FAWÂTIH AL-SUWÂR
A. Definisi Fawatih al-Suwar
Allah Swt
berfirman : “Dialah yang menurunkan
Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu. Diantara isinya ada ayat-ayat yang
muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an; dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat.” QS.03:07
Istilah
fawatih al-Suwar terdiri dari dua kata, yaitu fawatih dan al-Suwar.
Fawatih merupakan jamak taksir dari fatihah yang berarti pembuka. Sedangkan
al-Suwar adalah jamak taksir dari kata surah, sedangkan al-Suwar
maknanya adalah beberapa surah. Dengan demikian fawatih al-Suwar secara
harfiah bermakna “pembuka surah-surah/beberapa surah.”
Imâm Jalâl
al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî al-Syafi’i menyebutkan dalam kitabnya[1] bahwa, Ibnu Abi al-Ishba’
menyusun kitab tersendiri tentang pembahasan fawatih al-suwar ini yang diberi
nama dengan “Al-Khawatir al-Sawanih Fi Asrari al-Fawatih” dan para ahli tafsir setelahnya, ketika
membahas ilmu fawatih al-suwar banyak merujuk kepada kitab tersebut.
- Macam
Bentuk Ungkapan Dalam Surah
Pembahasan
ini menggunakan sepuluh macam metode (dalam bentuk huruf, kata atau kalimat
pembukaan ayat-ayat al-Qur’an), dengan redaksi yang berbeda-beda, antara
lain sebagai berikut ;
1.
Pujian
kepada Allah Swt (الثَّنَاءُ عَلَيْهِ تَعَالَى)
Pujian itu ada dua macam : Pertama,
dengan cara menetapkan sifat pujian dan menafikan sifat-sifat kekurangan (pada-Nya).
Kedua, dengan bacaan tahmid dengan menggunakan kata al-Hamdu, QS.
01:01. 06:01. 18:01. 34:01. 35:01, dan Tabârak pada QS. 25:01. 67:01.
Imam al-Kirmânî berkata dalam kitabnya Mutasyâbih
al-Qur’ân yakni :
التَّسْبِيحُ
كَلِمَةٌ اسْتَأْثَرَ اللَّهُ بِهَا فَبَدَأَ بِالْمَصْدَرِ فِي بَنِي
إِسْرَائِيلَ لِأَنَّهُ الْأَصْلُ ثُمَّ بِالْمَاضِي فِي الْحَدِيدِ وَالْحَشْرِ
لِأَنَّهُ أَسْبَقُ الزَّمَانَيْنِ ثُمَّ بِالْمُضَارِعِ فِي الْجُمُعَةِ
وَالتَّغَابُنِ ثُمَّ بِالْأَمْرِ فِي الْأَعْلَى اسْتِيعَابًا لِهَذِهِ
الْكَلِمَةِ من جَمِيعِ جِهَاتِهَا.
Kalimat “Tasbih” adalah kalimat yang dipilih oleh Allah Swt
untuk Diri-Nya. Maka, Dia memulai dengan bentuk mashdar pada QS.17:01, karena
inilah yang dasar. Kemudian dengan bentuk fi’il madhi pada QS.57:01, 59:01
karena itu adalah masa yang paling dahulu dibandingkan dua masa yang lainnya.
Dalam bentuk fi’il mudhari’ pada QS.62:01. 64:01, dalam bentuk fi’il amr pada
QS.87:01. Ini semua untuk menyebutkan keseluruhan bentuk kata ini dari semua
sisinya.”
2.
Huruf-huruf
hija’iyah (حُرُوفُ
التَّهَجِّي)
Huruf hija’yah atau huruf muqatha’ah terdapat 29 surah yang
dimulai dengan satu huruf,[2] dua huruf (berjumlah 10
surah)[3], tiga huruf (berjumlah 13
surah),[4] empat huruf (berjumlah 2
surah),[5] dan surah yang dimulai
dengan lima huruf, yaitu QS. Maryam ayat pertama.
Termasuk diantara dalam ayat-ayat mutasyabih/ât adalah permulaan
surat (fawatih al-suwar) dan pendapat yang dipilih (unggul) adalah bahwa
“Semua itu termasuk di antara rahasia-rahasia ayat-ayat al-Qur’an yang hanya
diketahui oleh Allah Swt semata.” Namun tidak dapat dipungkiri ada
dikalangan para ulama’ yang berusaha mengkaji maknanya secara mendalam dengan
menukil dari pendapat Sahabat Abd Allâh bin al-‘Abbâs r.a tentang makna
ayat-ayat muqatha’ah ini. Misalnya pada lafadz ; الم (Alîf Lâm Mîm) Imam
al-Samarqandî menafsirkan kalimat tersebut dengan menguti pendapat Sahabat Abd
Allâh bin al-‘Abbâs r.a, ia menjelaskan bahwa makna dari الم (Alîf
Lâm Mîm) adalah, (أ)Alif
bermakna Ana (saya), (ل)Lam bermakna Allah, (م)
Lam bermakna ‘A’lam (lebih mengetahui), makna dari الم
(Alif Lam Mim) adalah “Aku Allah lebih mengetahui).[6] Makna الم (Alîf Lâm Mîm) bukan
hanya “Aku Allah lebih mengetahui” tetapi banyak pendapat yang menjelaskan
bahwa makna tersebut antara lain, Alif maknanya Allah, Lam maknya Jibril dan
Mim maknanya Muhammad Saw. Pendapat yang lain mengatakan, Alif maknanya Allah,
Lam maknaya Lathif, dan Mim maknanya Mijib.[7] Yang lainnya pula
menafsirkan bahwa Alif Lam Mim itu adalah nama surah dari al-Qur’an.[8] Lebih kurang makna Alîf
Lâm Mîm terdapat 10 pendapat sebagaimana pendapat Imam al-Thabari (Tafsir paling klasik yang sampai
kepada kita-pen).[9]
3.
Panggilan (النِّدَاءُ)
Ayat yang menggunakan
redaksi panggilan (nida’) ini sebanyak sepuluh ayat, lima panggilan
pertama kepada Nabi[10] dan lima panggilan lainnya
untuk ummatnya, yaitu :
Tiga surah ayat pertama
menggunakan panggilan kepada Nabi QS. 33:01, 65:01, 66:01 dan dua terakhir
menggnakan panggilan al-Muzammil dan al-Muddatstsir, QS.73:1-2, 74:1-2.[11]
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ
اتَّقِ اللَّهَ وَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلِيمًا حَكِيمًا
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ
إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا
الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ
لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
يَا أَيُّهَا
الْمُزَّمِّلُ . قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا
يَا أَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ . قُمْ فَأَنْذِرْ
Lima panggilan terakhir ditujukan kepada
ummatnya, antara lain, QS.04:01, 22:01 dan QS.05:01, 49:01, 60:01.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
4.
Dengan kalimat berita (الْجُمَلُ
الْخَبَرِيَّةُ)
Surah yang dimulai dengan jumlah kalimat berita ini sebanyak 23
surah, antara lain seperti QS.08:01, 09:01, 16:01, 48:01 dan seterusnya.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأنْفَالِ قُلِ الأنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ
بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ
مِنَ الْمُشْرِكِينَ
أَتَى أَمْرُ اللَّهِ فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
عَمَّا يُشْرِكُونَ
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
5.
Sumpah
(الْقَسَمُ)
Redaksi yang menggunakan kalimat rumpah
jumlahnya sebanyak lima belas surah. Satu surah dimana Allah Swt bersumpah
dengan para malaikat misalnya dalam QS.37:1-3,
وَالصَّافَّاتِ صَفًّا . فَالزَّاجِرَاتِ زَجْرًا . فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا
Dua surah (bersumpah) dengan bintang-bintang, misalnya pada
QS.85:01 dan 89:01.
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ dan وَالسَّمَاءِ
وَالطَّارِقِ
Dan enam surah dengan hal-hal yang berhubungan dengannya, seperti bintang
Tsurayya, fajar berhubungan dengan awal siang, malam berhubungan dengan separuh
hari, waktu dhuha berhubungan dengan separuh siang, waktu ashar berhubungan
dengan separuh dari separuh siang yang akhir atau berhubungan dengan separuh
waktu. Dua surah bersumpah dengan (menggunakan) udara yang merupakan salah satu
unsur alam, yaitu QS. 51:1-2 dan QS.77 dan seterusnya.
وَالذَّارِيَاتِ ذَرْوًا . فَالْحَامِلاتِ وِقْرًا
Serta bersumpah menggunakan tanah dan
unsur-unsurnya, seperti al-Thur (Gunung Sinai) QS.95:02. Satu surah (bersumpah)
menggunakan tumbuh-tumbuhan seperti pohon Tin dalam QS. 95:01 dan satu surah
(bersumpah) menggunakan hewan yang berbicara, misalnya QS.79:01 dan satu surah
terakhir (bersumpah) menggunakan binatang ternak pada QS.100:01.
Sebagian
ulama’ berkata :
قَالَ
بَعْضُهُمْ: سَمَّى اللَّهُ فِي الْقُرْآنِ عَشَرَةَ أَجْنَاسٍ مِنَ الطَّيْرِ:
السَّلْوَى وَالْبَعُوضَ وَالذُّبَابَ وَالنَّحْلَ وَالْعَنْكَبُوتَ وَالْجَرَادَ
وَالْهُدْهُدَ وَالْغُرَابَ وَأَبَابِيلَ وَالنَّمْلَ فَإِنَّهُ مِنَ الطَّيْرِ
Allah Swt menyebut sepuluh macam jenis burung yaitu,
al-Salwa, nyamuk, lalat, lebah, laba-laba, belalang, hud-hud, rajawali, ababil
dan semut (karena sesungguhnya semut itu adalah termasuk dari jenis burung).
Sebagaimana perkataan Nabi Sulaiman
a.s : "Hai manusia,
kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala
sesuatu.” QS.27:16
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Sya’biy ia berkata :
“Semut yang di pahami perkataannya oleh Nabi Sulaiman a.s adalah semut yang
memiliki dua sayap.”
6.
Syarat
(الشَّرْطُ)
Dengan syarat, yaitu terdapat pada enam
surah. QS.al-Waqi’ah, al-Munafiqun, al-Takwir, al-Infithar, al-Insyiqaq,
al-Zalzalah dan al-Nashr.
7.
Perintah (الْأَمْرُ)
Dengan menggunakan kalaimat perintah, yaitu
pada enam surah. QS. Al-Jin, al-Alaq, al-Kafirun, al-Ikhlash, al-Falak dan
al-nas.
8.
Kalimat Pertanyaan (الِاسْتِفْهَامُ)
Dengan menggunakan kalimat pertanyaan yaitu
enam surah pada QS. Al-Naba’, al-Ghasyiyah, al-Insyirah, al-Fil dan al-Ma’un.
9.
Dengan Do’a (الدُّعَاءُ)
Dengan menggunakan kalimat permohonan (do’a)
yaitu pada tiga surah QS. Al-Muthaffifin, al-Humazah dan al-Masad (al-Lahab).
10. Penjelasan Sebab (التَعْلِيْلُ)
Dengan penjelasan sebab, yaitu pada QS. Al-
Demikianlah yang dikumpulkan oleh Abu Syamah
yang penulis kutip dari kitab al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an karya Imâm Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî al-Syafi’i.[12]
- Ijtihad Ulama’ Tentang ayat-ayat fawatih al-Suwar
Termasuk ayat-ayat mutasyabih/at (tidak diketahui maknanya dengan jelas)
adalah fawatih al-Suwar (permulaan-permulaan ayat yang terdapat di awal surah),
antara lain :
1.
Lafadz الم
Imam Ibnu Abi Hatim dan lainnya meriwayatkan
dari jalur Abi al-Dhuha’ dari Sahabat ‘Abd Allah bin al-‘Abbas r.a tentang
lafadz ini, dia berkata “Alif” maknanya adalah Ana (saya Allah), “Lam” maknanya
adalah Allah, dan “Mim” maknanya adalah a’lamu (Lebih mengetahui. Makna
dari lafadz alif lam mim adalah Aku lebih mengetahui.[13] Sebagian yang lain
menafsirkan lafadz alif lam mim adalah nama dari salah satu nama-nama surah al-Qur’an,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mujahid dan ‘Abd al-Rahman bin Zaid bin Aslam.[14] Ibnu Jarir, Ibnu
al-Mundzir, Ibnu Hatim, dan al-Baihaqi dalam kitabnya
al-Asma’ wa al-Shifat dari ‘Abd Allah bin al-‘Abbas dan ‘Abd Allah bin Mas’ud
berpendapat bahwah alif lam mim adalah salah satu nama Allah Swt Yang
Maha Agung.[15]
2.
Lafadz
المص
Abu Syekh meriwayatkan dari Muhammad bin
Ka’ab al-Qurdzi dia berkata alif maknanya Allah, lam mim maknanya
al-Rahman shad maknanya al-Shamad, yang artinya Yang Maha Tempat
Bergantung. Diriwayatkan dari al-Dhahhak maknanya adalah Ana Allah al-Shadiq
(Aku Allah Yang Maha Benar). Ada yang mengatakan maknanya adalah al-Mushawwir
(Yang Maha Membentuk).[16] Al-Sya’bi dan lainnya
mengatakan, makna ini adalah Aku Allah Lebih Mengetahui dan Memisah.[17]
3.
Lafadz المر
Al-Kirmani menjelaskan tentang maknanya
adalah Ana Allah A’lam wa Arfa’ (Aku Allah Lebih Mengetahui dan Lebih
Tinggi).[18] ‘Abd
Allah bin al-‘Abbas menfasirkan dengan Ana Allah A’lam wa Ara (Aku Allah Lebih
Mengetahui dan Menunjukkan).[19] Dan lafadz-lafadz yang
semisal dengannya.
Sebagian
ulama’ mengembalikan tafsirannya kepada Allah Swt tentang fawatih al-Suwar ini,
namun sebagian yang lain berusaha (dengan
keilmuannya) berijtihad untuk memahami ayat-ayat mutasyabih ini dengan dalih
al-Qur’an mengandung rahasia-rahasia sir (rahasia istimewa) di dalamnya dan
akan relevan pada setiap zaman.
Ibnu
Munzir dan lainnya meriwayatkan dari al-Sya’bi
bahwa ia ditanya tentang fawatih al-suwar ini, maka ia berkata : “Sesungguhnya setiap kitab itu memiliki rahasia.
Dan rahasia al-Qur’an ini adalah
fawatih al-suwar itu sendiri.”
bahwa ia ditanya tentang fawatih al-suwar ini, maka ia berkata : “Sesungguhnya setiap kitab itu memiliki rahasia.
Dan rahasia al-Qur’an ini adalah
fawatih al-suwar itu sendiri.”
Dalam al-Itqan Fi
Ulum al-Qur’an
Karya Imâm Jalâl
al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî
Muhammad Ababil
Krejengan, 06 Februari 2019
[1] Jalâl al-Dîn Abd
al-Rahmân al-Suyûthî, al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, (Libanon : Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, 2012), Juz 2, hal. 206
[2] QS.50:01. 68:01.
38:01
[3] QS. 20:01. 27:01. 36:01. 40:01. 41:01. 42:01. 43:01. 44:01.
45:01. 46:01.
[4] QS. 02:01. 03:01. 29:01. 30:01. 31:01. 32:01. 10:01. 11:01.
12:01. 14:01. 15:01. 26:01. 28:01.
[6] Berkata al-Faqîh, bapakku
menceritakan kepadaku ia berkata ; menceritakan kepadaku (ayah) dari Muhammad
bin Hâmid, dari Ali bin Ishâq ia berkata, menceritakan kepadaku Muhammad bin
Marwân dari ‘Athâ’ bin al-Saib dari Abi al-Dhahâ’ dari Abd Allâh bin al-Abbâs,
ia berkata : Alîf Lâm Mîm yakni Ana Allah A’lamu (Aku Allah lebih mengetahui),
maksud dari tafsiran ini adalah, karena sesungguhnya al-Qur’an diturunkan
dengan menggunakan bahasa Arab, dan bahasa Arab terkadang menyebutkannya dengan
satu huruf sudah difahami kalimatnya. Abi al-Laits Nashr bin Muhammad al-Samarqandi,
Tafsir Bahr al-Ulum, tahqiq : Syekh Dr. Zakariyâ Abd al-Majîd al-Nautî et.al,
(Dosen Bahasa Arab Universitas Al-Azhar Kairo), (Beirut : Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, 1993), Juz 1, hal. 85-86. Abû al-Qâsim al-Dhahhâq bin Mazâhim
al-Balkhî, Tafsir al-Dhahhâq, tahqiq : Dr. Muhammad Syukrî Ahmad
Azzawaiti, (Kairo : Dar al-Salam, 1999), hal. 142
[7] Sanad keterangan ini
dari Abd Allâh bin al-Mubârak berkata, menceritakan kepadaku Ali bin Ishaq
al-Samarqandi dari Muhammad bin Marwan dari Kalbi dari Abi Shalih dari Abd
Allâh bin al-Abbâs berkata… Tafsir Tanwîr al-Miqbâs min Tafsir Ibnu ‘Abbâs,
(Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992), Juz 1, hal. 04.
[8] Abd Allâh bin Umar
bin Muhammad al-Syairâzi al-Syafi’i, Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr
al-Takwil/Tafsir al-Baidhâwi, tahqiq : Muhammad Abdurrahmân al-Mar’asyali,
(Beirut : Dar al-Ihyal Litturats al-‘Arabi, tt), Juz 1, hal.33. Muhammad Jamal
al-Din al-Qasimi, Mahasin al-Takwil, (Beirut : Muhammad Fuad Abd
al-Baqi’, 1957M/1376 H), Juz 1, hal. 32 Kebanyakan para mufassir memberikan
makna seperti ini.
[9] Imam al-Thabarî,
Jâmi’ al-Bayân ‘An Takwili Âyi al-Qur’an, tahqiq : Dr. Bassâr ‘Iwad Ma’ruf,
Cet-1,(Beirut : Muassasah al-Risalah, 1994), Juz 1, hal. 85-86).
[10] Dalam al-Qur’an kata
yang menggunakan “Yâ Ayyuha al-Nabîy” terulang sebanyak 54 kali. Muhammad Fuâd Abd
al-Baqî, Al-Mu’jam al-Mufakhras al-Fâdh al-Qur’an al-Karim, (Kairo : Dar
al-Hadits, 2007), hal. 782.
[11] Dr. Abd Allâh bin Muhammad bin
Ahmad al-Thayyâr, al-Âyatu al-Mutasyâbihât al-Tasyabuhu al-Lafdzi Li al-Âyati,
(Riyadh : Dâr al-Tadmurayyah, 2009), hal. 58
[12] Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî, al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an…Juz
2, hal. 206-207
[13] Syekh Faishal bin Abd ‘Aziz Alu Mubarak, Taufiq al-Rahman fi Durus
al-Qur’an, (Riyadh : Dar al-‘Ashimah, 1996), hal. 97. Abi al-Laits Nashr
bin Muhammad al-Samarqandi, Tafsir Bahr al-Ulum, tahqiq : Syekh Dr.
Zakariyâ Abd al-Majîd al-Nautî et.al, (Dosen Bahasa Arab Universitas
Al-Azhar Kairo), (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993), Juz 1, hal. 85-86.
Abû al-Qâsim al-Dhahhâq bin Mazâhim al-Balkhî, Tafsir al-Dhahhâq, tahqiq
: Dr. Muhammad Syukrî Ahmad Azzawaiti, (Kairo : Dar al-Salam, 1999), hal. 142. Tanwir
al-Miqbas min Tafsir Ibnu ‘Abbas, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992),
hal.4,
[14] Abi Ishaq Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim al-Tsa’labi, Al-Kasfu wa
al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an/Tafsir al-Tsa’labi, (Beirut : Dar Ma’rifah,
tt), Juz 1, hal. 62. Syekh Faishal bin Abd ‘Aziz Alu Mubarak, Taufiq
al-Rahman fi
Durus al-Qur’an..hal. 97. Abd al-Razzaq al-Shan’ani, Tafsir ‘Abd al-Razzaq, tahqiq :
Dr. Mahmûd Muhammad ‘Abduh (Dosen Fakultas Dakwah Universitas al-Azhar),
(Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Juz 1, hal. 258.
[15] Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân al-Suyûthî, al-Durru al-Mantsur fi Tafsir bi
al-Ma’tsur, tahqiq : Dr. “Abd Allah bin ‘Abd al-Muhsin al-Turki, (Kairo :
Markaz Buhuts wa al-Dirasat al-‘Arabiyah al-Islamiyah, 2003), hal. 122
[19] Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibnu ‘Abbas…hal. 261. Syekh Faishal Alu Mubarak, Taufiq al-Rahman
fi Durus al-Qur’an..hal. Juz. 1, hal.97.
0 komentar:
Posting Komentar