisan ilmu dari luar, khususnya filsafat Yunani, dan
karenanya lahirlah filsuf dari kalangan Islam, antara lain, Al-Kindi,
Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Maskawih dan Ibnu Majah.
e.
Mengoreksi
Buku dan Mendirikan Perpustakaan.
Tradisi
mengoreksi buku dan membangun perpustakaan pernah mengalami kemajuan yang luar
biasa hamper pada seluruh lapisan masyarakat, baik Sunni maupun Syi’ah. Tradisi
ini dikalangan Sunni bisa dijumpai di Mesir. Tradisi dikalangan Syi’ah bisa
dijumpai di Iran dan Irak. Perpustakaan umum antara lain Bait al-Hikmah si
Baghdad yang dibangun oleh al-Makmun, Perpustakaan di Marv-Persia Timut memuat
100.000 judul buku, Perpustakaan Madrasah al-Nidzamiah yang memuat 6000 judul
buku, Perpustakaan Dar al-Hikmah di Kairo yang didirikan pada Tahun 1004
dibawah dukungan Dinasti Fathimiyah, Perpustakaan Universitas Cordova di
Spanyol yang didirikan oleh Abdurrahman al-Nasyir dan Perpustakaan Fathimiyah
kedua al-Aziz.
f.
Menulis
Buku
Pada zaman
Dinasti Abbasiyah jua muncul tradisi menulis buku, diantara penulis tersebut
adalah al-Jahidz (w. 776-869) ia dikenal sebagai sastrawan terkenal yang hidup
pada zaman Khalifah al-Makmun dan brani menulis tanpa terikat pada tradisi
lama.[22]
4.
Para Ilmuan dan Guru
Diantara para ilmuan (guru) yang terkenal pada zaman Dinasti
Abbasiyah, adalah
a.
Ibnu
Sina (guru dalam bidang kedokteran dan filsafat dengan karyanya al-Qonun
al-Thibb).
b.
Ibnu
Miskawih (guru dalam bidang akhlak dengan karyanya Tahdzib al-Tahdzib).
c.
Ibnu
Jama’ah (guru dalam bidang fiqih dan akhlak dengan karyanya Tadzkirat
al-Sa’mi lil ‘Alim wa al-Muta’allim.
d.
Al-Juwaini
al-Imam al-Haramain (guru dalam bidang teolog yang amat dikagumi).[23]
E. Factor-factor Kemunduran Dinasti Bani Abbasiyah.
Factor-faktor kemunduran
Dinasti Abbasiyah disebabkan oleh dua factor, antara lain ;
a.
Factor Intern
1.
Kemewahan
hidup dikalangan penguasa.
Setiap khalifah cenderung
ingin lebih mewah dari pada pendahulunya, kondisi ini member peluang kepada
tentara professional asal Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.
2.
Perebutan
kekuasaan antara Bani Abbasiyah.
Perebutan kekuasaan dimulai
sejak masa khalifah al-Ma’mun dengan al-Amin.
3.
Konflik
ke-agamaan.
Sejak terjadinya konflik
antara Mu’awiyah dan Imam Ali bin Abi Thalib yang berakhir dengan lahirnya tiga
kelompok umat; Pengikut Mu’awiyah, Khawarij dan , Pengikut Imam Ali (Syi’ah
Ali).
b.
Faktor Ekstern
1.
Banyaknya
pemberontakan.
2.
Dominasi
Bangsa Turki.
3.
Dominasi
Bangsa Persia.[24]
F. Sebab-sebab Kehancuran Dinasti Bani Abbasiyah
1.
Foktor Intern.
a)
Lemahnya
semangat patriotism negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan Islam tidak
berdaya lagi menahan segala amukan yang datang, baik dari dalam maupun dari
luar.
b)
Hilangnya
sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan moral dan
kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang yang mendukung negara
selama ini.
c)
Tidak
percaya pada kekuatan sendiri dalam mengatasi berbagai pemberontakan.
d) Fanatic madzhab persaingan dan persoalan yang tiada henti antara
Abbasiyah dan Alawiyah menyebabkan kekuatan umat Islam menjadi lemah, bahkan
hancur berkeping-keping.
2.
Foktor Ekstern.
Disintegrasi, akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan
pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada politik. Provensi-provensi
tertentu dipingguran mulai melepaskan diri dari genggaman penguasa Abbasiyah.
Mereka bukan sekedar melepaskan diri dari khalifah, tetapi memberontak dan
berusaha merebut pusat kekuasaan di Baghdad.[25] Hal ini dimanfaatkan oleh
pihak luar dan banyak mengorbankan umat Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu al-Abbas al-Saffah yang nama lengkapnya adalah Abdullah al-Saffah
bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena
para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi
Muhammad Saw. Dinasti ini terbentuk
melalui kudeta (revolusi) yang dilakukan oleh Abu al-Abbas
al-Saffah dengan dukungan kaum Mawali
dan Syi’ah terhadap Dinasti Umayyah di pusat Kota Damaskus pada tahun 132 H/750
M kekuasaan ini berlangsung 508 tahun, sejak tahun 132-656 H/750 - 1258 M
Setelah al-Abbas meninggal dunia, khalifah al-Abbasiyah di teruskan oleh beberapa khalifah. Khalifah
tersebut antara lain; al-Abbas al-Saffah
(750), Abu Ja’far al-Mansur (754), al-Mahdi (775), al-Hadi (758), Harun
al-Rasyid (786), al-Amin (809), al-Ma’mun (813), al-Mu’tashim (833), al-Watsiq
(842), dan al-Mutawakkil (847).
Faktor-faktor Kemajuan
Dinasti Bani Abbasiyah antara lain; Faktor Politik dan Faktor Sosiologi,
Aktivitas Ilmiyah serta Kemajuan Ilmu Pengetahuan. Keadaan Pendidikan Pada Zama
Bani Abbasiyah, sebagai berikut ;
1.
Keadaan
Lembaga Pendidikan
Selain masjid, kuttab, al-Badiah,
istana, perpustakaan dan al-Bimaristan (rumah sakit pendidikan, Toko
Buku (al-Hawanit al-Warraqien), Rumah-rumah Para Ulama’ (manazil
al-Ulama’), Sanggar Sastra (al-Sholun al-Adabiyah), Madrasah (tempat
madrasah), Perpustakaan dan Observatorium (tempat penelitian dan
mengembangkan), Al-Ribath (tempat latihan, bimbingan, pengajaran bagi
calon sufi), Al-Zawiyah (tempat yang berada dipinggir masjid yang
digunakan untuk melakukan bimbingan wirid, dzikir untuk mendapatkan kepuasan
spiritual).
2.
Kurikulum.
Kurikulum pendidikan pada masa zaman
Bani Abbasiyah dari segi muatannya telah mengalami perkembangan, sebagai akibat
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kurikulum pada masa itu
lebih merupakan susunan mata pelajaran yang harus diajarkan pada peserta didik
sesuai dengan sifat dan tingkatannya.
3.
Tradisi
Ilmiah dan Atmosfer Akademik, meliputi ;
a). Tukar-menukar Informasi
(muzakarah), b). Berdebat (munazarah), c). Rihlah Ilmiah (melakukan
perjalanan atau pengembara dari suatu daerah ke daerah lain dalam rangka
menuntut ilmu dan melakukan penelitian terhadap suatu masalah), d).
Penerjemahan, e). Mengoreksi Buku dan Mendirikan Perpustakaan, f). Menulis
Buku.
4.
Para
Ilmuan dan Guru
Diantara para ilmuan (guru) yang terkenal pada zaman Dinasti
Abbasiyah, adalah
e.
Ibnu
Sina (guru dalam bidang kedokteran dan filsafat dengan karyanya al-Qonun
al-Thibb).
f.
Ibnu
Miskawih (guru dalam bidang akhlak dengan karyanya Tahdzib al-Tahdzib).
g.
Ibnu
Jama’ah (guru dalam bidang fiqih dan akhlak dengan karyanya Tadzkirat
al-Sa’mi lil ‘Alim wa al-Muta’allim.
h.
Al-Juwaini
al-Imam al-Haramain (guru dalam bidang teolog yang amat dikagumi).
Factor-factor Kemunduran Dinasti Abbasiyah.
Factor
Intern meliputi; Kemewahan hidup dikalangan
penguasa, Perebutan kekuasaan antara Bani Abbasiyah, dan Konflik ke-agamaan.
Factor
Ekstern Meliputi ; Banyaknya pemberontakan,
Dominasi Bangsa Turki, Dominasi Bangsa Persia.
Sebab-sebab
Kehancuran Dinasti Abbasiyah
a)
Lemahnya
semangat patriotism negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan Islam tidak
berdaya lagi menahan segala amukan yang datang, baik dari dalam maupun dari
luar.
b)
Hilangnya
sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan moral dan
kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang yang mendukung negara
selama ini.
c)
Tidak
percaya pada kekuatan sendiri dalam mengatasi berbagai pemberontakan.
d) Fanatic madzhab persaingan dan persoalan yang tiada henti antara
Abbasiyah dan Alawiyah menyebabkan kekuatan umat Islam menjadi lemah, bahkan
hancur berkeping-keping.
- Kritik dan Saran
Dari
beberapa penjelasan di atas tentang penulisan pasti tidak lepas dari kesalahan
penulisan dan rangkaian kalimat. Dan kami sebagai penyusun Makalah ini
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang
diharapkan para pembaca, khususnya pembimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif, agar
dapat dibuat acuan dalam terselesainya makalah kami yang berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul
Munir.2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah. Cet-2.
al-Hasani, Sayyid
Muhammad bin Alwi al-Maliki. 2011. Ringkasan Sejarah Nabi Muhammad Saw. Bandung
: Pustaka Hidayah. Cet-1.
Fauda, Faraq. 2003. Kebenaran
Yang Hilang : Sisi Kelam Praktek dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum Muslim. tej.
Novriantoni. Tanpa Kota Penerbit : Democracy Project [PDF]. Cet-2.
Faqih, Aunur Rahim. dan
Munthoha. 2000. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta : UII-Press.
Cet-3.
K.
Hitti, Philip. 2005. History Of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yaisin (ed).
Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta. Cet-1.
Mahmudunnasir,
Syed.2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya. Cet-4.
Nata, Abuddin. 2011.Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group. Cet-1.
Supiana,
2012. Metodologi Studi Islam (Edisi Revisi). Jakarta : Kementrian Agama
Islam. Cet-2.
Supriyadi, Dedi.2008. Sejarah
Peradaban Islam. Bandung : CV. Pustaka Setia. Cet-7.
Link :
http://www.moh-ababil.blogspot.com
[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Cet-7,
(Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008), hal. 128.
[2] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam,Cet-1,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 151
[3] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, Cet-2, (Jakarta : Amzah, 2010), hal. 138. Dan Sayyid
Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani al-Makki, Ringkasan Sejarah Nabi
Muhammad Saw, Cet-1, (Bandung :
Pustaka Hidayah, 2011), hal. 15
[6] Syed Mahmudunnasir, Islam
Konsepsi dan Sejarahnya, Cet-4, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
hal.212
[7] Faraq Fauda, Kebenaran
Yang Hilang : Sisi Kelam Praktek dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum Muslim, tej.
Novriantoni, Cet-2, (Tanpa Kota Penerbit : Democracy Project [PDF], 2003), 159
[8] Syed Mahmudunnasir, Islam
Konsepsi dan Sejarahnya… hal. 212
[9] Ibid., 212
[10] Faraq Fauda, Kebenaran
Yang Hilang… hal. 160
[13] Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam… hal. 148
[14] Mu’tazilah adalah aliran yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan
berpikir pada manusia. Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama
pada masa Dinasti Bani Abbasiyah.
[15] Aunur Rahim Faqih
& Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet-3, (Yogyakarta :
UII-Press, 2000), hal. 37.
[16] Aunur Rahim Faqih
& Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam… hal. 38.
[17] Ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari, megurai dan mengupas
prinsip-prinsip keimanan dan pokok ajaran Agama berdasarkan dalil-dalil naqli
(al-Quran, hadits) dan aqli (rasional).
[18] Aunur Rahim Faqih
& Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam… hal. 38-52.
[19] Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam… hal. 151
[20] Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam… hal. 151-162
[21] Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam… hal. 162
[22] Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam… hal. 165-172
[23] Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam… hal. 173
[24] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam… hal.
137-139.
[25] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam… hal. 140
0 komentar:
Posting Komentar